2. Masalah baru

1331 Words
Aku mungkin hanya sebatang kayu rapuh yang tidak ada artinya dibanding angin kencang seperti dirimu. Aku bisa saja retak, atau bahkan hancur. Sharena   Menjadi seseorang yang tidak punya teman itu menyakitkan. Tapi aku memilih jalan itu karena bagiku menghindari masalah jauh lebih penting. Sejak dulu aku selalu sendirian, hidup dengan lurus tanpa masalah. Aku tidak ingin lebih mempersulit ibuku dengan segala macam masalah yang mungkin saja bisa aku perbuat dalam menjalin pertemanan. Tapi sepertinya semua harapanku yang tergolong sederhana itu sulit sekali dikabulkan Tuhan. Mungkin saja aku kurang berterimakasih padanya atau sering melupakannya. Gara-gara kecerobohanmu menumpahkan minuman ke baju Celine, menambah ketidak sukaan Seline padaku sehingga aku selalu menjadi bulan-bulanan dia dan teman-temannya. Padahal aku sudah meminta maaf,  tapi dia seolah tidak peduli. Dia tetap mengucilkan aku di kelas dan sering menyuruhku melakukan perintahnya yang menyebalkan. Memang sejak awal aku masuk ke sekolah ini, Celine terlihat sudah tidak menyukaiku. Aku juga tidak tahu apa alasannya. Bel istirahat sudah berdering sekitar lima menit yang lalu, Setelah aku membawa buku teman-teman keruang guru dengan susah payah, Aku sedikit berlari menuju kantin. Sebenarnya aku hampir tidak pernah menginjakan kakiku di kantin sekolah,  ibu selalu membuatkan aku bekal. Sebab menurutnya makanan dari rumah jauh lebih sehat dan juga lebih irit tentu saja. Aku mengedarkan pandangan ke segala arah tapi tidak menemukan Sean. Ku hembuskan nafas kesal. Apakah dia sedang mengerjaiku? Sambil menghentakan kaki kesal, aku berbalik dan menemukan tubuh tegap dengan baju seragam yang tidak di masukkan dekat sekali dengan ku. Wajahku tepat berada di depan dadanya, bau harum khas laki-laki semerbak sampai di hidungku. Sepertinya wangi ini akan jadi favoritu nantinya, karena entah kenapa begitu nikmat sampai di indra penciumku. "Mencariku?" Ku dongakkan kepala dan bertemu dengan mata hitam milik Sean. Dalam jarak sedekat ini,  dia benar-benar terlihat sangat tampan. Hidungnya mancung, dengan bibir tipis yang sexy dan menawan. Jangan lupakan kulitnya yang putih dan mulus seperti porselen. Aku jadi berpikir,  perawatan seperti apa yang dijalaninya sehingga ia bisa semenawan ini. "Sebaiknya tunda dulu acara mengagumi wajahku,  tidakkah kau lihat banyak yang mengantri ingin masuk ke kantin?” Wajahku pasti memerah sekarang setelah mendengar bisikannya. Malu sekali rasanya. Dia benar, ada sekitar 3 orang siswa yang berbaris dibelakangnya. Posisi kami tepat berada di pintu masuk kantin. Aku berbalik dan melangkahkan kaki menuju bangku yang kosong di pojok sebelah kanan. Sudah tidak terbayangkan betapa merahnya wajahku. Kenapa bodoh sekali aku ini?  Memandangnya tidak berkedip seperti itu. Dia pasti sedang menertawakanku sekarang. Mau ditaruh dimana wajahku sekarang? "Wah! Kebetulan sekali ada si bebek di kantin.” Seline tiba-tiba saja sudah duduk di hadapanku bersama dengan teman-teman satu genknya yang gemar merundungku. Kemana Sean?  "Brak!! " Dia menggebrak meja di depanku. "Malah bengong lagi,  cepet bangun beliin kita makanan!” Ku hembuskan napas pelan. Ini salah satu alasan aku malas ke kantin. Malas bertemu mereka dan akhirnya harus mengikuti semua perintah mereka, tanpa mampu berbuat apa-apa. "Sorry, kalian bisa cari bangku yang lain?  Ini udah gue tempati dari tadi.” Aku mendongak dan disana si Monster berdiri dengan membawa nampan berisi dua mie ayam dan dua es jeruk. Tersenyum dengan manisnya ke arah  Celine. Jenis senyum yang menurutu justru terlihat menakutkan. Tapi Celine justru bersemu merah diberikan senyuman semanis gula oleh Sean. "Hmmmm,  kenapa kita gak makan bareng aja Sean?  Kan lebih seru bisa sambil ngobrol.” Aku belum pernah mendengar Celine berbicara selembut dan semanis itu sebelumnya. Tapi aku juga sedikit ngeri melihat perubahan raut wajah Sean, dari yang manis menjadi sedikit menyeramkan. “Tapi gue gak suka makan sambil ngobrol.” Jawab Sean ketus. Wajah Celine kembali memerah,  kali ini karena malu. Wanita secantik dia pasti tidak pernah mengalami penolakan seperti ini sebelumnya. "Ayo guys kita cari tempat lain.” Dia bangkit dan menarik tanganku ikut bangkit dengan kesal. “Siapa bilang lo boleh bawa Sharena pindah?  Dia tetep disini sama gue!” Celine menatap kearahku dan Sean bergantian. "Lo?. Sama dia?” Ucapnya sambil menunjuk ke arahku dan Sean bergantian. "Kurang jelas?" Sean terlihat begitu cuek. Aku sangat yakin hal itu sangat melukai harga diri Celine. Dan karena berhubungan denganku,   hal ini pasti akan menjadi pemicu masalah yang lebih besar. Aku hanya bisa mendesah perlahan saja membayangkan kedepannya pasti masalahku bertambah. Kemudian Celine pergi sambil memandang tidak suka ke arahku. "Duduk!” Ucap Sean. Aku masih menunduk memikirkan nasibku yang sungguh sial. Masalah kemarin belum selesai,  sudah menambah masalah lagi. Lagipula kenapa Sean tidak mengganggu Celine saja,  dia jelas-jelas lebih cantik dariku. "Sharena,  aku bilang duduk! " Aku terlonjak dan meringis ngeri melihat tatapan matanya yang mengerikan. Sean yang narsis dan sok kegantengan lebih baik daripada Sean yang ketus seperti ini. "Makan!" Ucapnya singkat. Apa stok kata di otaknya sedang menipis?  Sejak tadi dia berbicara sedikit-sedikit sekali. "Hah? " Dia menghembuskan nafas pelan sambil menatap kesal kearahku. "Makan mie ayamnya Sharena!" Di hadapanku sudah ada semangkok mie ayam dan segelas es jeruk.  Kapan dia menaruhnya di hadapanku? Aku memakannya sedikit demi sedikit, sambil memutar otaku untuk memulai pembicaraan. Sebenarnya tujuanku menemuinya bukan untuk menuruti perintahnya,  tapi untuk membuat kesepakatan yang membuatnya berhenti menggangguku. Tapi melihat suasana hatinya yang sedang buruk,  sepertinya tidak akan berhasil. Tapi aku harus mencobanya bukan? "Apa aku menyuruhmu menghitung mie ayamnya? " "Hah? " "Kamu memakan mie ayam,  satu persatu seperti aku menyuruhmu menghitungnya saja." Dia mendengus kesal. Apa aku melakukan kesalahan sekarang? “Menemaniku makan begitu sulit ya? " Dia menatapku kesal sambil meletakan sendoknya keras. Aku menelan salivaku diam-diam. "Ma-maaf.” Nyaliku seketika menciut mendengar nada bicaranya. "Lihat aku sharena!” Aku mendongakan kepalaku menatapnya. "Bagian mana dari wajah tampanku yang membuatmu takut? " Ingin tertawa sebenarnya mendengar kalimatnya itu.  Sedang marahpun,  dia tetap narsis ternyata. Tapi mana berani aku melakukannya. "Sebenarnya Sean,  aku ingin membuat kesepakatan denganmu.” *** Jangan takut padaku, wajah tampanku tidak cocok untuk menakutimu.~Sean "Sebenarnya Sean, aku ingin membuat kesepakatan denganmu." Dahiku mengkerut mendengar kalimat yang diucapkan Sharena. "Kesepakatan?" Dia mengangguk. "Maksudku,  ayo kita buat surat perjanjian yang kita tandatangani agar aku tidak mengatakan apapun tentang apa yang aku lihat kemarin,  jadi kau tidak perlu susah payah berurusan denganku. Aku akan mengunci mulutku rapat-rapat. Aku jamin tidak akan ada kalimat yang merugikanmu keluar dari mulutku sedikitpun. Bagaimana?  Adilkan?” Ucapnya. Aku menghembuskan nafas kesal. Kenapa dia masih tidak mengerti juga. "Aku tidak tertarik." dia mengerutkan dahinya sambil mengerucutkan bibirnya lucu. "Tapi-" "Habiskan makananmu Sharena!  Pulang sekolah nanti ikut aku ke suatu tempat!” Entah kenapa aku ingin sekali membuatnya selalu ada di dekatku. Aku suka dengan ekspresi wajahnya yang berubah-ubah. Lucu sekali. "Ta-tapi Sean.” Aku menampilkan kilatan merah dimataku dan dia menunduk takut. Untuk sekarang,  aku tidak punya cara lain selain membuatnya takut. Mungkin aku akan meminta maaf suatu hari nanti. "Sean! Seneng deh liat kamu dikantin!” Aku sedikit kaget melihat dia sudah duduk di samping Sharena sekarang. "Oh." Ujarku singkat. Dia salah satu alasanku malas ke sekolah. Pertama karena dia bagian dari masa laluku yang kelam. Dan kedua karena dia menyukaiku juga seperti Celine. Aku membenci para gadis yang menyukaiku karena itu membuatku kesal. "Siapa? Pacar baru?  Ko selera kamu rendah sih sekarang?" Ucapnya sambil melirik Sharena. Ku lihat dia berhenti mengunyah dan aku tidak suka melihatnya. "Jean! Kita sudah tidak ada urusan lagi dalam hal apapun. Jadi jangan mengganggu privasiku sekarang.” Dia tersenyum miring sambil beranjak dari duduknya. "Well!!  Tuan Sean yang mendewakan privasinya aku pergi.” ucapnya. Baguslah,  sebaiknya memang dia pergi dan jangan mencari masalah denganku. "Tapi tunggu!" Dia berbalik dan memandang Sharena dengan senyum licik yang tersungging di wajahnya. Membuatku menatapnya tajam penuh waspada. "Lo sebaiknya menyingkir dari Sean, kecuali kalau lo mau di duakan sama privasinya yang tidak bisa di ganggu siapapun itu." Aku menghembuskan nafas kesal. Jangan sampai mode Olimpusku keluar disini bisa berbahaya. "Tenang aja kak,  aku cuma teman Sean tidak lebih." Ucap Sharena polos membuatku tersenyum tipis tanpa diketahui siapapun. "Udah denger kan?  Sana pergi!" Dia memandang kesal kearahku dan Sharena. Awas saja nanti kalau dia berani mengganggu Sharena. "Sean?  Berteman?  Itu mustahil.” Jean menghentakkan kakinya lalu pergi.   ***                          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD