PROLOG

436 Words
Danendra terdiam kaku di balik pohon besar yang menyembunyikan tubuh remajanya. Dengan kedua tangan berlumur darah membekap mulut, tubuhnya meringkuk seperti bola. Air mata mengaliri wajahnya, dalam tangisan bisunya. Menghalangi kedua matanya menatap kedua tubuh yang terbaring tak berdaya di tanah. Setiap detik berlalu sangat panjang. Menyaksikan kedua orang tuanya meregang nyawa di hadapannya. Darah terus mengalir dari d**a keduanya, dengan sorot lemah, menyuruhnya untuk segera berlari. Liburan akhir tahun yang Danendra kira akan menjadi hal paling membahagiakan di hidupnya, berubah menjadi mala petaka. Menjadi akhir dari kehidupannya. Pemuda berusia enam belas tahun itu hanya mampu mengeluarkan air mata ketika kedua orang tuanya terbunuh di depan mata kepalanya sendiri. Siapa mereka? Kenapa mereka melakukan ini kepada orang tuanya yang baik? Danen mengangkat pandangannya. Dari balik dedauan, semua pertanyaan dalam kepala Danen terjawab. Salah satu pria berpakaian serba hitam itu memiringkan wajahnya. Danen hampir tak bisa menahan pekik keterkejutannya ketika menemukan salah satu di antara mereka adalah wajah yang begitu familiar. Yaitu Candra, kaki tangan kepercayaan ayahnyalah yang berdiri di samping kepala ayahnya yang sudah tak bergerak dengan mata terpejam. Kedua tangan Danen terkepal kuat, bersumpah ia harus hidup. Demi membalas semua yang menimpa kedua orang tuanya. Candra dan beberapa anak buahnya telah meninggalkan Gunadhya dan Alma, dengan keadaan yang menggenaskan di tanah berumput di halaman belakang. Saat Danen yakin bahwa tak ada orang lagi di sekitar bangunan villa dan suara mesin mobil yang perlahan hilang di telan kegelapan. Danen melompat berdiri menghampiri kedua orang tuanya. “Ayah? Ibu?” Pemuda itu bersimpuh di antara kedua orang tuanya yang saling bergandengan tangan dengan lemah. Menggoyang-goyang tubuh keduanya dengan pilu. Berusaha membuat keduanya kembali membuka mata. Tapi usahanya tetap tak membuahkan hasil. Kedua tubuh itu masih terbujur kaku dengan wajah pucat dan mata terpejam. Untuk selamanya. Danen menangis tersedu. Menggeleng-geleng tanpa daya. Kemudian, di antara sedu tangisnya, tiba-tiba suara mesin mobil terdengar mendekat. Semakin dekat dan Danen mengangkat wajahnya. Suara itu berasal dari halaman depan villanya. Siapa? Danen kembali menatap kedua orang tuanya. Suara mesin sudah dimatikan, menyusul suara langkah kaki di tanah berumput membelah di antara udara malam yang sunyi. “Apa kau yakin Gunadhya dan Alma sudah dibereskan?” Danen mendengar suara seorang pria. “Aku harus melihatnya.” Orang itu pasti datang untuk membunuhnya. Bukan untuk menyelamatkan mereka. Tidak, ia harus hidup. Sekali lagi Danen menatap wajah kedua orang tuanya. Menanam wajah keduanya di dalam hati. Dengan derai air mata yang semakin membanjir, Danen mencium kening kedua orang tuanya. Kemudian berdiri dan berlari menghilang di balik pepohonan di sekitar bangunan villa kedua orang tuanya tepat ketika pria itu sampai di dekat jenazah kedua orang tuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD