Bab 4 : Pernikahan Niswah

1556 Words
*Membaca Al-Qur'an lebih utama* Nabila merenggangkan kedua tangannya ke atas, akhirnya selama lebih dari 1 jam ia berkutat dengan benda persegi bernama laptop, ia selesai juga mengerjakan tugas dari dosen pencabut nyawa. Dan masih ada satu jam lagi waktunya untuk beristirahat, sebelum masuk kerja. Tiba-tiba, kejadian yang menimpa nya tadi mengusik pikirannya, ada banyak sekali pertanyaan yang hinggap di otak cerdiknya, bagaimana bisa sang Abi tau permasalahan tentang UKT? Tidak mungkin pihak kampus langsung memanggil orang tua tanpa pemberitahuan kepada Nabila sebelumnya, ada yang janggal, dan Nabila rasa ada campur tangan orang lain disini. Akh, sudahlah. Masalah Abi akan ia urus nanti, yang terpenting sekarang, bagaiman caranya ia mengembalikan uang Abinya yang digunakan untuk membayar uang kuliah? Mengingat itu, Nabila langsung bergegas menuju cafe tempat kerja, dengan menaiki motor miliknya sendiri yang ia beli dari hasil menabung kurang lebih 5 tahun. Nabila melaju dengan kecepatan sedang, di sepanjang jalan ia selalu mengingat masalah tadi, melihat kemarahan pria paruh baya itu membuat hatinya berkali-kali di remas dengan kuat. Ia selalu dihantui rasa bersalah, seharusnya Abi tidak sendiri, seharusnya ummi masih bersama Abinya, tapi karena dia, sang ummi harus meninggalkan Abi dan semua orang yang ia sayangi, jika tau begini, kenapa tidak Nabila saja yang pergi waktu itu? tidak apa-apa, karena ia hanya anak bayi polos yang masih belum tau tentang kejamnya dunia. Mengingat masa kecilnya, Nabila hanya tertawa miris, bagaimana tidak! Disaat anak lain memiliki kasih sayang yang melimpah ruah, ia malah harus sabar menjadi pelampiasan kemarahan Abinya, tak jarang ikat pinggang meluncur bebas di tubuh mungilnya saat itu, kalimat-kalimat kasar bahkan bukan hal tabu yang ia dengar, dan juga makian sang Abi ibaratkan asupan vitaminya setiap hari. Pernah ia marah? Tidak, ia tidak pernah sekalipun marah kepada Abinya, karna ia tau itu salah satu cara Abinya menunjukkan kasih sayang, ia juga tau, Abinya butuh tempat untuk melampiaskan kesepiannya, walaupun pelampiasan dengan bentuk yang berbeda. Disaat anak lain bisa merayakan ulang tahun dengan mewah dan megah, ia hanya bisa merayakan dengan tangis dan jerit kesakitan. Bukan ia tak pernah mempertanyakan sikap sang Abi, ia sudah pernah bertanya sebelumnya, tapi Abi hanya menjawab bahwa, ia anak siap yang tidak tau diri. Rasanya ia ingin berteriak, bahwa Nabila butuh kasih sayang Abi, Nabila butuh dekapan sosok Abi seperti yang didapatkan anak lain, tapi sejauh ini, jangankan pelukan, senyuman hangat saja tidak pernah Abi berikan. Nabila yang sedang membawa motor hanya bisa membatin pilu, sampai kapan kehidupannya seperti ini? Rasanya ia sudah lelah. Setelah menempuh waktu 25 menit, Nabila sampai di tempat ia bekerja paruh waktu. Beberapa rekan nya terlihat sibuk melayani pengunjung. "Bil, baru Dateng?" Tanya Rio yang kebetulan sedang menjaga kasir. Nabila mengangguk dan tersenyum, lalu menuju loker tempat ia menaruh seragam kerja. Segera ia membantu rekan kerjanya, beberapa pelanggan nampak sangat menikmati menu yang telah dipesan, hingga satu pesanan yang membuat ia ketar ketir sendiri ketika melihat siapa yang ada di meja pesanan tersebut. "Hay kurcaci bar-bar, Kita bertemu lagi!" Ucap laki-laki tersebut dengan nada penuh menyindir. Siapa lagi laki-laki nyinyir yang hobby ganti nama orang kalau tidak Rian. Nabila hanya diam, dalam hatinya ia ingin sekali menyiramkan es kosong ini ke hadapan Rian. Satu hal yang Nabila tau, sepertinya Rian adalah laki-laki pecinta es kosong, atau mungkin Rian adalah orang kere yang ngaku kaya? Akh sudah! Nabila pusing. Nabila langsung berbalik setelah meletakkan pesanan Rian di meja. Hingga tarikan di kerah bajunya membuat ia terpaksa mundur dan sedikit tercekik. "Ih lepas, dikira saya ini kucing apa? Main tarik begini." "Bukan kucing, tapi singa betina kamu mah, kucing terlalu imut buat gadis bar-bar tapi pendek seperti kamu," ucap Rian dengan masih menarik kerah baju Nabila tanpa dosa. Nabila yang mulai sadar ia menjadi bahan perhatian orang langsung diam dan tidak berontak lagi, membuat Rian yang melihatnya juga bingung, namun setelah tau mengapa gadis kurcaci ini diam, ia langsung menarik Nabila keluar dari dalam cafe. "Astaga, mas saya mau dibawa kemana?" "Mau dibawa kemana, hubungan kita?" Rian menjawab pertanyaan Nabila dengan bernyanyi dan tetap menarik gadis itu seperti menarik kucing peliharaan Lukman. Nabila semakin panik ketika melihat Rian membawanya ke parkiran cafe. "Mas, mas mau ngapain? Jangan macem-macem yah," ancam Nabila, namun rian hanya menyediakan bahu tanda tidak peduli. Ada untungnya juga tadi ia mampir ke kafe itu, ia bisa melihat kurcaci yang dengan tidak sopan menimpuk kepalanya dengan sepatu tadi. "Tanggung jawab kamu." Tunjuk Rian dengan wajah menuntut. Nabila yang melihatnya pun sedikit bingung, Rian seperti wanita yang menuntut sang pacar untuk tanggung jawab. "Tanggung jawab apa? Dikira saya hamili mas apa? Sana minta tanggung jawab sama cewek yang jadi mamak dari anak mas." Jawab Nabila seenaknya. Membuat Rian yang mendengar kan langsung melotot tanda tidak terima. Gadis ini ternyata sangat pandai memancing emosi orang, ingin sekali ia memutilasi kurcaci ini lalu ia buang disungai sss, biar bertemu ikan piranha sekalian. "Heh, sembarangan aja kalo ngomong, minta di ruqyah, yah?" "Yah terus kenapa saya ditarik gini ,Mas. saya masih kerja loh, nanti bos saya marah. Mas, mau tanggung jawab?" "Buat apa? Bukan urusan saya. Eh ngomong-ngomong, kamu tadi kenapa berantem sama bapak-bapak, wah!!! Saya tau nih.." Nabila langsung melotot kaget, jangan bilang Rian juga ada di parkiran itu selain dosen dan Abinya tadi. Mampus ini mah, jangan sempat laki-laki jadi-jadian ini tau permasalahan nya. "A-apa, gak ada kok!" "Yakin? Kok tadi aku lihat yah, atau jangan-jangan kamu simpanan bapak-bapak itu yah?" Nabila yang mendengar itu sontak menendang tukang kering Rian, dan meninju tengkuk laki-laki itu, membuat Rian yang mendapat serangan dadakan belum siap menerima serangan itu. Bugh!! Plak! "Awsss... Ya Allah, udah woy, udah." Nabila tidak menghiraukan teriakan Rian, ia masih terus mengajar tanpa sadar aksinya menjadi tontonan orang disekitar mereka. "Ya Allah, encok dah nih semua badan, tanggung jawab elu, WOY KURCACI!" ucap Rian setelah Nabila berhanti memukulinya secara brutal tadi, jujur saja, meskipun badan Nabila tergolong mungil, tapi tenaganya seperti kuli bangunan. Abuigile, dimana harga diriku ya Allah, masa KO dihajar kurcaci. Nabila langsung masuk kembali kedalam kafe dan langsung mendapat tatapan heran dari rekan kerjanya, terutama Rio yang tengah melongo melihat aksi gadis mungil di depannya. "Mingkem Yo, banyak lalat, takut lalatnya pingsan cium nafas kamu." Rio yang mendengar celetukan Nabila langsung menggeplak pelan kepala Nabila, gadis ini, ngomong terkadang tidak di filter, minta di cuci juga tuh mulut. Rian yang melihat Nabila telah pergi pun menyusul gadis kurcaci tersebut. "Woy, kurcaci bar-bar, sini gak kamu!" Nabila sama sekali tidak menghiraukan panggilan Rian, ia sibuk beraktifitas di dapur, sampah Rian sendiri lelah menunggu Nabila keluar dan akhirnya memutuskan pulang ke rumah, untuk bersiap acara pernikahan sahabatnya besok. ---------- Nabila tengah bersiap dirumahnya untuk ke rumah Niswah, acara pernikahan akan di gelar esok, dan ia memutuskan datang malam ini untuk membantu dan atas perintah dari Niswah juga. Akh! Sahabatnya akan menikah, ia kapan yah? Kira-kira jodohnya seganteng Lee Minho gak? Atau se-keren Shawn mendes? Haduh, halu Nabila semakin menjadi sepertinya. Dengan membawa perlengkapan nya besok, Nabila langsung menuju kerumah Niswah dengan menggunakan sepeda motornya. Hingga sampai ia di sebuah rumah minimalis yang sudah disulap denha sangat indah sekali, konsep pernikahan serba putih sangat menggambarkan ke-sakralan acara besok, beberapa papan bunga ucapan selamat juga sudah bertengger di jalanan menuju rumah Niswah, bahkan kini rumah Niswah sudah penuh dengan sanak saudara yang datang. Nabila bertemu dengan kakak ipar Niswah, yaitu kak Icha, istri dari bang Naufal, ia langsung menghampiri dan memeluk singkat wanita anggun itu, lalu Ucha mengantarkan ia langsung ke kamar Niswah. Begitu masuk ke dalam kamar, Nabila langsung takjub melihat dekorasi yang menarik dengan nuansa pengantin, meski nanti acara resepsi akan di gelar di sebuah ballroom hotel, tapi rumah Niswah tetap elegant dengan hiasan-hiasan pernah pernik pernikahan. Niswah yang melihat sahabatnya datang langsung memeluk Nabila, sudah 2 hari ia tidak bertemu Nabila, dan rasanya sangat rindu. "Masyaallah, akhirnya kamu datang juga Bil, aku fikir gak Dateng." Nabila terkekeh pelan melihat raut wajah sahabatnya yang terlibat sangat gembira. "Kan aku udah janji, masa gak Dateng, lagian aku pengen tidur bareng kamu tau, besok kalau udah jadi bini orang mana mungkin bisa tidur sama aku." "Iya juga yah, yaudah sini duduk, kamu pasti capek kan perjalanan jauh, harus lewati tanjakan turunan, tikungan, kanan-kiri, lubang lagi, belum lagi tuh lampu merah." "Iya jauh, sampai-sampai harus memesan tiket 2 bulan sebelum keberangkatan. " Mereka berdua tertawa bersama, mungkin moment ini tidak akan terjadi lagi jika Niswah sudah menikah, duh Gusti, sahabatnya sudah menikah, kenapa ia masih betah menjomblo. "Deg-degan gak, Nis?" Niswah menggeleng, Nabila memandang sahabatnya heran, gelengan itu artinya apa? "Geleng? Berarti enggak deg-degan?" "Gak tau, rasanya nanonano. Mana pernah aku mikir bakal nikah sama dosen sendiri, apalagi dosen itu pak Hafidz." "Emang kenapa sih kalau pak Hafidz? Kan lumayan, orangnya ramah, gak kayak pak Izrail." Niswah mengerutkan dahinya heran, Izrail? Dosennya yang mana itu? Seingat dirinya, di fakultas mereka tidak ada yang namanya Izrail? Nabil menyadari raut wajah keheranan milik Niswah, namun ia tidak ingin menjelaskan siapa yang ia sebut Izrail. Biarkan saja, Niswah menebak-nebak sendiri. "Izrail itu siapa?" Nabila terkekeh singkat. "Yang jelas, dosen Pencabut nyawa, suka ngilangin nyawa mahasiswa." Dia tidak salahkan? Memang Dito sering mencabut nyawanya, nyawa dirinya saja sudah dicabut tadi. Ugh, mengingat itu, ingin rasanya Nabila menceburkan dosennya itu ke neraka sekalian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD