7. Makan Bersama.

1250 Words
Binar Pov. "Mas, kapan aku pindah dari sini?" tanya ku pada Mas Langit. Saat ini laki laki itu sedang datang ke apartemen. Dia membawa banyak buah dan makanan lainnya, lalu ia letakan di kulkas. Lelaki itu menoleh padaku yang sedang duduk di sopa. "Kenapa tanya itu terus sih? emang kamu enggak betah di sini?" tanya Mas Langit padaku. Laki laki itu berjalan mendekat padaku, lalu duduk di lantai di bawah kakiku. Menaikan sebelah kakiku di pahanya, kemudian ia pijat lembut. "Aku enggak mau di sini mas." jawabku dengan suara pelan. Aku tidak bisa melupakan bagaimana raut bahagia Bude Santi, tadi, saat memperkenalkan gadis itu padaku. "Kenapa?" Mas Langit menatapku dalam. "Mas suka sekali kamu di sini." Dada ku diterpa badai. Jantungku bergerak begitu cepat, dan mengalirkan darah ke seluruh tubuhku, sehingga terasa hangat dan menyenangkan. Namun ... semua ini harus berakhir. Aku dan Mas Langit ini adalah sebuah kesalahan. "Mas ... kita akhiri saja." ujarku lebih pelan. Menghadirkan beliakan kedua sorot mata gelap itu. "Apa yang harus diakhiri?" nadanya cepat dan tidak senang. "Kita, mas. Hubungan kita. " "Kenapa? apa kamu masih memikirkan lelaki biadab itu?" "Bukan, mas. Tapi tadi aku bertemu bude, aku merasa kalau mas memang serasi dengan Lula. Kalian sangat cocok. Mas, tampan, dan Lula sangat cantik. Mas seorang pengusaha hebat, dan Lula seorang desainer terkenal. Kalian sangat cocok, dan aku sungguh merasa bersalah karena telah--" "Apa itu penting? apa keserasian itu penting? apa kamu pikir, mas akan bahagia dengan semua itu? kamu tidak tahu, kalau yang membuat mas bahagia itu, ya cuma kamu. Apa kamu masih enggak ngerti?" Mas Langit membingkai kedua sisi wajahku, menatapku dalam sehingga aku terdiam pasrah seolah tersedot pada kedua sorot gelap menawan itu. "Kamu mungkin tidak tahu, kalau yang meminta perjodohan antara kita dulu itu, adalah Mas! bukan ayah atau pun ibu. Atau juga paman dan bibi. Mas lah yang minta. Karena apa coba?" aku terpaku, ketika Mas Langit menyatukan hidung kami, nyaris menyentuh bibirku. "Karena mas, jatuh cinta sama kamu. Karena mas tidak tertarik dengan gadis gadis lain di luar sana. Mas hanya ingin kamu, cuma kamu!" Aku sungguh baru tahu ini. Aku pikir perjodohan itu terjadi karena kedua orang tua kami saja. Berarti aku telah menyakiti hati mas Langit, dengan lebih memilih menikah dengan Dilan, lelaki biadab itu. "Dengerin mas, Binar. Sejujurnya mas tidak pernah menginginkan berpacaran dengan Lula. Semuanya Ibu yang mengatur, ibu merasa kasihan pada mas yang masih saja tidak bisa move dari kamu. " "Lalu kenapa mas mau pacaran sama Lula? mas sudah menyakiti Lula. Dia gadis yang baik, mas." Aku akan menjadi perempuan yang sangat jahat, karena telah mengambil seseorang yang sangat berharga untuknya. Aku sepertinya memang harus meninggalkan mas Langit. Tidak ada cara lain, lagi. "Aku tahu dia gadis yang baik. Tapi Binar, " Mas Langit menariku kedekapannya. "Baik saja tidak cukup untuk menggetarkan hariku." dia meraih tanganku dan meletakannya di d**a. "Cuma kamu yang bisa melakukan itu. Hanya kamu!" terakhir dia mengecup keningku. "Mas ..." aku segera menarik diriku. Aku seperti perempuan jalang yang meminta kasih sayang lelaki orang lain. Yang bahkan perceraianku masih belum syah. Lalu aku juga malah membiarkan Mas Langit menciumku, waktu itu. Kenapa aku sebodoh dan semurah ini. Padahal aku sedang hamil, aku sedang hamil. "Kamu masih enggak percaya?" Mas Langit terlihat putus asa. "Mas cinta sama kamu, Binar." suaranya terdengar begitu menyedihkan. "Mas, tolong kita akhiri saja. Aku enggak bisa kaya gini. Aku--" "Jangan kasih mas, luka lagi. Karena luka yang dulu pun belum pulih, Binar." tatapannya berubah menajam. Dan aku mengerjap. "Mas ..." "Mas enggak bisa Binar. Mas enggak bisa kalau harus lepasin kamu lagi." Dia kembali merengkuhku ke dalam dekapan."Jangan takut, Binar. Kau hanya perlu diam saja. Biarkan Mas yang akan mengurus semuanya." kepalaku dikecupnya lagi. "Setuju atau pun tidak, mas tidak akan menyerah. Bila perlu, kita pergi dari sini, dan kita hidup berdua di tempat lain." aku hanya bergeming dengan pikiranku yang melayang ke mana mana. Mas Langit tidak akan pernah mengijinkanku pergi dari apartemen ini. Tapi bagaimana kalau aku pergi diam diam. Mungkin itu akan lebih baik. Maafkan aku mas, tapi aku memang harus meninggalkan mas, demi kebahagiaan mas. "Binar, bagaimana? apa kamu hamil?" perlahan Mas Langit melepaskan pelukannya dan menatap padaku. Aku menggeleng pelan. "Enggak, mas." Kalau mas Langit tahu aku hamil, maka dia tidak akan pernah mau melepaskanku. Dari itu, akan lebih baik, kalau aku menyembunyikannya saja, sampai Mas Langit selesai menikah dengan gadis itu. Barulah mungkin aku akan mengaku hamil. "Baiklah. Kamu siap besok datang ke pengadilan? mas akan dampingi kamu." tambahnya lagi. Aku mengangguk. "Iya, mas. Terima kasih." berarti besok setelah pulang dari pengadilan, aku diam diam harus mencari kontrakan kecil yang murah. Tapi di mana aku harus mencarinya. Sedangkan baru pergi sebentar saja, aku sudah sangat mual. Kepalaku juga pusing sekali, jadi bagaimana aku bisa mencari konrakan? *** "Mbak, di mana ya aku bisa nemuin kontrakan kecil yang murah?" tanyaku pada Mbak Lipi. Sekarang kami berdua sedang beristirahat. Aku dan Mbak Lipi sedang makan siang di ruang karyawan. Kami makan aplusan, jadi tidak makan bersama sama, mengingat pengunjung di luar juga sedang banyak banyak nya karena saat ini, sedang waktunya makan siang. "Kenapa enggak tanya ke Bos saja?" jawab Mbak Lipi dengan senyuman tipis. Aku tidak tahu apa maksudnya, kenapa aku harus bertanya pada Bos, untuk sebuah kosan kecil. "Eh, enggak lah. Kenapa aku harus tanya ke Bos. Enggak enak, Mbak." Mbak Lipi terkekeh kecil. "Bos punya banyak kontrakan mewah. Untuk kamu pasti dia kasih gratis." dia ngomong apa sih, mana da bos memberikan kontrakan gratis. Memangnya listrik dan air itu tidak harus bayar? "Wah, ngaco si mbak." aku hanya terkekeh ringan. "Oh, ya. Mbak. Besok aku mau ijin enggak masuk, apa boleh?" Terlihat Mbak Lipi menautkan kedua alis. "Ijin ke mana?" tanya nya. "sebenarnya aku mau sidang, mbak." "Sidang?" dia terlihat lebih kaget lagi. "Sidang apa?" "Perceraian." ujarku, dengan menunduk dalam. "Oh, itu. Kamu bisa langsung bilang ke bos aja, pasti diijinin ko," sebelumnya Binar memang pernah mengatakan pada Lipi, kalau ia memang bersuami, namun tidak bilang kalau hubungan pernikahan mereka sedang bermasalah. "Apa aku boleh ke ruangannya Tuan sekarang?" tanya ku lagi. Lipi mengangguk. "Boleh, kayanya. Kamu masuk aja keruangannya." "Masuk!" suara Tuan antonio terdengar dari dalam, saat aku mengetuk pintu. Aku pun masuk, dan menemukannya sedang makan sesuatu. Ah, dia makan sop buntut, perutku bergejolak. Maksudku, sepertinya janinku menginginkan itu. Harumnya sungguh menggoda sekali. Tapi tidak mungkin aku meminta pada beliau. Sungguh malu sekali. "Ada apa Binar?" tanya Tuan Antonio, karena melihatku mematung di depan pintu. Tatapanku tertuju pada sop buntut yang begitu enak. "Eh, anu--" "Kamu sudah makan?" tanya nya. Aku mengangguk pelan. "I-iya, Tuan." jawabku. "Itu, saya mau ijin besok." "Kamu mau ke mana?" dia terlihat mengambil mangkok kosong yang berada di bawah meja. Lalu di isi oleh sop buntut. Aku tidak mengerti, karena seharusnya Tuan Antonio langsung menyiramkan sop buntut itu pada nasinya saja. Kenapa harus ada mangkuk lain. "Jadi mau ke mana hum?" tanya nya lagi. Mungkin karena aku terlalu lama berpikir. "Begini, Tuan. Saya mau sidang besok." "Sidang apa?" "Sidang perceraian!" dan kedua tangan laki laki tampan itu terhenti. Kedua pupil yang berwarna gelap itu menyorot padaku. Ada jeda selama beberapa menit, kemudian mengangguk. "Baiklah. Kamu perlu saya antar, untuk besok?" aku segera menggeleng cepat. Mana boleh seperti? "Ti-tidak usah, Tuan." Wajah Tuan Antonio terlihat agak muram. "baiklah." "Ka-kalau begitu, saya pamit, tuan." aku hampir berbalik, namun tangan Tuan Antonio segera menangkap pergelangan ini. "A-ada apa tuan?" Dia menatapku untuk beberapa saat. "Temani saya makan. Kita makan sop buntut ini berdua!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD