Mengalami Perubahan

1060 Words
Sebelum mendekat padaku, mereka tampak berbicara suatu hal. Salah satu dari mereka menunjukkan beberapa obat yang di bawanya. Sepertinya itu obat pertolongan pertama yang sudah tersedia di ruang PMR. Lalu setelahnya mereka benar-benar menghampiriku. Seorang kakak PMR itu memberikan secangkir teh itu kepadaku. Sebelumnya mereka menyuruhku untuk duduk terlebih dahulu. Segera ku seruput teh manis hangat itu. Dalam sekejap, air itu tandas habis begitu saja tanpa tersisa sedikitpun. Aku mengembalikan cangkir yang sudah kosong tersebut. Dan kemudian datanglah satpam penjaga gerbang sekolahku. Aku mengenalnya. Dia satpam yang ramah. Hampir semua orang mengenalnya. "Kamu mau beli apa? Makan roti ya? Beli Aqua mau?" Tanya perhatian dari sang satpam. Badannya gemuk gempal, tubuh lebarnya itu setinggi seratus enam puluh lima meter. Dia terbiasa memakai celana panjang hitam, kopiah putih. Dan kaos lengan pendek berwarna biru tua. Aku hanya diam saja. Malas bicara. Sepertinya kondisi ini benar-benar memukul batinku. Bagaimana tidak? Aku yang telah bersemangat untuk melakukan praktek pagi ini, semuanya telah gagal total. Akan bagaimana nasib praktekku kedepannya? Apakah aku akan diijinkan untuk praktek susulan? Sepertinya tidak … Toh, murid yang tidak datang hanya aku. Aku merasa sangat dirugikan oleh si penabrak sialan itu! Aku ingin mengumpat, ingin mencaci-makinya. Tapi, statusku yang masih pelajar itu harus ku jaga baik-baik nama sekolah ini. Jadi, aku memutuskan untuk diam saja. Padahal rasanya dalam batinku ini ingin meledak-ledak. Rugi? Ya. Aku merasa sangat dirugikan. Sekolahku yang berjarak sangat jauh dan memakan waktu perjalanan selama satu jam lebih itu tentu saja membuatku tak habis pikir, mengapa nasibku hampir selalu sial begini. . . . Aku melihat, sang satpam yang sedang berinteraksi dengan si pelaku Kalau tidak salah dengar, sepertinya aku mendengar kalau satpam itu menyuruh si pelaku itu membeli roti dan minuman kemasan botol untukku. Aku tidak begitu ingin tahu tentang pembahasan interaksi mereka. Tentang apa yang mereka bicarakan. Aku hanya ingin memejamkan mataku saja. Merasakan ketenangan ditengah kerapuhan yang tubuhku rasakan saat ini. Aku ingin ketenangan sejenak. Tapi, baru saja aku menutup mata beberapa detik silam, aku sudah dikejutkan dengan panggilan pak satpam itu. Entah apa maunya. "Fan. Ditunggu yah, bapak yang tadi lagi beliin kamu makanan. Pasti belum makan, kan?" Celetuknya, sembari duduk di bangku dekat tempat aku terbaring lemah. Lagi dan lagi aku hanya diam. Tidak menjawab sepatah katapun. Hatiku masih sangat tidak terima atas kehilangannya kesempatanku untuk praktek yang amat penting bagiku. Topiku sudah dilepas sejak aku di baringkan disini. Aku merasa kejadian berjalan seperti itu. Outfitku pada hari ini adalah rok abu-abu kesukanku dipadukan Hoodie besar berwarna hitam. Juga tak lupa hijab panjang, sepanjang pinggangku. Itu adalah jilbab kurung syar'i yang biasanya dipakai oleh perempuan-perempuan pondok. Tapi, aku anak SMK. Bukan anak pondok ataupun madrasah. Tentu saja aku memakai topi di atas hijabku yang lumayan panjang ini. Aku memakainya dengan perasaan bangga juga senang. Itu seperti aku sedang memakai mahkota di kepalaku. Memang, akhir-akhir ini aku sangat menyukai topi. Rasanya seperti aku menyesal karena tidak tahu kalau memakai topi membuatku berbeda dari cewek cantik umumnya. Itu seperti memancarkan aura misterius tersendiri. Tentu saja tak lupa dengan masker yang wajib dipakai ketika beraktivitas di luar rumah. Karena tahun 2020 sudah menjadi tahun wajib masker. Yaps, benar sekali. Virus Corona yang telah booming beberapa waktu silam tampaknya telah membuat perubahan besar pada dunia. Dan, aku terlihat semakin misterius. Semua serba tertutup. Bahkan, rasanya mataku saja sulit untuk terlihat dari pandangan mata orang-orang. Karena memang topi yang kukenakan begitu menutupi wajahku. Bagi sebagain orang, itu aneh. Tapi bagiku, itu terlihat sangat istimewa dan keren! Aku bukan seseorang yang selalu percaya diri. Tapi, aku selalu ingin berbeda dari orang umumnya. Sudah terhitung beberapa bulan kebelakang ini, aku terus menggunakan topi, bahkan ketika keluar rumah untuk ke tempat yang jaraknya dekat. Bahkan aku kerap mengoleksi beberapa topi sekarang. Aku baru tahu, kalau memakai topi dapat membuat kebahagiaan sederhana dalam keseharianku. . . . Pelaku itu belum kembali juga. Disini, satpam itu masih diam tak bersuara lagi. Sepertinya dia sedang memikirkan sesuatu. Itu tampak dari raut wajahnya. Sepertinya banyak pikiran. Ah … sudahlah daripada aku menghabiskan energi untuk hal yang tidak ada faedahnya. Lebih baik aku istirahat kembali. Lagi dan lagi, baru saja aku hampir terjatuh dalam hanyutan alam bawah sadar. Satpam itu mengajakku berbicara lagi. "Fan, telepon mamamu. Ada kan nomornya?" Celetuknya, membuatku bangkit duduk. Aku mengangguk dan mencoba mencari dimana keberadaan handphoneku. Seingatku, saat kecelakaan tadi, aku masih menggenggamnya dengan erat. "Ini hpmu." Celetuknya lagi, menyodorkan handphone yang memang benar milikku. Segera aku membuka layar sandi, dan bergegas membuka aplikasi w******p. Lalu mengetik di pencarian. Umy Terlihat pak satpam itu juga memperhatikan handphoneku. "Telepon aja. Biar cepat." Perintahnya. Jariku lekas memencet fitur telepon itu. Lalu memencet fitur speaker telepon. Terdengar bunyi tersambung. Tapi, tampaknya mamaku sedang sibuk. Tulisan di bawah namanya hanya memanggil saja. Tidak berdering. Aku menghela napas. Rasanya sekarang aku ingin tetap masuk dan berkumpul pada teman-teman baruku yang tidak baik tapi tidak juga jahat. Mereka seperti warna abu-abu. Begitu netral. Tapi, aku sangat amat bersyukur karena tidak ada pembullyan disini. Sejak kecil, aku selalu terbully. Itu karena fisikku yang tidak cantik seperti anak cewek umumnya. Organ tubuhku lengkap semua. Tapi, permasalahanya ada pada warna kulitku. Warna kulit yang gelap, kerap membuatku merasa insecure dan kurang percaya diri. Dan itu masih terjadi sampai sekarang. Kadang kala aku insecure setengah mati. Ingin bunuh diri saja rasanya. Atau menghilang dari bumi. Tapi dewasa ini, aku merasa telah banyak berubah ke arah yang lebih positif. Aku mulai percaya diri untuk menulis, merangkai kata-kata motivasi di catatan w******p ku. Kata-kata sederhana yang aku rangkai, dan juga perlahan-lahan aku yang sekarang mulai memberanikan untuk mempostingnya secara publik. Yang otomatis semua orang dapat melihatnya. Aku bahagia dan senang atas kemajuanku ini. Walaupun tidak seintens orang lain. Tapi aku merasa jauh lebih baik daripada aku yang dulu. Aku yang terlalu pemalu. Jangankan untuk memajang kata-kata motivasi bijak di Status w******p. Untuk berbicara pada orang sekitar saja sepertinya mustahil. Iya. Aku yang dulu terlalu merasa minder. Banyak merasa rendah diri. Masa lalu yang suram, bukan berarti masa depanku juga akan terus suram kan? Aku lebih bahagia menjadi aku yang sekarang. Dan juga, perkembangan yang lebih membuatku seperti boom adalah. Aku kerap mendapatkan teman baru secara dadakan. Entah kenapa, padahal dulu saja untuk mengajak ngobrol orang-orang di sekitar rasanya sangat sulit. Tapi, sekarang semuanya terasa mudah dan aku sudah menjadi pribadi yang lebih terbuka. Tepatnya pada saat ini. Kelas sebelas semester pertama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD