Part 9 - Secangkir Coklat Hangat

2170 Words
Part 9 - Secangkir Coklat Hangat Apotek Medical Sehat. Hari ini kebetulan Raisa jaga apotek malam. Kali ini Raisa satu shift sama Ribka, Ririn dan Adit. Malam ini mendadak dokter kandungan, yang bagian praktek malamnya. Tidak bisa datang. Karena katanya ada keperluan lain. Jadi Raisa terpaksa mengchancel semua pasien malam, yang daftar melalui telepon. Padahal lumayan ada sepuluh pasien. Ya udah, Raisa pindahkan saja ke besok pagi dan malam. Ada yang tetap ingin di periksa dokter kandungan yang malam. Ada juga yang pindah kedokter kandungan yang pagi. "Hari ini sepi yah engga kaya biasanya. Mungkin karena dokter Siska engga praktek. Jadi sepi deh," ujar Ririn memecah keheningan. Memang apotek juga terlihat enggang malam ini. Mungkin karena hujan yang cukup deras juga. Jadi pasien apotek juga tidak terlalu ramai seperti biasanya. "Rai, gue batuin Adit dulu yah di belakang. Nanti kalo apotek rame. Lo panggil gue aja," ucap Ribka. "Bilang aja pengen deket sama kak Adit. Hehhee," sindir Ririn. Akhir-akhir ini Ribka memang sedang dekat dengan Adit. Entah mereka masih berteman atau sudah jadian. Tapi setiap jaga malam. Ribka selalu bareng Adit. Kalau engga Adit yang nyamperin. Ribka yang nyamperin Adit. Wah ada apakah dengan mereka? Apa cinta mulai bersemi di apotek? "Rese lo! Gue kan cuma mau meringankan kerjaan Adit. Biarpun udah ada sepupunya Adit, yang kerja di gudang. Tetep aja Adit pasti masih butuh bantuan gue," kilah Ribka mulai beralibi. Padahal sudah keliatan kok. Ribka itu ingin lebih dekat dengan Adit. "Ya udah sana," ucap Raisa. Setelah mendapatkan izin dari Raisa. Ribka langsung ke gudang. "Mereka emang pacaran yah?" tanya Raisa kepo. Dikirain Raisa akan cuek saja. Ternyata kepo juga. "Kayanya udah sih, Rai. Elo engga cemburu kan?" Ririn malah bertanya yang aneh-aneh. "Ya ampun, Rin. Enggalah, emang gue siapanya Adit? Gue emang deket sama Adit. Bukan berati gue suka sama Adit. Gue sama Adit itu cuma partner kerja aja. Engga lebih kok, aku malah seneng. Adit dapet pasangan juga. Udah kelamaan ngejomlo dia. Hahaha," Raisa tertawa. "Oh kirain lo pacaran sama kak Adit. Gue sempet engga enak. Pas tau kak Ribka deket sama Adit. Bisa ada perang dunia ke tiga di apotek. Hahaha," Ririn ikut tertawa. "Oh iya, mumpung lagi sepi. Gue ke ruang racik dulu yah. Gue mau ngerekap faktur-faktur obat yang masuk hari ini. Syukur-syukur sih bisa selesai sekarang. Biar bisa di kasih ke gudang malam ini," setelah itu Ririn ke ruang racik. Sementara Raisa di depan sendirian. Malam ini terasa sangat ingin. Hujan membuat udara jadi dingin. Seorang cowok masuk ke apotek. "Aku boleh ikut neduh yah," ternyata cowok itu Riyan. "Boleh kok, kamu dari mana? Kok ujan-ujanan. Biasanya naik mobil meskipun deket," tanya Raisa. "Abis dari mini market. Eh kejebak ujan. Aku suka engga konsen ngetir, kalo ujan. Jadi aku neduh dulu di sini. Boleh kan?" jelas Riyan. Yang pasti Raisa seneng karena Riyan bisa menemaninya di depan. Raisa masih menganggap Riyan itu Fabio. Jadi saja, sekalinya ketemu Riyan. Seperti lihat Fabio. "Kamu mau kopi, teh apa s**u?" tawar Raisa pada Riyan. "Hehehe, engga usah. Kamu nawarin aku kaya gitu. Jadi kaya di caffe aja. Haha. Aku cukup ikut berteduh aja," Riyan terkekeh. Raisa kebelakang dulu tanpa pamit pada Raisa. Tak lama ia muncul di depan Riyan. Tepatnya di bangku tunggu, untuk pasien apotek. "Ini, jangan sampe kedinginan. Aku buatin kamu coklat hangat. Coba deh enak kok," Raisa menyerahkan sebuah jaket tebal dan secangkir coklat hangat. Perhatian banget dia sama Riyan. "Makasih banget, Rai. Aku jadi ngerepotin kamu nih," Riyan menyeruput coklat hangat buatan Raisa. "Emmm enak ini, Rai. Kamu yang buat?" Raisa mengangguk. "Sebenernya coklat ini tadinya coklat biasa. Tapi aku racik lagi. Jadi ga begitu kental dan kemanisan. Kalo minum yang belum aku racik. Itu bakalan kental banget, di tambah manis banget." "Oh gitu. Pantesan manisnya kok bisa pas banget. Kamu emang jago yah soal racik meracik," puji Riyan. "Ya udah aku kembali ke meja kasir yah. Kamu engga apa-apa kan duduk sendiri di sini?" tanya Raisa. "Engga apa-apa kok. Jangan karena ada aku. Kamu jadi terhambat kerjanya," Riyan merasa tidak enak. "Engga kok. Malah aku seneng ada yang nemenin di depan," ceplos Raisa keceplosan. Raisa langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Masih anggap aku kaya Fabio yah?" tebak Riyan. Tebakan Riyan benar sekali. Dari tadi memang Raisa masih beranggapan Riyan itu Fabio. "Hehehhe tau aja. Ya udah aku ke gudang dulu sebentar. Ada yang harus aku ambil," pamit Raisa. Setelah itu Raisa menggalkan Riyan sendirian di ruang tunggu obat. Sebelum ke gudang, Raisa mampir ke ruang racik dulu. Raisa mau menyuruh Ririn agar di depan dulu. Takutnya di depan ada yang beli. Raisa masih di gudang. "Rin, jaga depan dulu yah. Gue mau ada barang yang di ambil di gudang," perintah Raisa. Ririn yang sedang asik menyalin data faktur-faktur ke komputer. Langsung berhenti dan langsung ke depan. Saat sampai di depan Ririn melihat Riyan, sedang duduk sambil meminum coklat hangat dari Raisa. "Mau nebus resep lagi mas?" tanya Ririn ramah. "Oh engga kok, mbak. Aku mau numpang neduh aja. Boleh kan? Soalnya hujannya cukup deras. Jadi aku engga konsen buat nyetir. Tadi aku udah minta izin sama Raisa," jawab Riyan. Ririn memang tau, kalau Riyan suka nebus resep di apotek ini. Jadi tadi Ririn kira, Riyan mau nebus resep. "Engga apa-apa kok, boleh. Mas santai aja," Ririn memperhatikan gelas yang di pegang Riyan. Itu kan gelasnya Raisa. Gelas itu selalu Raisa pakai untuk meminum coklat hangat kesukaannya. Kenapa ada di tangan Riyan. Ririn juga tau sih, selain Riyan suka nembus resep obat ke apotek. Baru-baru ini terlihat Raisa sering ngobrol dengan Riyan. Mungkin saja mereka sedang pedekate. Alias pendekatan. Itu yang ada di dalam pikiran Ririn sekarang. Sementara di gudang. Saat Raisa akan masuk gudang. Tak sengaja Raisa melihat Adit memegang tangan Ribka. Ini mah fix mereka pacaran. Bukannya masuk Raisa malah mengintip Adit dan Ribka dari luar gudang. "Apa engga sebaiknya kita bilang ke anak-anak apotek. Kalo kita udah pacaran?" tanya Ribka. "Nanti kalo anak-anak tau pasti bakalan ribut. Aku engga mau, kalo kabari ini sampe nyampe ketelinga dokter Rina. Apalagi, kalo si Metta tau. Bisa kacau. Kan dia itu tukang adu domba," sahut Adit. "Tapi cepat atau lambat. Mereka pasti bakalan tau, Dit. Belum lagi ade-ade gue. Pasti mereka merasakannya. Meskipun kita buksn kembar identik. Tapi kontak batin di antara kita itu sangat kuat. Apa kamu malu pacaran sama aku?" Ribka paling tidak suka berpacaran sembunyi-sembunyian. Ribka lebih suka kejelasan statusnya di depan semua orang. Agar semuanya jelas dan tidak bertanya-tanya. "Oke deh. Kita cari waktu yang tepat yah," ucap Adit. Akhirnya dia setuju dengan pendapat Ribka. Semoga saja, akan segera di umumkan. Kalau mereka sudah pacaran. Raisa senyam senyum melihat adegan itu. Ternyata benar. Cinta mulai bersemi di apotek. "Mereka pacaran di gudang yah?" Raisa terkejut dengan suara itu. Raisa malah kejedot pintu gudang saking kagetnya, "Auw!" pekik Raisa. Mendengar teriakan Raisa. Adit yang sedang memegang tangan Ribka. Respek ia lepaskan. Ada apa dengan Raisa? Kok dia teriak di depan gudang. Raisa langsung menutup mulutnya. Ya, ampun Raisa kepergok ngintipin Adit dan Ribka lagi pacaran. Raisa melihat orang bertanya tadi. Ternyata dia adalah Riyan. Ngapain dia ke gudang? Raisa langsung menarik Riyan menjauh dari gudang. "Kenapa kamu ada gudang?" tanya Raisa. "Aku salah belok. Harusnya aku belok kanan. Mau ke toilet. Eh malah nyasar ke sini. Kebetulan aku liat kamu. Tadinya mau tanya ke kamu. Eh malah mergokin kamu yang lagi ngintipin orang pacaran," ucap Riyan sambil menahan tawanya. "Ian. Gara-gara kamu nih aku ketauan ngintipin mereka!" protes Raisa. "Mereka beneran pacaran kan?" tanya Riyan kepo. "Siapa yang pacaran?" malah Ririn yang muncul di hadapan Riyan dan Raisa. Raisa semakin terjepit situasi ini. Tak lama malah Adit dan Ribka keluar dari gudang. "E.. Elo engga apa kan, Rai? Gue liat tadi lo kejedot pintu gudang," tanya Adit sedikit gelagapan. Adit tau, pasti tadi Raisa mendengar percakapan dirinya dengan Ribka. Raisa nyengir kuda. "Hehehe tadi gue di kagetin Riyan. Jadi aja gue kejedot pintu gudang," jelas Raisa memberikan alibi. "Kalian ini pacaran?" tanya Riyan. Bodoh kenapa Riyan betanya seperti itu? Kan jadi ketauan, Riyan dan Raisa lagi ngintipin Adit dan Ribka. "Tuh kan bener, kalian pacaran kan?" timpal Ririn. Sebelas dua belas nih sama Riyan. Adit dan Ribka tiba-tiba terdiam. Mereka bingung harus jawab apa. Berhubung udah terlanjur ketauan. Jadi Adit akan mengakuinya. "Iya, kita pacaran," ucap Adit sambil memegang tangan Ribka. "Aciiieee, selamat yah kakak," ucap Ririn memberikan selamat pada kakak kembarannya. "Hehee sorry yah tadinya gue mau ngambil barang di gudang. Eh malah keasikan ngintipin kalian," sesal Raisa. Sudah terlanjur ketauan ngintip juga. Jadj jujur saja. "Aku juga minta maaf karena malah asik ikut ngintip di belakang Raisa. Padahal kebelakan niatnya mau ke toilet. Malah nyasar ke gudang," Riyan meminta maaf pada Adit dan Ribka. "Engga apa-apa kok. Ya udah yuk kerja lagi," Ribka merasa canggung dengan situasi ini. Jadi ia berusaha mengalihkan pembicaraan. "Sepulang kerja kalian kita ke caffe pelangi yuk. Untuk merayakan jadian kalian. Tenang aja aku yang teraktir," ajak Riyan. Entah ada angin apa. Tiba-tiba Riyan mau teraktir mereka di caffe. "Ide bagus, gue udah lama engga nongkrong di caffe soalnya. Lagian caffenya juga deket dari sini. Bisa jalan kaki ke sana," mendengar nama gratis saja. Otak Ririn langsung on. Katanya kalau traktir di tolak. Sama saja dengan menolak rezeki. Jadi sayang kalau di lewatkan begitu saja. "Oke, kalo gitu," Riyan melirik jam tangannya di sebelah tangan kirinya. Waktu menjukan pukul setengan sepuluh malam itu artinya. Setengah jam lagi, apotek tutup. "Aku tunggu di apotek aja yah, karena pulang kerja kalian mau ke caffe. Biar ga bolak balik aku tunggu di apotek aja. Engga keberatan kan?" Riyan ini unik. Padahal baru saja kenal dengan mereka. Tapi udah ngajak mereka nongkrong di caffe. Adit dan Ribka malah engga enak sama Riyan. Pasalnya Riyan tadi ikut ngintipin mereka lagi pacaran. Sekarang pake acara teraktir segala buat rayain, Adit dan Ribka pacaran. Adit dan Ribka benar-benar mau. "Ya udah. Aku mau ke toilet dulu yah," pamit Riyan yang sedari tadi menahan pipisnya. Riyan memang sangat supel. Riyan bisa dengan mudah kenal dengan orang baru. Sama seperti Raisa. Ia juga engga kalah supelnya dari Riyan. "Ya udah, ya udah. Kembali lagi kerja!" ucap Raisa. Ia langsung masuk ke gudang mencari barang yang dia cari. Ririn kembali ke ruang racik. Sementara Ribka dan Adit malah tertawa. Setelah itu mereka bedua ke depan apotek. Ternyata sudah ada pasien yang mau beli obat. Gara-gara kejadian tadi pasien harus sedikit menunggu. Akhirnya Raisa menemukan barang yang ia cari di gudang. Ternyata Raisa mencari sebuah buku. Untuk apa buku itu? Raisa langsung keluar dari gudang. Raisa berjalan menuju ruang tunggu obat. Ternyata masih ada Riyan di sana. "Nih," Raisa memberikan buku yang ia cari di gudang tadi. "Apa ini?" tanya Riyan heran. Kenapa tiba-tiba Riyan di kasih buku sama Raisa? "Baca aja nanti di rumah. Siapa tau sedikit membantu. Ya udah bentar lagi apotek mau tutup. Aku bantu temen-temen yang lain buat beres-beres" ujar Raisa. Setelah pamit pada Riyan. Raisa langsung masuk ke ruang racik apotek. Sementara Riyan tersenyum melihat buku yang sudah ada dalam genggamannya. Jadi tadi Raisa ke gudang mau cari buku, untuk di berikan kepada Riyan. Sampai harus belain ngintip segala. Lucu sekali. "Akhirnya ketauan juga kan," goda Ririn pada Ribka dan Adit. Sambil membereskan faktur-faktur yang baru saja. Ririn input kedalam komputer. "Rin, udah jangan di bahas dulu." "Lagian lo, Rai lucu. Pake acara kepentok pintu gudang segala. Kan jadi ketauan ngintipnya. Lucu banget hari Hahaha," gini nih. Ririn kalo udah bicara soal kakak kembarannya, langsung aja bawel engga berhenti. "Udah ah, gue malu. Sekali lagi gue minta maaf yah, Dit, Ribka. Tadinya gue mau ambil buku di gudang. Maaf banget," sesal Raisa. "Ya udah engga apa-apa, Rai. Bekat lo, Adit jadi bilang ke semua orang di apotek ini. Kalo gue pacaran sama dia," ujar Ribka yang sedari tadi sempat diam, karena malu. "Eh Rai. Itu seriusan si cowok itu. Mau teraktir kita? Katanya mau ngerayain aku pacaran sama Ribka. Aku engga enak ah, lagian kita belum terlalu deket banget, Rai. Lebih baik engga usah deh," usul Adit. Dia benar-benar malu. Yang harusnya teraktir mereka kan Adit dan Ribka. Ini malah Riyan yang baru di kenal. "Engga apa-apa, Dit. Kasian juga Riyan udah lama nunggu. Engga enak kalo di tolak ajakan dia," Raisa menegerti kenapa Riyan berpilaku seperti itu. Riyan pasti sedang ingin di temanin ke caffe. Mungkin dia bosan di rumah terus. Kalau nongkrong sama anak-anak apotek. Setidaknya Riyan melupakan sejenak tentang penyakitnya. Raisa tidak heran kalau Riyan bersikap seperti itu. Lima menit menuju pukul sepuluh malam. Para pekerja apotek. Alias Raisa, Ribka, Ririn dan Adit. Mulai membereskan semuanya. Mereka harus segera menutup apotek. Lalu bergegas menuju caffe pelangi. Adit menutup pintu apotek. Mereka sudah selesai beres-beres. Dan waktu telah menunjukan tepat pukul sepuluh malam. Raisa berjalan menuju ruang tunggu obat. Ternyata Raisa melihat Riyan sedang tertidur. Dia hanya menunggu setengah jam padahal. Mungkin Riyan kecapean. Makanya sampai ketiduran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD