Part 13 - Salut

2257 Words
Part 13 - Salut Kampus Harapan Bangsa. Hari senin yang sangat sibuk. Raisa harus di sibukan dengan segudang tugasnya lagi. Kemarin saat hari minggu Raisa main ke rumah Husna. Ia cerita pada Husna mengenai kejadian malam itu. Kejadian di mana, untuk yang ke tiga kalinya ia menangani sebuah bersalinan. Husna benar benar salut di buat Raisa. Pasalnya itu bukan bidang Raisa ingin kan. Itu keinginan Husna. Husna ingin menjadi dokter kandungan. Sementara Raisa masih bingung harus mengambil spesialis apa. Inginnya sih spesialis bedah atau jantung. Tapi semua itu masih Raisa pikirkan matang-matang. Karena masing-masingnya membuat Raisa, harus bertanggung jawab dan siap dengan segala resikonya. Semua pekerjaan memang di butuh tanggung jawab. Dan segala resiko yang harus di hadapi. Apalagi profesi mereka sebagai dokter. Yang menjadi tumpuan orang sakit. Mereka ingin sembuh dengan bantuan dokter. Mereka percaya, kalau dokter yang menangani sakitnya. Maka mereka akan sembuh. Itu semua sudah mengsugesti hampir semua orang. Jika pasiennya saja sudah yakin pada dokter. Kenapa dokter harus ragu? Caffetaria Universitas Harapan Bangsa. "Serius lo, Rai?" tanya Dianti. Saat Husna bercerita, tentang kejadian persalinan di malam minggu itu. "Iya serius lah, Dian," bukannya Raisa yang menjawab pertanyaan Junia. Ini malah di jawab Husna. "Elo mendingan jadi bidan aja. Atau kalo engga dokter kandungan aja deh. Biar sama kaya gue. Soalnya udah terbuktikan, lo bisa bantu persalinan sampe tiga lagi," dukung Husna penuh semangat. "Tiga dari mana? Raisa bilang anaknya cuma satu bukan kembar tiga," ujar Junia mulai ngaco. Siapa juga yang bilang anaknya kembar tiga? Orang tiga kali kok yang sedang mereka ceritakan. Junia memang kadang suka eror sih. "Juuniiiaaaa!! Tulalit.. Tulalit.. ya ampun, Jun. Anaknya emang satu. Maksud kita itu, Raisa pernah bantu persalinan tiga kali, Jun," jelas Husna geram. Karena Junia memang sering banget tulalitnya. Junia malah nyengir kuda. "Hehhhee terus yang anak kembar tiga? itu siapa?" "Haddehhhh.. Yang kembar tiga itu karyawan di apotek tempat Raisa kerja," terang Husna sedikit lebih menahan emosi. Junia, Junia. Dia itu memang sedikit lambat di antara sahabat-sahabat lainnya. Masih beruntung karena Junia lulus jurusan fakultas kedokteran. Junia di tuntut agar jadi dokter oleh keluarganya. Padahal waktu kecil ia sempat mengalami kecelakaan. Saat usianya lima tahun. Ia pernah terjatuh dari tangga. Kejadian itu membuat otak Junia sedikit terlambat dalam menyerap pelajaran. Tapi keluarganya bersi kukuh agar Junia tetap menjadi dokter. Mengikuti jejak keluarganya. Keluarga Junia memang dari kalangan dokter semua. Dari ayah, ibu, nenek, kakek, om, tante, dan kakak-kakaknya semuanya jadi dokter. Dengan keterbatasannya. Juina terus mengikuti ujian masuk fakultas kedokteran. Meskipun gagal sampai beberapa kali. Akhirnya di ujiannya yang ke tiga kalinya Junia berhasil lolos. Sebetulnya usia Junia lima tahun lebih tua dari sahabat-sahabat yang lainnya. Tapi mereka semua tidak memperdulikan soal usia. "Heeeeeiiiiii ada apaan sih. Lagi pada gosipin gue ya?" sapa Dewanti saat baru datang ke caffetaria kampus. "Geer lo Dew," ujar Dianti sewot. "Yey! Biasa aja keles. Terus. Terus apa dong?" tanya Dewanti. "Ini si Raisa baru bantuin orang yang melahirkan, katanya kembar tiga," ceplos Junia salah lagi. "JUNIAAA!!" teriak mereka bebarengan. Mereka cuma bisa menggelang-gelengkan kepalanya. Meskipun Junia seperti itu. Mereka tetap menyayangi Junia. Raisa sangat senang, karena punya empat sahabat yang sangat solid. Meski mereka mempunyai kekurangan masing-masing. Tapi mereka semua saling menutupi dan saling melengkapi. Itulah indahnya persahabatan. "Asli gue bener-bener salut sama lo, Rai. Lo itu benar-benar sempurna. Pinter, cantik, pekerja keras, calon dokter pula. Waah idaman semua cowok aja," puji Dianti. Ucapannya sama seperti Ririn teman Raisa di apotek. Memang benar yang di ucapkan mereka itu. Tapi sayangnya Raisa tidak punya waktu untuk semua itu. Raisa terlalu fokus mengejar cita-citanya sebagai dokter. Yang ada di otaknya hanya belajar, belajar dan belajar. Belum lagi dia di sibukan denga pekerjaannya di apotek. Soal urusan cinta. Raisa selalu mengkesampingkannya. Katanya kalau nanti ada cowok yang sayang sama dia. Cowok itu harus mengerti kesibukan Raisa. Bukan cowok posesif yang melarang ceweknya melakuka. Hal itu ini. Pekerjaannya sebagai dokter nanti, pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit. Ketimbang di rumah. Jadi Raisa juga perlu menyeleksi cowok yang mau jadi suaminya. Suaminya harus mengerti profesi Raisa sebagai dokter. Karena hanya dokter yang jam kerjanya tidak menentu. Kapanpun pasien membutuhkan, ia harus selalu ada. "Udah, udah, gue malu ah. Gue engga sehebat yang elo semua pikirin ko. Lagi-lagi di bilang cewek idaman semua cowok. Dian, engga semua cowok ngidamin gue kok. Setiap cowok pasti punya tipe cewek yang dia sukain. Gue mah, engga yakin. Kalo gue idaman. Nanti mereka merasa di nomor dua kan lagi. Gara-gara profesi aku nantinya," Raisa merendah. Dia memang tidak menjadi tinggi ketika di puji. Raisa selalu merendah. Tidak ada untungnya juga. Jika di puji menjadi sombong, untuk apa? "Ya, elo harus bagi waktu lah, Rai. Profesi elo emang penting. Tapi elo juga perlu temen. Temen hidup yang membuat hidup lo bahagia. Elo berhak bahagia. Elo juga berhak dapetin cinta. Kenapa engga? Banyak kok seorang dokter yang sangat bahagia sama pasangannya. Itu karena pembagian waktu yang tepat. Gue yakin elo bisa kok. Sekarang aja elo bisa bagi waktu. Antara kuliah sama kerja. Ya kan?" nasihat Husna. "Iya, Rai. Cepat atau lambat lo bakalan ketemu jodoh lo," dukung Junia. Tumben sedikit nyambung? Hehehe "Iya, iya, aamiin," ucap Raisa penuh harap. Karena memang tidak memungkiri. Raisa juga ingin punya pacar seperti Dewanti dan Dianti. Di antara mereka berlima. Memang hanya Dewanti dan Dianti yang sudah mempunyai kekasih. Dianti pacaran dengan cowok fakultas teknik di kampus. Mereka sering bertemu saat pulang kuliah. Mereka juga sering mencari-cari waktu untuk berpacaran. Karena kesibukan Dianti yang super padat. Mereka menyempatkan untuk bertemu di sela kesibukan Dianti. Berbeda dengan Dewanti. Ia pacaran LDRan. Jarak tak menghalangi mereka dalam merajut cinta dalam hatinya. Dewanti memang sudah lama dekat dengan cowok itu. Awalnya mereka bersahabat. Tapi lama kelamaan mereka saling jatuh cinta. Cowoknya tidak memandang fisik Dewanti. Karena fisik itu belum menjamin isi hatinya. Ada yang cantik tapi hatinya busuk. Karena hati adalah cermin kecantikan sesungguhnya. Sementara Husna, Junia dan Raisa. Mereka jomlo. Husna yang memang berhijab, ia tidak menyetujui. Kalau memulai suatu hubungan dengan pacaran. Keluarganya yang sangat kuat dalam ilmu agamanya. Sangat di terapkan sekali oleh Husna di kehidupannya sehari-hari. Bisa di lihat dari penampilannya. Husna selalu pakai gamis panjang yang menutupi tubuhnya. Kerudung panjang sepinggang yang sangat besar. Belum lagi kaus kaki yang selalu ia pakai kemana-mana. Karena menurut agama islam. Aurat perempuan itu. Seluruh tubuh. Kecuali wajah dan telapak tangan. Jika memang Husna mau menjalani suatu hubungan. Ia akan memulainya dengan ta'aruf. Dan langsung nikah, jika cocok. Kalau Junia sih, memang orang tuanya melarang dia pacaran. Sebelum menjadi dokter. Keluarga Junia takut. Karena keluguan dan kepolosan Junia di manfaatkan oleh pacarnya. Junia juga kan tidak fokus kuliahnya. Kalau ia mempunyai pacar. Engga punya pacar aja udah susah belajarnya. Apalagi kalau punya. Dan Raisa, bukannya ia tidak mau pacaran. Ia juga ingin pacaran. Raisa hanya punya satu mantan. Dan itu membuat ia cukup merasa. Kalau dia tidak ahli dalam percintaan. Raisa tidak mau, gara-gara sakit hati di tinggal pacar. Mendingan Raisa berpacaran dengan buku. Karena buku tidak akan pernah mengkhianati. Malah mereka adalah sumber ilmu. ******** Kampus Riyan. Siang hari saat istirahat. Memang paling enak nongkrong di caffetaria. Selain bisa sambil mengerjakan tugas. Mahasiswa juga bisa saling bertukar pendapat. Atau hanya sekadar ngobrol-ngobrol dan bergosip ria. Riyan dan sahabat-sahabatnya sedang nongkrong di caffetaria kampusnya. Mereka sedang ngobrol soal topik Raffa dan Dhea. Dari mulai pertanyaan, kenapa bisa dekat. Terus kapam jadian dan lain sebagainya. Keasikan itu berhenti, ketika Kamila datang menghampiri Riyan. "Sayang, jadi kan hari ini kita nonton?" rayu Kamila sambil tanagnnya gelayutan ke tangan Riyan. Sabil, Raffa, Dhea dan Diyah. Langsung sebal melihat adegan itu. Pasalnya ini tempat umum. Engga malu apa? Tanpa malu Kamlia bersikap mesra pada Riyan. Kalau Riyan mah sudah jelas bukam tipe seperti itu. Ia hanya diam saja di perkalukan seperti itu oleh Kamila. Yang namanya bucin, pasti nurut aja mau di gimana-gimanain juga. "Eh kamu sayang. Oh jadi dong sayang. Tapi janji ya shoopingnya libur dulu. soalnya aku harhs pulang cepet. Kasian Aliya sendirian di rumah. Tadi pas aku tinggal juga, kayanya sedikit engga enak badan," ucap Riyan. Aliya sendirian? Kan di rumah ada bik Sumi, pak Maman sama yang lainnya. Riyan memang sedang mencari alibi agar tidak di ajak shopping terus-terusan oleh Kamila. Kenapa engga dari dulu aja? Riyan ini memang sangat bodoh soal percintaan. Yang ia tau hanya kebucinanya saja. "Oke sayang. Abis nonton. Aku mau ke salon aja deh. Kamu pulang duluan aja ya, kasian juga Aliya. Sayang jangan lupa yah. Seminggu lagi aku ulang tahun. Aku pengen kado yang spesial dari kamu," ujar Kamila manja. Belum ulang tahun saja, udah nagih kado. Dasar matre! "Iya Kamila sayang," jawab Riyan si bucin. "Cie cie. Siang, siang gini. Udah mesra amet. Serasa dunia milik berdua. Sampe lupa, kalo kita juga ada di sini," sindir Sabil muak melihat kemesraan mereka. "Gue jadi ngiler deh," timpal Dyah. "Kalo gue sih ga ngiler. Kan ada Dhea ku sayang. Hihi," tambah Raffa ikutan lebay. "Apaan sih sayang jangan lebay ah. Ini di tempat umum. Jangan malu-maluin," damprat Dhea. Sebetulnya sekalian nyindir si Kamila. "Eh kata siapa lebay. Aku juga engga malu-maluin. Kitakan emang pacaran keles. Jadi wajar aja, kalo mesra," si Raffa ini kayanya engga ngeh deh. Sebenernya kan Dhea sama yang lainnya. Lagi nyindir Kamila sama Riyan. Raffa malah ikutan ngebucin lebay. Kamila melirik ke arah Raffa dan Dhea. "Jadi lo jadian sama Dhea, Raf?" tanya Kamila. "Yo'i!" jawab Raffa singkat. "Udah berapa lama?" ternyata Kamila kepo juga. "Udah lama kali. Dari sebelum masuk kampus ini juga, gue udah jadian sama Dhea. Gue pacaran sama Dhea udah dari zaman SMA. Masa elo engga tau?" jelas Raffa. "Oh. Jadi semua itu bener? Gue kayanya engga perlu tau deh. Terserah kalian mau pacaran atau engga juga. Bukan urusan gue," ucap Kamila jutek. Raffa mengepalkan tangan kanannya. Raffa mulai geram. Tapi Dhea menahannya. Jangan sampe Raffa melakukan kekerasan sama Kamila. Meskipun kesal dan menyebalkan. Si Kamila ini statusnya masih jadi pacar Riyan. Dhea engga mau, kalau Kamila kena pukul Raffa. Hubungan persahabatan antara Raffa dan Riyan jadi renggang. "Eh sayang engga boleh gitu ah sama temen aku," tegur Riyan lembut. Ia merasa tidak enak dengan Raffa dan Dhea. Kamila sama sekali tidak mengindahkan teguran Riyan. Malah ia pengen nyindir Raffa sama Dhea lagi. "Gue denger ada pelakor. Hati-hati cewek zaman sekarang engga bisa di percaya. Sekalinya itu sahabat kita masih bisa kok jadi selingkuha. Gue kesian aja sama Dhea. Kalo sampe Raffa beneran selingkuh sama si Sabil." Ucapan Kamila membuat kepala Sabil mendidih. "Eh elo! Kalo ngomong engga usah ngasal yah! Engga usah jadi profokasi deh jadi orang. Lagian itu cuma gosip murahan. Yang belum jelas benar atau engganya. Lagian masalah itu udah selesai. Bahkan Raffa sendiri yang ngelabrak, orang yang nyebarin gosip itu," semprot Sabil tidak terima. Emang si Kamila ini lama-lama nyebelinnya semakin jadi. Sabil tadinya udah biasa-biasa aja dengan kehadiran Kamila. Sabil menghargai Riyan, karena Riyan masih pacarnya Kamila. Kalau harga dirinya di rendahkan kaya gini. Sabil tidak terima. Pake di sebut pelakor alias perebut laki orang. Emang Riyan sama Kamila udah nikah. Kan ngaco banget tuh mulut Kamila. "Kamila udah!" cegah Riyan. "Gue percaya kok. Raffa engga seperti itu," ucap Dhea. "Tapi sempet kan elo kepancing. Sama aja artinya elo engga percaya sama dia. Kali aja si Sabil ini nyari tempat pelarian dari mantannya," oceh Kamila. Lagi-lagi meyulut amarah Sabil. "Rese lo yah! Tu mulut engga di sekolahin apa. Gue sama Raffa itu sahabatan aja! Lo tuh yang matre! Tukang selingkuh pula!" bentak Sabil. Semua yang di bicarakan Sabil memang benar adanya. Kamila itu cewek matre dan tukang selingkuh. Mau-maunya Riyan masih betah jadi pacarnya Kamila yang seperti siluman ini. Di depan Riyan baik, di belakang selingkuh sama orang lain. Kan bener-bener kaya siluman ular. "CUKUP! CUKUP!" bentak Riyan sambil menggebrak meja. Tangannya gemetar, nafasnya sudah tidak beraturan. "Udah cukup Kamila. Raffa, Dhea sama Sabil. Gue minta maaf atas ucapan Kamila yang engga enak tadi. Gue sama Kamila pergi dulu," Riyan terlihat sangat malu sekali pada sahabat-sahabatnya. Riyan pergi membawa Kamila menjauh dari sahabat-sahabatnya. "Udah yah. Dhea, Sabil, Raffa. Masalah ini udah selesai kan. Jangan sampe ucapan Kamila kita jadi berantem lagi," ucap Dyah, mencoba mendinginkan suasana yang mulai memanas. "Tenang aja kok Dyah. Gue udah engga percaya gosip itu lagi," sahut Dhea. "Kalo engga inget Riyan itu pacarnya. Udah gue bejek-bejek jadi prekedel itu si Kamila," Sabil masih kesal dengan ucapan Kamila. "Lagian betah banget si Riyan pacaran sama tuh siluman. Gua mah ogah! Riyan kok jadi b**o. Semenjak jadian sama Kamila," Raffa juga masih sebal dengan Kamila. Ia juga sebal pada sahabatnya yang sudah di butakan oleh cinta. "Kamila itu kan cinta pertama Riyan. Jadi wajar aja. Kalau sulit melepaskannya. Gue ngomong kaya gini bukan berarti gue belain Kamila. Tapi putus dari cinta pertama itu. Susah move on loh. Itu yang gue alami," Dyah malah curhat. "Ya, iya sih. Tapi kalo udah jelas dia itu matre dan berkhianat. Ngapain juga di pertahanin. Itu sama aja cari penyakit. Udah tau penyakit. Masih aja di simpen," tukas Sabil. Ups! Sepertinya, Dyah salah ngomong. Secara engga sadar, kalau Dyah suah menyingnung Sabil. Pasalnya Sabil juga belum bisa move on dari cinta pertamanya. Sabil terpaksa mutusin cinta pertamanya, karena cowoknya ketauan selingkuh. Tapi sampai sekarang, Sabil belum menemukan lagi tambatan hatinya. Di hatinya masih ada cowok itu. Walau nantinya si cowok itu ngajak balikan lagi. Sabil tidak akan mau. Lebih baik tersakiti saat berpisah. Dari pada bertahan tapi hancur.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD