4. Kill or be Killed

1949 Words
Di setiap pasukan elit yang ada di dunia, ada segelintir personel yang dipilih menjadi pasukan yang lebih khusus lagi. Mereka inilah yang disebut sebagai jagoan dari pasukan elit. Kemampuan mereka bahkan dikatakan di luar batas, istimewa, dan tak terkalahkan. Pelatihan yang dilakukan oleh pasukan khusus spesial ini berbeda dari pasukan elit umumnya. Sementara sebagian besar regimen pelatihan militer di seluruh dunia dirancang untuk berlatih, pasukan Special Purpose Regiments (Spetsnaz) Rusia –setara dengan Baret Hijau AS– harus  menanggung hukuman setiap hari sepanjang pelatihan mereka. Meski demikian, mereka sebenarnya bisa berhenti kapan saja mereka mau. Spetsnaz hanya menginginkan para tentara terbaik yang bisa membunuh lawan, yang dikuatkan dengan rasa sakit dan suka berperang. Mereka berdebat dengan tujuan sengaja saling melukai, mematahkan tulang rusuk, jari, atau tulang belakang. Bahkan tak jarang dari latihan itu pun menuntut para prajurit terpilih tersebut untuk saling membunuh, karena itulah tujuan dari pelatihan keras ini. Para prajurit harus bisa membunuh perasaan iba mereka sebelum akhirnya mulai membunuh di medan perang. Karena tugas para prajurit selain dikerahkan untuk melakukan misi pengintaian atau pertempuran jarak dekat, mereka juga digunakan sebagai pengawal politisi berpangkat tinggi. Di samping itu, mereka mengklaim bahwa mereka tidak diajari untuk mengabaikan rasa sakit, karena itu tidak mungkin. Mereka malah diajari untuk menikmatinya.   ***** Rusia, Mei 2018 __________________ Seorang pria pertengahan lima puluh namun masih tampak begitu bugar oleh karena perawakkannya yang gagah, hampir tampak sempurna jika tidak dibandingkan dengan sifatnya yang menakutkan. Pria itu adalah Fredrick Van Der Lyn. Fredrick tengah mengunjungi sebuah markas khusus yang setara dengan baret merah namun lebih spesifik lagi, sebuah pasukan yang baru saja dibentuk dengan tujuan menjadikan para prajurit sebagai mesin pembunuh. Latihan berat adalah makanan mereka sehari-hari. Systema dan Sambo menjadi beladiri wajib yang harus mereka kuasai dalam satu tahun. Prajurit yang terpilih dalam pasukan khusus ini adalah mereka yang telah menjalani pelatihan keras selama setahun penuh, dan … mereka yang telah bisa mematahkan tulang para lawan. Lalu? Untuk apa Fredrick Van Der Lyn kemari? Kenapa dia begitu bebas memasuki markas yang bahkan sangat dirahasiakan keberadaannya? Jangan lupa jika Fredricksen Van Der Lyn punya banyak cara untuk mendapatkan akses khusus. Tanpa diketahui sebenarnya pria itu punya banyak koneksi dengan banyak petinggi di beberapa negara, Hydra menjalankan tugas mereka dengan baik. Menyuap beberapa petinggi negara termasuk diantaranya pejabat tinggi Soviet bahkan yang berpangkat paling tinggi yang duduk di staf Ketentaraan Uni Soiviet.   Semua itu membuat Fredrick bebas masuk kedalam markas pasukan khusus. Bahkan para Jenderal dan Perwira, tak ada yang sanggup menghentikannya. Semua kekuasaan itu didapatkan Fredrick bahkan ketika namanya kini telah banyak menuai pro dan kontra. Ya, nama Fredricksen Van Der Lyn mulai dikaitkan dengan sindikat mafia Amerika yang identitas mereka mulai terungkap. Beberapa media bahkan mengaitkan kejadian naas yang menimpa keluarga Van Der Lyn dua tahun yang lalu disinyalir adalah hasil perseteruan antara Fredrick dengan musuh-musuhnya. Namun nyatanya sampai saat ini, pria dengan julukan Black Papa itu masih bebas menikmati hari-harinya. Pria Van Der Lyn itu masih bebas berkeliaran kesana kemari sebab, tak satupun bukti yang memperkuat tuduhan FBI padanya. Namun begitu, Fredrick paham betul bahwa sindikatnya benar-benar di ambang kehancuran. Black Glow akhirnya menemukan keruntuhan mereka. Penghiantan besar yang di lakukan Bruce bersama putranya Chester akhirnya mampu memecahkan sindikat paling menakutkan itu. Pertarungan di Beverly Hills dua tahun yang lalu akhirnya membubarkan sindikat itu, walau sebenarnya masih ada beberapa dari mereka yang bertahan karena terlalu setia kepada Fredrick. Sekalipun Fredrick terus mengabaikan kenyatan jika putri sulungnya Letty Van Der Lyn tengah menjalani hukuman di penjara Inggris. Fredrick seolah tidak perduli lagi dengan putrinya yang adalah dalang dibalik semua kehancuran ini. Yah, Letty akhirnya berhasil menciptakan kehancuran yang besar yang selama ini menjadi tujuan hidupnya. Namun, gadis malang itu juga rela begitu saja menerima hukuman yang diberikan kepadanya. Seolah ingin menebus kesalahan, sang putri mafia itu pun rela kembali kedalam penjara setelah sempat melarikan diri untuk membebaskan putrinya. Lalu … apa sebenarnya tujuan Fredrick kali ini? Dua tahun sudah berlalu. Kini saatnya menjemput tawanan. Rahang Fredrick mengatup dengan kuat. Sepatunya yang memukul lantai seolah menjadi irama mengerikan. Tampak beberapa orang terlalu enggan mendekati pria paruhbaya itu. Dia masih terus berjalan hingga langkah kakinya berhenti tepat di depan sebuah ruangan yang dindingnya terbuat dari besi. Tampak disana, dua orang pria sedang bertarung. “Tuan,” tegur salah satu Jendral saat melihat Fredrick yang tengah berdiri dari jarak lima puluh meter dari tempatnya berdiri. Fredrick hanya menganggukan kepalanya. Dia tidak ingin mengusik ketenangan sang Jenderal. Pria paruh baya itu kembali membawa fokusnya kedepan pada kedua prajurit yang sepertinya akan di adu kekuatannya.    “Nachalo,” teriak sang Jenderal dengan bahasa Rusia yang artinya mulai. Kedua prajurit itu pun menerima perintah. Mereka mulai beradu otot. Bukan sembarang menyerang namun, segala sesuatu butuh perhitungan.     “Ubiystvo!” teriak sang Jenderal masih dengan bahasa Rusia artinya bunuh.     “Hiya!” Salah satu dari prajurit itu memasukan salah satu kaki  kedalam kaki lawannya, bergerak dengan cepat lalu sekejap leher lawannya sudah berada di dalam lengan kekarnya. Dia mengangkat kepala lalu tangannya dengan cepat memutar kepala lawan yang sudah berada dalam genggamannya.       KRAK Terdengar bunyi retak dan patah. Rahang salah satu dari mereka bergetar dan masih mempertahankan kepala lawan dalam lengan, ia menatap lurus kedepan. Tatapan mengerikan, seolah ingin berkata ‘Akan kupatahkan leher kalian semua'. “Knock out,” gumam Fredrick. Dia tersenyum di akhir kalimatnya. Salah satu perwira meniupkan peluit pertanda pertarungan pertama telah berakhir. Lengan kekar itu pun melemas dan akhirnya menjatuhkan lawannya yang kini tidak bernyawa lagi. “Masukkan lawan kedua,” ucap sang Jenderal yang sejak tadi memberikan instruksi. Pintu besi kembali terbuka. Para perwira kembali memasukan salah seorang prajurit yang menurut mereka adalah yang terbaik untuk kembali di adu dan menghadapi prajurit yang kelihatanya tangguh itu. Kali ini prajurit yang baru masuk itu, berbadan kekar. Dia dua kali lipat lebih besar dari pria yang sedang berdiri tegap dengan tatapan membunuh itu. “Mulai!” teriak sang Jenderal lagi. Kedua prajurit itu saling bertatapan. Salah satu dari mereka, yaitu pria yang barusan membunuh teman prajuritnya, matanya begitu dingin. Tak tampak keraguan atau ketakutan dari bola mata yang membulat sempurna dengan nyala api yang siap menghanguskan lawan di depannya saat ini juga. Sementara pria berbadan besar di depannya tampak begitu takut. Dia bergetar ketika melihat bagaimana pria itu menatapnya. Bola mata cokelat itu seolah meminta darahnya. Alam bawah sadar pria berbadan kekar itu bergidik ngeri.  Sudah menjadi hal yang lumrah dalam markas khusus ini jika membunuh sesama prajurit dalam latihan khusus. Jadi, ketika para prajurit telah dimasukkan ke dalam arena ini, salah satu dari mereka harus keluar sebagai mayat dan yang akan bertahan harus terus diuji. Mereka memulainya. Saling memukul, mencari kelemahan lawan dan terus melayangkan kekuatan berharap salah satu dari mereka akan melemah agar yang lainnya bisa mengambil kesempatan untuk bisa mengakhiri permainan kejam ini dengan cepat. “Bunuh!” Ketika kalimat itu di ucapkan artinya mereka harus segera mengakhiri permainan yang disebut latihan ini. Tampaknya agak sulit bagi pria bermata cokelat itu untuk meraih tubuh lawan yang lebih besar darinya. Dia terlalu besar dan bergerak gesit hingga pria itu tidak bisa mengunci pergerakan lawannya. Manik cokelat itu mengecil, ia menarik napas panjang. “Razorval, udaril, udaril, umer.” Dia menggumamkan kalimat dalam bahasa Rusia. Seperti sebuah mantera yang mampu membangunkan sisi paling liar dalam dirinya. Dengan cepat ia mendekat, gerakkannya secepat kilat lalu dengan mudanya pria itu melayangkan pukulan. BUKK  Ia berhasil memukul wajah pria berbadan besar itu membuat penghilatannya memburam. Wajahnya berputar dan tubuh kekar itu terhuyung namun tak sampai jatuh. Pria bertubuh kekar itu masih sanggup bertahan namun ketika pertahanan telah goyah, tentu saja menimbulkan celah yang mampu di manfaatkan lawan. Pria bermata cokelat itu langsung memutar tubuh, meraih salah satu lengan lawannya lalu dengan cepat memutar tubuh kekar itu. Tak berhenti sampai disitu, pria itu kemudian memutar telapak tangannya sendiri untuk mengunci tengkuk lawannya. Dengan satu gerakkan cepat ia berhasil memutar kepala sang lawan. Seolah memutar bola basket, kepala pria bertubuh besar itu kini dalam genggaman pria bermata cokelat. Dia langsung membawa kepala itu kedalam lengannya hanya dengan satu putaran cepat. “Terkunci,” gumam seseorang. Terdengar kertakan gigi yang disertai hembusan napas panjang darinya. Hanya dengan satu gerakkan lengan yang kuat yang mampu mematahkan leher lawannya –lagi. Tubuhnya bergetar dengan hebat. Peluh yang membanjiri wajah, seolah berubah menjadi aliran listrik jutaan volt yang mampu membuat darahnya mendidih. Ia kembali melumpuhkan lawan kedua. Ada sesuatu dalam dirinya yang merasa begitu lega dan senang ketika berhasil mematahkan leher lawannya. Membunuh tanpa senajata. Mendengar napas sekarat dari lawan adalah lagu terindahnya. Dan pria itu akan sangat menikmati latihan ini. Ia kembali berdiri tegap setelah mendengar bunyi peluit, ia melepaskan prajurit tak bernyawa itu dari lengannya. Sang Jenderal tidak mau berhenti. Dia menginginkan yang lebih. Lalu dia menyuruh para pengawal untuk memasukkan lima prajurit sekaligus. Dia ingin sekali meruntuhkan kekuatan prajurit tangguh itu namun, seperti singa yang haus akan darah dan lapar akan daging, dia begitu lihai dan brutal menghabisi lima orang prajurit dengan tangan kosong. Otot-ototnya yang mengejang mempertegas keahliannya sebagai penguasa bela diri Systema. Keringat dan darah bercucuran sementara seluruh otot mulai terasa nyeri namun, semakin sakit tubuhnya semakin terbangun sisi liarnya. Seperti harimau lapar yang siap menerkam. Tak satupun dari mereka yang sanggup membuatnya jatuh dan menyerah. “Bunuh!!” teriak sang Jenderal. Rahangnya mengeras sedang kedua tangan kini telah mengepal dengan kuat. Dia berharap setidaknya ada seseorang yang bisa mematahkan tangan pria bermata cokelat itu. Tangan yang terlalu lihai mematahkan leher lawan, tangan itu juga lihai merancang dan menciptakan senjata dan geranat. Bunyi peluit panjang kembali terdengar, pertanda latihan hari ini telah berakhir. “Selesai. Prajurit berlutut!” Sang Jendral mengetatakan rahangnya. Ia menonjok dinding di samping sebagai pelampiasan rasa frustasinya. Dia kecewa sebab pria itu kembali berhasil memenangkan pertandingan brutal antara sesama praktiksi systema. Sang Jenderal berbalik. Dia memberi kode dengan telunjuk dan jari tengah agar anak buahnya segera meninggalkan ruangan itu. Mereka pergi kecuali satu orang. Sang Jenderal bahkan membungkuk ketika langkah kakinya hampir bersejajar dengan pria yang sejak tadi berdiri di ambang pintu. “Dia sudah siap,” ucap si Jenderal. “Kerja bagus." Mereka meninggalkan prajurit yang mendapat julukan ‘el diablo’ itu di arena bertarung. Lalu Fredricksen Van Der Lyn melanjutkan perjalanannya yang tertunda. “Prajurit,” panggil Fredrick dengan suara rendah. Pria itu berbalik. Kedua lengan menegang menampilkan otot dan pembuluh darah yang mengetat sedang rahangnya mengatup dengan kuat. Saat dilihatnya siapa yang memanggilnya, dia pun berlutut dengan kaki kanan sebagai tumpuannya sementara tangan kanannya di letakan di depan d**a. "Prajurit ...," panggil Fredrick sekali lagi. Pria yang sedang menunduk sambil berlutut dengan kaki kanan sebagai tumpuannya itu perlahan mulai mendongakkan kepala menatap sang ayah dengan tatapan hampa namun raut wajahnya tegas. "Aku sudah siap," ucap pria itu. Suaranya terdengar begitu berat. Fredrick berseringai. Di usianya yang hampir menua ini, dia begitu bahagia sebab tidak untuk selamanya dia akan berduka di dalam penjara. Putrinya telah berhasil mengelabuinya namun, dia tahu jika sifat putranya begitu mirip dengannya. "Siapkah kau menjadi penerusku?" tanya Fredrick menatap mata anaknya. Pria itu tidak menjawab dan langsung menundukkan kepalanya. "Leonard putraku, untuk menguji kesetianmu, mari buktikan padaku bahwa kau siap membunuh.” "Tidakkah tontonan tadi itu cukup menghiburmu?" sergahnya dengan cepat. Fredrick menggeleng. Dia berjalan menghampiri pria yang sejak tadi menunduk itu. Fredrick merogoh sesuatu dari dalam kantong celananya kemudian diserahkanya kepada pria yang merupakan putranya itu. Fredrick menunjukan sebuah foto pada putranya. Foto seorang pria berseragam Senator. "Pergi dan patahkan lehernya," ucap Fredrick. Pria itu mendongak. Tangannya mulai meraih lembaran foto itu. Rahangnya lantas mengeras ketika melihat foto tersebut dengan sebuah pesan di belakang foto itu. "Bawa kepalanya padaku," lanjut Fredrick. Pria itu mengangguk pelan sambil menerima foto itu dengan rahang yang masih mengetat sempurna.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD