Bab 1

1313 Words
Skyla Rosaline Smith bergegas keluar kamarnya di lantai dua, tergesa menuruni tangga. Melewati ruang makan, gadis berusia lima belas tahun itu berhenti. Dilihatnya Bunda masih sibuk membaca koran paginya. Kakinya yang akan melangkah ke luar rumah berbelok menuju ruang makan. "Bunda belum berangkat?" tanya Sky sambil meraih gelas berisi s**u coklat kesukaannya. Meminum s**u itu sampai sisa separuh. Bunda meletakkan korannya, tersenyum pada putri semata wayangnya yang menurutnya akan terlambat sampai ke sekolah kalau tidak berangkat sekarang. "Sebentar lagi. "Bunda melipat korannya. "Kamu belum berangkat, nanti telat lho." Sky kelabakan. Menengok ke jam dinding yang bertengger manis di dinding ruang makan, mata biru itu membulat. Menyambar s**u yang masih tersisa setengah, gadis itu menghabiskannya hingga tandas. Mencium pipi dan punggung tangan kanan Bunda, Sky berjalan tergesa menuju halaman di mana sahabat sejak bayinya sudah menunggu dengan wajah menekuk. "Lo sama bang Jul kompakan banget sih telat hari ini!" Sky meringis mendengar omelan Jesline Carolina Donovan yang sudah duduk manis menunggunya dari tadi. "Sorry." Sky melirik Bang Juan yang duduk di belakang kemudi. Pemuda itu cuma menggeleng mendengar perang kecil adik-adiknya yang sudah jadi rutinitas setiap pagi. "Kalian enak banget ya duduk di belakang." Juan Christian Donovan menatap kedua gadis bermata biru itu melalui spion. "Abang bukan sopir kali." Jesline balas menatap Abangnya dengan memutar bola mata. Bosan dengan pernyataan yang selalu dilontarkan Juan kalau mengantar mereka ke sekolah. "Emang kita berdua muat duduk di depan?" Gadis berambut brown itu mengerucutkan bibirnya. "Sempit." "Abang bukan sopir kita kok." Sky tersenyum. "Kan Abang nggak dibayar." Tawa Jesline seketika pecah mendengar ucapan Sky. Diliriknya Abangnya yang mendengus kesal. "Kenapa?" Sky menatap Jesline yang terus tertawa sambil menusuk-nusuk bahu Juan dari belakang, bingung. Jesline menggeleng, mengusap matanya yang berair sebelum menjawab, "Nggak kenapa-kenapa kok." Tapi Jesline masih terkekeh membuat kerutan di dahi putih Sky terlihat. *** "Good morning, Mi." Ciuman hangat mendarat di pipi kanan seorang wanita cantik yang sedang merapikan meja makan. "Telat as always hm?" Wanita itu melirik manis. Sementara pemuda tampan berambut hitam yang sudah terlihat segar karena baru mandi itu meringis. Meletakkan ransel di kursi sebelahnya, Julian Alexander Donovan menyambar roti tawar yang masih tersisa, mengolesinya dengan selai keju. Meneguk s**u yang memang disediakan wanita cantik yang merupakan wanita yang melahirkannya itu untuknya, Julian segera menghabiskan rotinya. "Masuk siang, Mi." Cassandra Donovan tersenyum penuh arti pada putra keduanya. "Oh ya?" Julian menatap ibunya dengan wajah cemberut, kemudian mengangguk. "Jangan suruh Jesline bangunin July lagi, Mi. Dia rese, nyebelin." "Daripada Mommy suruh Abang kamu yang bangunin...." "No!" potong Julian cepat. "July bisa bangun sendiri." Wajah tampan itu memelas. Cassandra tersenyum, diantara tiga orang anaknya hanya Julian yang agak susah dibangunkan. "Janji ya mulai besok bangun sendiri. Kalo nggak nanti Abang yang bangunin lho." Julian melirik Mommy yang tersenyum menggoda ke arahnya. Pemuda tampan itu mendesah, menyadari sang Mommy yang selalu mengetahui kelemahannya. Dengan tampang ditekuk Julian mengangguk. Sungguh dia tak ikhlas. Tapi daripada dibangunkan Bang Juan yang berarti akan mendapat hujan lokal lebih baik dia mengiyakan kan? Toh bangun sendiri tidak susah. Julian mengembuskan napas kesal. Menghabiskan sarapannya yang bukan lagi sarapan, pemuda itu segera menyambar ransel berniat untuk berangkat sekarang. Sebelum suara Mommy yang alangkah merdunya menginterupsi langkahnya. "Mau kemana?" tegur Cassandra dengan kening mengerut. "Katanya masuk siang." Dengan malas Julian berbalik. "Ada janji sama Rachel, Mi." Mommy manggut-manggut tanda mengerti. "Kunci mobilnya ketinggalan lho, Bang." Wanita itu melirik kunci mobil Julian yang masih tergeletak manis di atas meja makan. Julian menepuk dahinya pelan. "Goooosssshhhh!" Segera pemuda itu mengambil kuncinya, dan... "Aww ampun, Mi." Julian memegangi telinganya yang dijewer Mommy. "Sakit aduh. Lepasin dong, Mi. Merah ntar ni." "Kamu ya, Bang, ya. Berapa kali udah Mommy bilangin jangan mengumpat masih aja!" omel Cassandra gemas dengan kelakuan putranya. Julian meringis. "Iya lepasin dulu tapinya." "Tu mulut minta dilakban apa?" Mommy membelalak gusar. "Nggak lagi, Mi. Janji." Julian mengacungkan dua jarinya membentuk V. "Dari kemaren kamu selalu janji deh, Bang. Tapi nggak pernah kamu tepatin." "Omyyyyy!" Karena Mommy tidak juga melepaskan telinganya, Julian terpaksa mengeluarkan senjata terakhirnya. Sang nenek yang selalu membela cucu-cucunya. "Omy, kuping July mau diputusin Mommy. Tolong July!" teriak Julian memelas sambil terus memegangi telinganya. "Abaangg...!" pekik Cassandra makin kesal. "Kamu ya aww aduh aduh...!" "Lepasin kuping cucu Mama atau kuping kamu yang Mama potong!" Sandra menoleh, mendapati Mitha, Mamanya menatapnya dengan sinar laser yang keluar dari mata tua itu. "Lepasin kuping cucu Mama, Sandra!" Mata tua itu membelalak gusar, membuat Sandra mau tak mau melepaskan telinga Julian. Atau Mamanya yang sudah terkenal dengan kegalakannya ke seantero komplek benar-benar memotong telinganya. "Punya anak tukang ngadu!" sungut Sandra sambil melepaskan telinga Julian. Pemuda tampan itu meringis. "Sorry, Mi. July nggak maksud ngadu kok." Julian mengusap-usap telinganya yang memerah. "Tapi telinga July perih." "Masih merah nggak, Sayang?" Omy memeriksa telinga cucunya. "Omy obatin ya." "Nggak perlu, Omy." Julian menggeleng cepat. "Mau ke kampus." "Tadi katanya mau ketemu Rachel." Sandra bersedekap. "Plin-plan kamu, Bang." "Sandra!" Sandra meringis melihat pelototan mata Ibu Suri. "Ketemu Rachel di kampus, Mi." Julian segera mengambil tangan Mommy, menciumnya. Begitu juga tangan Omy. "July berangkat." *** "Tumben baru nongol, Jul." "Nama gue Julian, b**o! Bukan Panjul. Seenaknya aja ganti-ganti nama orang." Atta melongo mendengarnya. Kening pemuda itu mengerut bingung. "Siapa yang ganti nama lu?" Julian menatap sahabat sejak lahirnya itu datar. "Justru karena nama lu Julian gue panggil Jul." "Astagaaa!" Julian mengacak rambut hitamnya frustasi. "Julian bukan Panjul." "Gue nggak manggil lu Panjul, Oon!" Alfian Pranatha Siregar bersikeras. "Jul singkatan dari Julian." "Ogaahhh!" Julian bergidik ngeri. "Julian pokoknya bukan cuma Jul." "Bodo!" Atta menjulurkan lidahnya. "Kurang kerjaan banget gue ngeributin nama lu. Unfaedah tau nggak?!" Julian melotot. "Biasanya juga lu dipanggil July." Atta terbahak setelahnya, membuat Julian mendelik jengkel. Sudah di rumah kena jewer, di kampus ketemu dedemit lagi. Apa tidak cukup mereka bertemu di rumah saja? "Anting baru?" Atta menyentuh telinga Julian yang tadi kena jewer. "Sakit, b**o!" Julian membelalak kesal. Sementara Atta kembali tertawa. Julian semakin jengkel, dia tahu kalau Atta cuma mengerjainya. Sahabatnya itu hanya ingin memperparah perih di telinganya saja. Sepertinya Atta sudah menyadari hukuman Julian tadi pagi. "Pasti lu ngumpat lagi. Mampus!" Tawa masih setia mengiringi setiap perkataan Atta. "Tiap hari aja lu ngumpat, biar Mami Sandra jewer lu tiap hari juga. Biar lama-lama putus tu kuping." "Bangke!" Julian memukul kepala Atta dengan buku pelajaran yang tadi dipegang pemuda itu. "Seneng bener lu gue disiksa." "Gue aduin ke Mami Sandra nih kalo lu ngumpat lagi!" ancam Atta. "Damn!" "July, gue bisa telpon Mami Sandra sekarang lho." Atta menaik-turunkan alisnya dengan ibu jari yang siap memencet tombol berwarna hijau di ponselnya untuk menghubungi Mami-nya Julian. Julian mengepalkan tangannya, memukulkannya ke udara. f**k! makinya tanpa suara. *** "Hallo, masa depan gue. Apa kabar?" Sky dan Jesline menoleh, mendapati Edo, teman sekelas mereka berlari kecil ke arah mereka. "Mau ngapain lo?" tanya Jesline galak. Gadis berambut coklat keemasan itu sudah tau maksud Edo. Pasti mau menggoda Sky lagi. Hampir sesekolahan tahu kalau Alfredo Santana menyukai Sky. "Galak banget sih, Jes!" Edo cengengesan. Jesline selain cantik juga judes. "Gue cuma mau nyapa calon istri gue juga." "Dih najis! Ya kan, Sky?" Sky hanya menatap bingung ke arah Jesline yang juga menatapnya. Tidak mengerti arah pembicaraan dua makhluk di depannya. "Sky calon kakak ipar gue. Ngapain lo dekat-dekat?" Jesline berkacak pinggang. Edo mengusap tengkuknya. "Nggak boleh galak-galak, Jes. Ntar..." "Emang ada peraturan gitu nggak boleh galak?" Jesline mengangkat sebelah alis tebalnya. "Ada." "Sapa yang bikin?" "Gue ntar!" Dan tawa Edo pecah dengan kerasnya. Membuat Jesline semakin kesal dengan teman sekelasnya yang menurutnya sinting itu. Ingin rasanya mencakar muka sok kegantengan Edo, agar pemuda itu tidak mencari perhatian Sky lagi. Sky kan calon kakak iparnya. Tidak ada yang boleh mengganggu Sky sedikit pun. Jesline menatap Sky yang masih berdiri di sampingnya. Sementara Edo sudah meninggalkan mereka setelah terbahak tadi. "Ke kelas yuk, Sky." Sky hanya mengangguk, mengikuti Jesline menuju kelas mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD