Langkah terakhir

450 Words
BAB 39 – LANGKAH TERAKHIR SEBELUM PERANG Serangan Tanpa Peringatan Pagi itu, Grayson berdiri di ruang kantornya yang luas dengan pemandangan New York di belakangnya. Kopi hitam di tangannya sudah mendingin, tetapi pikirannya masih sibuk menganalisis setiap kemungkinan gerakan Liam. Lucas masuk dengan ekspresi serius. "Kita punya masalah." Grayson menoleh tajam. "Apa?" Lucas meletakkan tablet di meja Grayson dan menampilkan rekaman CCTV dari salah satu butik Exelina. Tiga orang bertopeng masuk, menghancurkan barang-barang mewah, dan meninggalkan pesan di dinding dengan cat semprot merah: "SAY GOODBYE, EXELINA." Grayson mengepalkan tangannya. Matanya menjadi lebih gelap, lebih berbahaya. "Liam sudah menyentuh garis batasku," gumamnya dingin. Lucas mengangguk. "Ini bukan hanya ancaman. Ini pernyataan perang." Grayson menatap layar itu untuk beberapa detik lagi sebelum berbicara dengan nada tajam. "Hubungi tim keamanan. Perketat penjagaan di sekitar Exelina. Aku ingin tahu siapa dalang di balik ini dalam dua jam." Lucas langsung mengangguk dan keluar. Grayson menarik napas dalam, berusaha meredam amarah yang mendidih dalam dirinya. Tapi satu hal yang pasti—Liam tidak akan bisa lari kali ini. --- Exelina dalam Bahaya Sementara itu, Exelina sedang berada di showroom eksklusifnya di Milan, memeriksa koleksi terbaru untuk peragaan busana mendatang. Ia belum tahu tentang serangan di butiknya di New York. Ketika asistennya, Sofia, masuk dengan wajah panik, Exelina langsung menyadari ada sesuatu yang salah. "Exelina… ada berita buruk." Exelina mengangkat alis. "Apa yang terjadi?" Sofia menunjukkan ponselnya, memperlihatkan berita utama di berbagai media online. > "Butik eksklusif milik Exelina Gladhine di New York diserang! Pelaku meninggalkan pesan misterius. Apakah ini serangan pribadi?" Exelina membeku sejenak sebelum mengambil ponsel pribadinya dan menghubungi Grayson. Pria itu mengangkat dalam satu dering. "Kau baik-baik saja?" "Aku baru saja melihat beritanya," suara Exelina tenang, tetapi ada ketegangan dalam nadanya. "Apa ini ulah Liam?" Grayson menghela napas pendek. "Kemungkinan besar. Aku sudah mengirim orang untuk menangani ini. Kau harus tetap di Milan untuk sementara." Exelina mengepalkan tangannya. "Aku tidak suka bersembunyi, Grayson." "Ini bukan tentang bersembunyi, Nonaku," suara Grayson lebih lembut tetapi tetap penuh otoritas. "Ini tentang menunggu saat yang tepat untuk membalas." Exelina terdiam sejenak sebelum akhirnya mengalah. "Baiklah. Tapi aku ingin tahu setiap perkembangan terbaru." "Tentu saja, sayang," jawab Grayson. Saat panggilan berakhir, Exelina menatap pantulan dirinya di cermin showroom. Ia bukan wanita yang mudah ditaklukkan. Dan jika Liam berpikir ia hanya akan diam, dia salah besar. --- Liam yang Semakin Berani Di tempat lain, Liam duduk di sebuah villa mewah dengan pemandangan laut. Ia menyesap sampanye sambil tersenyum puas melihat berita tentang butik Exelina. Seorang anak buahnya mendekat. "Grayson sudah mulai bergerak. Apa langkah selanjutnya?" Liam tersenyum licik. "Kita buat dia semakin marah." Matanya menyala dengan obsesi. "Sudah waktunya Exelina tahu siapa yang benar-benar memiliki kendali." --- TO BE CONTINUED…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD