*Membaca Al-Qur'an lebih utama*
Di kediaman Niswah sendiri terjadi kekacauan akibat ulah dari seorang Rian, ia seperti kehilang sesuatu yang sangat penting sampai menyibukkan orang lain, tak jarang tamu undangan yang sama sekali tidak ia kenal pun, ikut ia sibukkan dengan masalahnya.
"Kamu cari apa sih, Rian?" Tanya Lukman yang gemas melihat tingkah absurd Rian. Bukan apa-apa, tapi ia merasa malu sekarang, di acara nikahan orang tapi mereka menarik perhatian semua tamu undangan yang seharusnya memperhatikan pengantin, jangan lupakan tatapan tajam Hafidz yang seakan menguliti mereka hidup-hidup dari atas pelaminan.
"Aduh, diem kamu, Lukman. Kalau tidak mau bantu ya sudah," ucap Rian yang masih terus asyik mencari sesuatu, bahkan sampai melihat ke kolong meja tamu.
"Heh, gimana aku mau bantu, tau aja gak, apa yang kamu cari."
Rian seketika mendelik kesal, sahabat satunya ini sangat bodoh ternyata, hampir mendekati i***t, kalau tidak tau ia sedang mencari apa, lantas mengapa ia ikut berputar-putar bersamanya? Astaga, di mana lagi ia harus mencari sahabat se bodoh Lukman.
"Terus, dari tadi kamu ngikuti aku mulu itu ngapain?"
"Yah, aku penasaran aja, mana tau kamu sedang cari harta Karun, kan lumayan kelimpahan 70%, " jawaban Lukman membuat tensi darah Rian naik seketika, temannya ini kalau sudah eror yah begini, padahal biasanya kalem. Di mana-mana yang mendapatkan itu lebih banyak bagian nya, lah ini? Malah dia yang cuma bantu ngekor doang dapet 70%, pembagian dengan metode apa seperti itu?
Karena enggan berurusan kembali dengan Lukman, Rian langsung meninggalkan lukman yang masih berdiri melihatnya seperti orang bodoh.
"Rian, serius aku tanya, kamu cari apa sih? Sampai heboh begini."
"Aku lagi cari kurcaci, Lukman, kurcaci."
Lukman mendelik kaget, lalu tak lama ia langsung panik dan berseru keras.
"SERIUS? DIMANA ADA KURCACI? DIMANA? BERARTI ADA PUTRI SALJU KAN?"
plak!!
Sungguh demi apapun, Rian lelah melihat tingkah Lukman, ia hanya perlu mencari kurcaci nya yang hilang, kemana gadis kerdil itu pergi? Apa jangan-jangan menghilang? Atau Nabila adalah sejenis kuyang? Kok jadi seram.
"Kenapa kamu tampar aku?"
"Bukan kurcaci di putri salju, ini kurcaci dari negeri entah barantah."
Lukman mengernyit pelan, negeri entah berantah itu ada di bumi bagian mana? Planet mana? Ini Rian semakin hari semakin gila saja.
"Dah, jangan dipikirkan, otak kecilmu itu gak akan muat buat nampungnya."
Sialan memang Rian ini, semakin hari semakin menjadi tingkahnya. Lukman hanya bisa mendesis tidak suka, ia sudah malas berurusan lagi dengan makhluk spesies Rian.
"Ist, dimana sih itu kurcaci, ya kali tiba-tiba langsung hilang."
Rian masih sibuk melihat ke setiap kolong meja, yang kadang membuat beberapa tamu menatapnya aneh dan kesal, Lukman sendiri sudah meringis malu, apalagi dengan tatapan laser yang di tujukan oleh sang empu acara, Hafidz. Tatapan laki-laki yang baru menyandang status baru sebagai suami orang itu tengah menatap keduanya dari atas pelaminan, dengan wajah yang sangat tidak bersahabat, ia seakan tengah menguliti tubuhnya dengan Rian, sedangkan Rian sama sekali tidak peduli dengan tatapan Hafidz dan gerutuan tamu undangan.
"Rian, kurcaci yang kamu maksud itu manusia, kan?"
Rian dengan polos menganggukkan kepalanya. " Iya, manusia lah, kamu pikir apa?" ucap Rian nyolot.
"Biasa aja, Bambang. Lagian kalau dia manusia, ngapain kamu cari sampai kolong meja?"
"Eh, iya juga, kok kamu gak bilang dari tadi, sengaja pasti." Tuduh Rian dengan menunjuk wajah Lukman menggunakan jari tengahnya. Lukman yang menyadari itu langsung menggeplak kepalanya keras.
"Jarinya mau dipotong, Mas?" Rian bergidik ngeri, membayangkan jika jarinya dipotong kok serem banget.
Rasanya Lukman ingin membawa Rian ke danau Toba, lalu menenggelamkannya disana. Sedari tadi laki-laki ini sibuk memeriksa setiap kolong meja tamu, tanpa bertanya kepadanya. Sekarang yang bodoh dirinya atau Rian? Kenapa ia merasa ikut berperilaku seperti orang i***t.
"Sudahlah, terserah kamu."
Dengan tatapan penuh tanda tanya, Rian menatap kepergian Lukman yang tampak menghampiri sang istri, sekarang tinggal dirinya yang harus berjuang menemukan makhluk mungil yang bernama Nabila itu.
Alasan Rian mencari Nabila? Jangan tanya itu, karena Rian sendiri juga bingung dengan tingkah nya kali ini.
Mata Rian mengedar ke seluruh ruangan. Namun tetap saja, tidak ada kurcaci lewat. Dengan lesu ia menghampiri Hafidh yang sedang berada di pelaminan, bahkan sekarang dirinya menjadi pusat perhatian, karena dengan santai lewat padahal kameramen sudah mengatur sedemikian rupa agar Hafidz dan Niswah foto di pelaminan.
Hafidz memejamkan matanya menahan amarah, sedangkan Niswah yang berada di sebelah Hafidz y hanya menatap geli Rian. Laki-laki yang memakai batik yang sama dengan teman-teman suaminya ini sangat bar-bar dan tidak tau malu, eh; maksdunya tipe orang yang masa bodo dengan pendapat orang lain.
"Ngapain naik ke pelaminan?" Tanya Hafidz begitu Rian sampai ke pelaminan. Rian sendiri tidak menghiraukan pertanyaan Hafidh ia malah menatap istri dari sahabatnya itu.
"Kamu temen nya kurcaci, Kan?" Niswah mengerut tidak mengerti, kurcaci? Sejak kapan ia punya teman kurcaci?
"Kurcaci? Maksudnya apa yah, Mas?" Tanya Niswah dengan heran. Hafidz menahan tawanya begitu melihat wajah gadis yang baru saja menyandang sebagai istrinya itu terlihat kebingungan.
"Iya, kurcaci. Masa mba nya gak tau." Sungut Rian kesal, kenapa semua orang tidak tau sih, siapa yang ia maksud sebagai kurcaci itu.
Niswah menatap Hafidz dengan penuh tanya, sebenarnya sahabat suaminya ini waras atau tidak sih? Kok meresahkan banget tingkahnya. Lihat saja, dengan tidak tau malunya ia bertahan di pelaminan, padahal kameramen sudah menyuruh Rian menepi.
"Bang, bisa geser gak? Aku mau foto pengantinnya ini."
Rian menatap kameramen itu tajam. "Lah kok ngamok? Selo lah kau," balas Rian dengan logat Medan yang dibuat-buat.
Orang tua Hafidz hanya bisa tertawa di pinggir pelaminan. Mereka sudah paham karakter Rian yang sedikit kurang waras itu. Jadi tidak heran lagi jika tingkah pemuda itu sudah kumat.
"Kira-kira, rumah kurcaci itu di mana yah, Mba?"
"Mas, kurcaci itu siapa? Niswah gak tau."
Rian membulatkan matanya terkejut. "Wah wah... Gila istrimu, Fidz. Masa sama kawan sendiri gak tau. Gak setia kawan banget."
Niswah hanya diam, tidak mau meladeni tingkah sahabat suaminya lagi, lagian ia tidak terlalu mengenal pemuda itu kecuali Lukman yang memang beberapa kali bertemu dengannya.
Niswah mengedarkan pandangannya mencari sang sahabat yang tidak tau entah di mana, ke khawatiran nya mendadak muncul, begitu melihat ayah dan Abang sahabatnya hadir dalam pernikahannya. Keluarga Nabila menang sengaja diundang oleh orang tuanya, karena beliau merupakan rekan bisnis keluarganya.
"Emmm, Mas. Ada nampak Nabila gak?"
Belum sempat Hafidz menanggapi istrinya. Suara Rian sudah terlebih dahulu membuat mereka semua terkejut.
"NAH! ITU DIA, ITU YANG AKU CARI, KURCACI."
Niswah semakin menatap Rian dengan ngeri, kurcaci? Berarti sedari tadi yang dimaksud kurcaci itu Nabila?
Niswah langsung memberengut kesal begitu menyadari jika sahabatnya di sebut Kurcaci oleh Rian.
"Mending turun Rian, sebelum singa betina ngamuk," ucap Hafidz dengan pelan. Rian yang tidak mengerti dengan ucapan Hafidz mengerutkan dahinya heran.
Hafidz berdecak pelan, begitu menyadari sahabatnya tidak paham dengan apa yang ia maksud. "Cepet pergi Rian, sebelum singa betina di samping ku ngamuk."
Dengan cepat Rian melihat ke arah Niswah yang menatapnya penuh permusuhan, dirinya dengan cengegesan langsung turun, membuat kameramen lega seketika, setidaknya hama pengganggu ke uwuan pengantin baru sudah lenyap.
Rian yang masih penasaran dengan apa yang terjadi terhadap kurcaci itu. Hingga matanya dapat menangkap seseorang yang pernah ia lihat sedang bersama dengan Nabila si kurcaci.
Apa itu termasuk sugar Daddy nya Nabila? Tapi kan tidak mungkin. Nabila terlihat alim seperti istrinya hafidz. Masa iya mencari sugar Daddy?
Akhirnya, karena lelah mencari Nabila tidak ketemu, Rian mengambil piring dan juga lauk pauk yang tersedi, menyantapnya dalam diam. Sambil terus berfikir keberadaan dari si kurcaci.
"Rian, ketemu gak kurcaci?" Lukman menatap Rian dengan penuh tanya. Rian yang sedang menyantap makanannya melihat ke arah Lukman dengan tajam.
"Diem, aku mau makan."
Lukman langsung menutup mulutnya rapat, sambil memangku buah hatinya yang baru berusia 2 tahun. Memang di antara mereka bertiga yang sudah menikah duluan itu Lukman, hasil dari perjodohan juga. Dan sekarang menyusul Hafidz yang juga hasil perjodohan kedua orang tuanya.
"Mana binimu, Man?" Lukman mengangkat pandangannya, lalu menunjuk ke arah seorang wanita yang memakai pakaian modis dan sedang bercanda dengan umminya Niswah.
"Bini kau kenal sama mamaknya istri Hafidz?"
"Kenal lah, orang mamak Niswah itu tetangga bini aku dulu."
Rian menatap Lukman dengan terkejut. "Berarti bini kau kawan mainnya Niswah?"
"Bisa jadi, cuma katanya sih, Niswah pindah ke Bandung pas lagi di dalam perut umminya."
Plak!
"b**o!" Sentak Rian dengan keras.
Gimana bisa jadi teman main bini Lukman, sedangkan Niswah sendiri belum lahir, memang kawannya ini agak kurang kewarasannya sedikit.
Lukman terkekeh pelan sambil mengusap kepalanya yang habis kena tamparan dari Rian. Ia menatap Rian yang terlihat sangat lahap.
"Segitu kelaperannya sampe kayak orang gak makan sepuluh hari."
"Mencari kurcaci butuh tenaga, Bos."
Lukman hanya tertawa, lalu matanya jatuh kepada Hafidz yang tersenyum sumringah di samping istrinya. Lukman berharap, senyum Hafidz bukan senyuman terpaksa akan pernikahannya.
"Hafidz kayak bahagia gitu? Atau sedang berusaha bahagia?" Celetuk Rian dari sampingnya yang juga ikut memandangi dua orang di pelaminan.
"Doain aja yang baik-baik. Lagian Hafidz gak sebrengsek itu buat nyakitin Niswah yang lemah lembut."
"Bisa aja sih, kalau si masa lalu balik lagi."
Lukman tidak menjawab, dirinya fokus dengan sang putri yang terlihat sudah mengantuk dengan mata satunya. Namun tanpa dosa, Rian dengan usilnya mencubit pipi sang anak. Otomatis, putrinya terbangun dan menangis keras, mengundang tatapan beberapa orang yang memandang ketiganya dengan geli.
"Rian anjim. Bangke memang." Lukman langsung berdiri menghampiri istrinya yang juga tengah menatap dirinya dengan bingung.
"Itu yang, Rian yang buat nangis adek."
Istri Lukman yang menang sejenis wanita lemah lembut hanya tersenyum dan mengambil alih anaknya. Lukman memutuskan untuk kembali ke Rian.
"Aku lihat-lihat, cantik juga bini Hafidz, manis gitu."
"Heh, bini orang gak boleh dipandangi gitu."
Rian memberikan Lukman pelototan tajam. Dikira dirinya mau jadi pebinor apa? Kan tidak ada salahnya memuji istri dari sahabat sendiri. Belum tentu dirinya jatuh cinta juga. Walaupun rada-rada stres, dirinya masih cukup waras untuk mencintai istri orang.
Rian meletakkan piringnya yang telah kosong, lalu berdiri meninggalkan lukman tanpa banyak kata.
"Heh, mau ke mana?"
"Mau cari kurcaci yang hilang, kasian, nanti tersesat."
Lukman hanya bisa menghela nafas lelah, dirinya sama sekali tidak tau kurcaci yang dimaksud oleh Rian itu siapa dan bagaimana bentuknya.