BAB 23 – TAK ADA TEMPAT UNTUK MELARIKAN DIRI
Malam telah larut ketika limusin mereka tiba di penthouse mewah Grayson di pusat kota Milan. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Grayson keluar lebih dulu, membuka pintu untuk Exelina.
Dia melangkah keluar dengan anggun, tetapi ekspresi di wajahnya menunjukkan bahwa pikirannya masih berkecamuk.
Begitu mereka masuk ke dalam penthouse, Grayson menutup pintu dengan sedikit lebih keras dari biasanya.
Exelina bersedekap, menatapnya. “Kau terlalu bereaksi berlebihan, Grayson.”
Pria itu berjalan mendekat, mengunci tatapannya. "Aku tidak bereaksi berlebihan. Aku hanya tidak suka ketika seseorang mencoba mengambil yang menjadi milikku."
Exelina menghela napas, melangkah ke bar kecil di sudut ruangan, menuangkan segelas anggur merah untuk dirinya sendiri. “Liam hanya bermain-main.”
Grayson menyeringai dingin. "Dia bermain-main dengan api, dan aku akan memastikan dia terbakar."
Exelina meneguk anggurnya perlahan, lalu berjalan ke arahnya. "Dan bagaimana jika aku yang membiarkannya?"
Mata Grayson berubah gelap dalam sekejap. Dalam satu langkah panjang, dia sudah berada tepat di hadapan Exelina.
"Kau tidak akan." Suaranya rendah, tajam, berbahaya.
Exelina mendongak, menantangnya. "Bagaimana kau bisa begitu yakin?"
Sebuah senyum kecil muncul di wajah Grayson. Dengan gerakan cepat, dia meraih pinggang Exelina, menariknya hingga tubuh mereka hanya berjarak beberapa inci.
"Karena aku tahu bagaimana caranya membuatmu tetap di sisiku."
Exelina merasakan napasnya tercekat sejenak, tetapi ia tidak menunjukkan kelemahannya. Dia menatap langsung ke mata Grayson, menelusuri setiap garis tajam di wajahnya.
"Kau tidak bisa memaksaku, Grayson."
Grayson menurunkan wajahnya, bibirnya hampir menyentuh telinganya. "Aku tidak perlu memaksamu, Sayang. Aku hanya perlu mengingatkanmu... bahwa kau tidak akan pernah menemukan seseorang yang bisa membuatmu merasa seperti aku membuatmu merasa."
Exelina mengepalkan tangannya, mencoba menahan sesuatu yang mulai membakar dirinya dari dalam.
Grayson menatapnya dengan intens. "Katakan kau tidak menginginkanku, dan aku akan melepaskanmu sekarang juga."
Hening.
Exelina tahu dia seharusnya mengatakannya. Seharusnya mendorong pria itu menjauh. Tetapi yang keluar dari bibirnya hanyalah napas yang tidak stabil.
Senyuman Grayson semakin dalam. "That’s what I thought."
Dengan satu gerakan, dia menarik Exelina ke dalam pelukannya, menyatakan kepemilikannya tanpa kata-kata.
Dan malam itu, tak ada tempat bagi Exelina untuk melarikan diri.
---
Sementara Itu – Markas Liam
Liam duduk di sofa kulitnya, segelas whiskey di tangannya, matanya menatap foto-foto di layar besar.
Exelina dan Grayson.
Di pesta. Di mobil. Dan terakhir… di penthouse.
"Mereka semakin dekat," suara seorang pria di sudut ruangan berbicara.
Liam menyeringai, menyesap whiskey-nya. "Bagus. Semakin dekat mereka, semakin sakit ketika aku menghancurkan mereka."
Pria itu mengangguk. "Apa langkah selanjutnya?"
Liam melemparkan sebuah amplop ke meja. "Bocorkan informasi ini ke media. Biarkan dunia tahu siapa sebenarnya Exelina Gladhine."
Pria itu membuka amplopnya, matanya membelalak. "Ini akan menghancurkannya."
Liam menyandarkan tubuhnya, matanya bersinar penuh niat. "Exactly."
Dan dalam waktu kurang dari 24 jam, dunia akan tahu masa lalu Exelina yang selama ini ia sembunyikan.
---
TO BE CONTINUED…