Harus Minta Pisah

1050 Words
Hilda dan Lena perlahan namun pasti mendekati Nita yang hanya mampu menggelengkan kepalanya di tempat. Kedua wanita itu justru mempercepat langkah kakinya agar segera sampai dan memberikan pelajaran untuk Nita. "Tidak! Aku tidak pernah bicara apapun tentang kalian, apalagi kepada tetangga!" bentak Nita akhirnya. "Halah, tidak usah banyak drama kamu itu. Aku tahu, kamu pasti membenci kita berdua bukan, sampai-sampai menjelek-jelekkan?" "Tidak! Sudah berapa kali aku bilang? Aku tidak pernah membicarakan hal buruk tentang kalian pada siapapun! Tidak pernah! Bahkan, tidak ada niat sedikitpun untuk mengatakan hal buruk tentang kalian. Aku tidak sejahat itu, Lena!" bentaknya keras. "Bullshit! w************n sepertimu itu memang suka bergosip, aku yakin kamu adalah pelakunya!" "Tidak! Cukup! Cukup kalian menghina aku adalah w************n, sudah cukup!" bentak Nita lantang dan keras. "Aku bukan w************n! Aku adalah wanita terhormat yang diminta baik-baik oleh Mas Dimas. Jika, sejak awal kalian tidak menyukai aku, kenapa diam saja? Kenapa tidak menolak kedatanganku sejak awal? Kenapa kalian justru diam, tersenyum manis dan menerimaku? Kenapa?" "Aku datang kesini, menginjakkan kaki di rumah ini secara baik-baik. Dinikahi oleh lelaki yang baik dengan cara yang baik, tapi kalian selalu memperlakukan aku dengan cara yang buruk! Seharusnya, bukan kalian yang marah karena dicemooh mereka semua, tetapi aku! Aku yang seharusnya marah karena kalian terus mencemooh aku!" "Hei, jalang!" bentak Lena menunjuk Nita. "Kau memang pantas dicemooh!" Pranggg. Nita melempar gelas beling yang ada di dekatnya dan tepat mengenai samping kaki Lena membuat pecahan beling itu mengenai kakinya. "b******k! Dasar w************n!" teriak Lena. "Nita, kamu itu semakin hari semakin keterlaluan saja!" teriak Hilda tidak kalah lantang. Ia melihat kondisi kaki anaknya terlebih dahulu. "Aku wajib membela diriku!" "Dasar jalang!" teriak Lena. Prakkk. Dimas melemparkan dus sepatu dan tepat menghantam wajah Lena hingga membuat gadis itu meringis kesakitan. "Dimas, apa yang kamu lakukan!" bentak Hilda tidak terima. "Jika ada diantara kalian yang berani mengatakan hal buruk pada istriku, aku tidak akan segan-segan membunuh dan jangan pernah menganggap bahwa aku ini adalah bagian dari keluarga ini." "Sudah cukup aku menahan amarah yang tidak tertahankan ini. Aku muak melihat tingkah kalian yang semakin hari justru semakin menjijikan. Aku diam itu semata-mata karena permintaan Nita yang tidak ingin masalah yang ada menjadi berlarut-larut." "Tapi memang, dasarnya istriku itu terlalu polos hingga terus-menerus memberikan kesempatan pada kalian untuk terus menginjak-injak harga dirinya dan menyakiti hatinya. Namun, kalian saja jika aku akan tetap diam saja." "Kalian pikir, mereka semua yang di depan itu mencemooh karena ulah Nita? Iya? Bukan! Itu semua karena ulah kalian sendiri! Kalian tidak pernah berkaca dengan semua apa yang sudah diperbuat, bukan? Bahkan, banyak dari tetangga yang mengambil aksi kekerasan kalian pada Nita, mereka punya videonya. Apa kalian tidak takut, jika nantinya aku akan melaporkan masalah ini pada pihak berwajib?" "Aku tidak peduli, kita ada hubungan darah atau tidak. Jika ada yang berani menyakiti hati istriku hingga berkeping-keping, maka aku tidak akan segan-segan memberikan pelajaran yang berharga." "Dimas, kamu ini kenapa sih jadi tega sekali seperti ini? Kamu bukan seperti anak Mama–" "Ya jelas, karena aku sudah tidak bisa disetir lagi oleh, Mama! Aku bukan lagi anak kecil yang akan selalu mengikuti keinginan Mama yang terkadang tidak masuk akal. Permintaan mama kali ini apa? Menceraikan Nita, iya?" "Iya, apa salahnya? Bukannya itu sangat mudah sekali? Kalian tinggal cerai, lalu kamu cari wanita lain dan menikah lagi. Simpel bukan?" Dimas terkekeh mendengar semua ucapan mamanya itu. Tidak habis pikir, bisa-bisanya Hilda bicara tanpa beban seperti itu. "Haha, sampai kapanpun aku tidak akan pernah menceraikan, Nita. Aku lebih baik kehilangan kalian, daripada Nita." "Mas, jangan bicara omong kosong!" teriak Lena. "Diam kamu anak kecil! Aku menyekolahkan kamu hingga saat ini, bukan untuk membentuk dirimu menjadi orang yang tidak waras! Berpendidikan ternyata tidak membuatmu bisa menghargai dan menghormati orang yang lebih tua." "Kamu tahu? Aku menyesal karena telah menyekolahkanmu sampai setinggi ini, jika sikapmu terus menjijikan seperti ini." "Mas, aku sekolah tinggi untuk mencari wawasan, bukan untuk menghargai orang lain." "Bodoh! Memang kau itu sekolah tidak pernah diajarkan hal baik apa? Hah? Tidak pernah diajarkan cara menghargai orang lain iya? Oh apa mungkin, di kampus juga kamu selalu bersikap seenaknya seperti ini, iya? Miris sekali." "Mas, cukup ya menjelek-jelekkan aku seperti ini–" "Kenapa? Kamu tidak terima, bukan? Sama! Aku pun tidak terima jika kau selalu menjelek-jelekkan Nita!" bentak Dimas. Hilda dan Lena terhenyak melihat begitu Dimas sangat membela Nita. Sampai detik ini saja, mereka merasa bahwa lelaki itu tidak pernah membela keduanya sampai seperti ini. Mulai merasa ada lagi perbedaan yang signifikan setelah menikah, lagi-lagi menganggap bahwa Nita adalah biang masalah di rumah tersebut dan membuat Dimas semakin jauh dari Hilda dan Lena. "Nita, puas kamu sekarang sudah membuat kakak beradik ini bertengkar setiap waktu? Iya? Kenapa kamu harus datang ke kehidupan kami?" "Aku tidak pernah minta untuk datang kesini, tapi Mas Dimas yang membawaku secara baik-baik. Aku sudah katakan bukan? Kalau tidak menyukai, kenapa tidak sejak awal menolak? Aku tidak masalah jika di tolak sejak awal!" "Kalau begitu, kenapa tidak sekarang saja kamu minta pisah dari Dimas." "Mama, jangan keterlaluan!" teriak Dimas lantang membuat mereka semua terhenyak. Nita tersenyum sinis memandang mertua dan iparnya itu secara bergantian. "Tidak semudah itu memintaku akan hal yang tidak akan pernah aku lakukan, Ma. Sampai kapanpun, aku tidak akan berpisah dengan Mas Dimas, terkecuali Mas Dimas sendiri yang memintanya." "Lagi pula, tidak ada alasan untukku meminta pisah darinya. Mas Dimas lelaki yang baik hati dan juga tanggung jawab. Aku tidak peduli dengan sikap kalian yang tidak suka denganku atau seenaknya padamu, yang terpenting dalam hidupku adalah Mas Dimas. Mas Dimas, memperlakukan aku dengan baik, menganggap aku ada, menjadikan aku bagian dari hidupku, membuatku menjadi dunianya dan hidupnya itu sudah lebih dari cukup." "Jadi, tidak akan pernah ada alasan untuk aku meminta pisah, sekalipun itu permintaan kalian, atau mungkin permintaan terakhir mama. Aku akan tetap bersama dengan Mas Dimas dalam keadaan apapun, baik itu bahagia, sakit, sedih atau jatuh sekalipun. Aku akan tetap berada disampingnya, menggenggam tangannya untuk kembali bangkit dan naik." "Lagi pula, untuk apa juga aku menuruti permintaan konyol dari Mama? Toh, aku pun tidak akan tinggal selamanya disini. Aku akan memiliki rumah sendiri bersama Mas Dimas, dan kehidupan sendiri tanpa adanya campur tangan dari kalian. Jadi, aku tidak peduli dengan usaha kalian untuk memisahkan kami, karena tidak akan ada yang bisa memisahkan kami terkecuali maut."

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD