Febby sedang ada di ruangan samping kamarnya. Dia duduk depan meja dengan tangan yang menari di atas keybord matanya melirik keybord dan layar mobitor yang ada di depannya. Febby terlihat sangat serius sedang mengerjakan sesuatu di ruang kerjanya. Sampai akhirnya dia sedang mendengar seseorang memanggil namanya.
“Febby... Feb?” terdengar suara pekikan memanggil namanya.
“...” Febby terdiam memahami siapa yang memanggilnya.
“Feb... lo di mana sih?” tanya Anggun.
Tak lama keluarlah Febby dari ruang kerjanya.
“Lily..Angle..” sapanya tersenyum ramah.
“Hei.. Feb.” Sahut Ruby sama tersenyum ramah.
Kemudian tiba-tiba datang Anggun dari belakang tubuh Ruby menghampiri.
“Febby.. lo abis dari mana? Suara gue dah mau abis tau gak lo. Gegara manggil lo. Huh?! Gak penting banget siihh..” pekik Anggun dengan wajah ditekuk.
Dan Febby terkikik mendengar rajukan temannya itu.
“Sorry gengs tadi lagi ada yang gue kerjain biasa lah orang sibuk mah gini susah ditemuin.” Ujarnya. Memalingkan wajahnya pada Ruby. “Lagian kesini gak telfon dulu.” Lanjutnya.
Ya, Ruby masih ingat betul kejadian saat itu.
Flashback on
“Febby.. Feb..” panggil Ruby.
“Huffft... kamu dimana sih?” Lelah Ruby bergumam karena kesana kemari tidak menemukan keberadaan pemuda itu hp nya pun mati tidak dapat di hubungi.
Keseharian Febby dirumah. Jadi dia mengerjakan pekerjaannya dirumah. Karena Febby memiliki hobby yang sama dengan Ruby yaitu menulis. Tapi bedanya Ruby hanya menulis sebagai koleksi sendiri sedangkan Febby sudah publish dari dia masih SMA tapi identitasnya di sembunyikan.
Anggun, Karin dan teman-teman nya yang lain pun tidak ada yang tau. Hanya Ruby yang tau karena saat itu, Ruby berkunjung untuk mengembalikan flashdisk milik Febby. Entah kenapa Ruby tidak menemukan pemuda itu dimana-mana. Sampai akhirnya langkah kakinya terhenti di depan Rak buku yang ada di Ruang kerja Febby. Dia tertarik untuk mengambil sebuah buku yang cukup tebal dan unik itu. Namun sayang sekali buku itu tidak bisa diambil tapi kemudian rak itu bergeser. Sempat terkejut kemudian Ruby mencoba menyelinap masuk kedalam seperti ruangan. Padahal tidak ada yang diperbolehkan untuk masuk keruang kerjanya itu mungkin karena takut menemukan ruangan itu.
Febby selalu memberitahukan anak-anak untuk tidak masuk keruangan itu. Sialnya saat itu, pintu itu tidak terkunci dan Ruby masuk ke ruang itu adalah ruang kerja Febby dan menemukan Pemuda itu tertidur pulas di atas ranjang yang sengaja ditaruh diruang itu untuk istirahat, dengan suasana yang sunyi dan terlihat remang-remang karena setiap jendela tertutup oleh gordeng army dengan dinding berwarna white dan black. Yang menerangi tempat itu hanya cahaya lampu diatas meja.
Ruby mendekat ke arah Febby tertidur. Ruby tersenyum menatap wajah tampan Febby yang suka mengikutinya saat di kantor. “Ternyata dia terlihat polos sekali saat tidur. Meski tidak tertidur dia tetap tampan.” Gumamnya.
Kemudian Ruby memanggil Febby dengan pelan, tapi sia-sia sepertinya Febby terlalu lelah. Tangan Ruby terangkat mengusap pelan rambut Febby dan beranjak dari ranjang melangkah menuju meja kerja yang ada di ruangan itu.
Mata Ruby tertuju diantara rak-rak buku yang masing-masing ada lampu penerangan. Kebanyakan buku itu tentang n****+ dan sajak tapi dengan nama penulis yang sama. Ruby pikir mungkin Febby menyukai karya penulis itu yang namanya Big Radiance. Dia melihat nama penerbitnya ternyata perusahaan terkenal yang menerbitkannya. Ruby menghampiri meja itu, dan kebetulan dia melihat komputer yang masih menyala. Ruby berinisiatif ingin mematikan komputer yang masih menyela itu.
Saat tangannya mulai memegang mouse, dan mulai bergerak sedikit. Dahinya mengernyit dan perlahan dia membaca setiap kalimat-kalimat yang ada di layar komputer itu. ‘Menarik’ satu kata itu yang muncul di kepala Ruby karena penasaran akhirnya dibaca terus sampai akhir. Ruby berpikir, ‘mana lanjutannya? Apakah Febby yang menulis ini?’ Batin Ruby. Akhirnya Ruby close dan di layar komputer itu wellpeper yang sebuah nama ‘Big Radiance’ dan Ruby berpikir, ‘segitu ngefen nya kah Febby dengan Big Radiance itu?’ batin Ruby. Isi ruangan itu hampir memiliki nama sama Big Radiance.
Tangan Ruby yang masih di atas benda kecil itu tergerak sedikit dan membuka email yang belum di close itu dan dia melihat email itu banyak sekali kotak masuk. Tak sengaja dia meng-klik sebuah pesan terbuka itu percakapan yang membahas tentang kontrak kerjasama. ‘Kenapa disini dia disebut Big Radiance? ini email atas nama Big Radiance.’ Batin Ruby.
Ruby menatap wajah Febby yang polos di ranjang kemudian berpaling ke layar itu lagi. Keahliannya dalam menulis tidak bisa diragukan lagi. n****+-novelnya berisi banyak hal dibahas didalamnya terdapat pengetahuan, religius, moral, ekonomi, sosial dan masih banyak lainnya dia kemas dengan rapih. Bahasa yang digunakan rapih dan sangat mudah dipahami dari menengah sampai atas. ‘Ternyata dia seorang penulis hebat yang menyembunyikan identitas?’ batin Ruby.
Ruby berbalik mendekati ranjang dimana Febby yang tertidur tenang disana terdengar suara napas yang beraturan. Lalu duduk di sudut ranjang menatap wajah tampan Febby dan tersenyum. “Maafkan aku Febby sudah lancang. Tidak sopan.” Gumam Ruby.
Tak lama kemudian Febby membuka matanya perlahan dan terdiam sejenak.
“Sudah bangun?” tanya Ruby.
Febby terkejut, tiba-tiba yang langsung terduduk menatap sumber suara.
“Heii..” lanjut Ruby tersenyum padanya.
“Lily..” pekiknya.
Matanya membola dan tubuhnya kaku dengan ekspresi bodoh menatap Ruby yang tersenyum.
“Hee...” Ruby menatap febby dan tersenyum tak acuh dengan tampang bodoh didepan Febby.
“Kamu....”
“Maaf ya. Feb, aku udah lancang. Masuk dan malah duduk disini.” Ucapnya.
Langsung berdiri dengan rasa bersalah. Lama Febby dan Ruby saling menatap.
“Lily..” lirihnya. Dengan mata memerah. “Bagaimana bisa?” tanyanya masih tak percaya.
Ruby hanya bisa menunduk dan berpikir sejenak.
“Maafkan aku Feb, aku tunggu diluar.” Ucapnya.
Membalikkan badan dan melangkah keluar ruangan, saat Ruby sudah di depan pintu dan hendak membuka pintu tangannya sudah di cekal oleh Febby. Ruby terkejut dan berbalik hingga mereka saling menatap kembali.
“Eh? Febby?”
“Mau kemana?”
Ruby menelan saliva susah payah.
“Nunggu kamu di luar.” Febby memutar bola matanya.
“Ya sudah.” Kemudian Febby berbalik menggambil baju dan mengenakannya.
Febby terdiam sesaat berfikir kemudian menatap ke arah meja kerjanya dan mendekat. Febby duduk di kursinya dan melihat ke adaan laptop yang sudah mati dan terlipat. Layar komputer yang sudah berwarna hitam. Febby berfikir sejenak. Entah sadar atau tidak dia bergumam ‘Lily.. apa kamu sudah mengetahui sesuatu dari sini?’ dan Febby bergegas keluar kamar menemui Ruby.
Ruby sedang duduk sendiri di sebuah ayunan di samping rumah pribadi Febby. Children’s Home ini sangat cantik, yang luas lahan kurang lebih dua hektar ini memiliki beberapa bangunan. Terdapat rumah pribadi, rumah singgah anak-anak, House of Talent, dan penerimaan tamu. Di antara bangunan-bangunan itu terdapat taman lingkungan itu sangat damai dan sejuk. Sambil mengayun-ayunkan ayunan dia berpikir sejenak ‘apa yang harus dilakukan nanti, saat ada Febby? Harus beralasan apa nanti kalau Febby tanya? Gimana kalau Febby marah?’ Batin Ruby.
Febby keluar dari rumah dan berhenti sejenak menatap Ruby yang termenung dari ambang pintu. ‘apa yang di lamunkan?’ Batin Febby. Sejak tadi mereka hanya sibuk dengan batin masing-masing. Akhirnya Febby melangkah menghampiri Ruby.
“Ehm..” Febby berdeham.
“Eh? Febby?” Febby duduk di samping Ruby sambil ikut mengayun ayunan.
“Lily..” ucap Febby tanpa menatap Ruby.
“Iyaa...” Ruby menatapnya.
“Apa kamu tau sesuatu tentang aku?” tanyanya.
“Febby aku minta maaf. Aku lancang masuk keruangan itu. Sepertinya ruang pribadi mu. Aku mi..” belem selesai kalimat yang di ucapkan Ruby sudah di potong oleh Febby.
“Ya atau tidak?” bentaknya tanpa sadar menatap Ruby dengan tajam.
Ya, mau bagaimana pun sejak Febby SMA belum ada selancang itu padanya dan masuk keruang pribadinya. Dan awal dia jadi penulis sampai sekarang belum ada yang mengetahui identitasnya. Tentu dia merasa kecolongan.
“Ya.” Jawab Ruby spontan.
Ruby menatap Febby sendu dan berkaca-kaca.
Entah kenapa Ruby kok jadi orang yang cengeng begini didepan Febby seperti seorang anak yang dimarahi orang tuanya karena ketahuan nyolong duit mak nya buat jajan. Oh ayolah Ruby ini memalukan! Kenapa air mata ini tidak dapat di kendalikan? Kenapa netes tanpa begitu saja permisi dan semakin deras?
Febby menatap Ruby yang menatapnya penuh dengan air mata itu tiba-tiba memalingkan wajahnya dengan rasa bersalah karena membentak Ruby. Dan membuat gadis itu terlihat cengeng. Jujur saja sebenarnya Febby pun syok dan tidak tega melihatnya. Apa lagi selama ini Febby melihat Ruby sebagai sosok yang dingin dan kuat walau begitu tetap terlihat mempesona dimata lelaki.
“Febby aku minta maaf atas ke lancangan.. ku.. hiks..” ucap Ruby dengan terisak. Menahan tangis dan air mata yang meluncur begitu saja. Entahlah kenapa Ruby merasa selemah ini.
“Lily aku minta maaf telah membentak mu. Aku spontan. Aku tak percaya kamu masuk ke ruang pribadiku dan tahu sesuatu yang aku simpan selama ini. Tidak semua orang tau tentang ku. Aku tidak bermaksud membuat mu jadi sedih menangis seperti ini Lily.” Jelasnya.
Lama mereka saling diam dan menunduk. Kemudian Ruby perlahan mengangkat wajahnya menatap Febby.
“Febby seharusnya aku yang minta maaf.” mereka pun saling tatap.
“Lily.. aku gak akan marah sama kamu.” Ucapnya terjeda mereka saling tatap sejenak kemudian Febby melanjutkan kalimatnya. “Asalkan.. kamu gak akan buka rahasia aku. Berjanjilah lah padaku Lily. Kamu gak akan menyinggung rahasia ku lagi.”
“Aku janji Febby. Aku janji. Sungguh!” Sahutnya langsung mengangkat jari kelingkingnya.
Febby tersenyum dan menyambut jari kelingking Ruby.
“Janji ya jangan bahas ini lagi.”
“Ya.” Sahut Ruby.
Menyunggingkan senyumnya yang manis memperlihatkan gigi kelincinya itu. Febby mengangkat bibirnya yang tipis kemerahan itu.
“Eh.. kamu kesini. Ada hal apa Lily?”
“Eh? Aku hampir lupa.” Jawab Ruby sambil mencari sesuatu di dalam tasnya. Dan menunjukkan sebuah benda persegi panjang ukuran kecil pada Febby. “Aku ingin mengembalikan ini padamu. Terima kasih ya sudah meminjamkannya padaku” Imbuhnya.
“Ohh.. sama-sama Lily.” Sahutnya tersenyum manis.
Flashback off
Febby mengajak Ruby dan Angle duduk di sofa dan mengambil minuman dari kulkas dan makanan menaruhnya di meja.