Part 7 - Sahabat Riyan

2382 Words
Part 7 - Sahabat Riyan Riyan sudah sehat kembali. Ia mulai masuk kuliah lagi, setelah sempat bolos. Karena sakit. Sahabat-sahabat Riyan sangat perhatian pada Riyan. Mereka menengok Riyan saat sakit kemarin. Riyan mempunyai empat sahabat di kampusnya. Namanya Sabil, Dhea, Dyah dan Raffa. Mereka bersahabat sejak bertemu dalam ospek. Smentara Riyan dan Rafa sudah bersahabat sejak kecil. Dari kecil Riyan dan Raffa selalu sekolah di sekolah yang sama. TK bareng. SD bareng. SMP bareng. SMA Bareng. Sampai kuliah juga barengan. Seperti anak kembar saja mereka. Harus bareng kalau kemana-mana. Riyan duduk di caffetaria kampusnya. Riyan memesan jus alpukat, sambil termenung. Riyan tidak boleh sampai ambruk lagi. Riyan tidak mau, kalau sampai Kamila memutuskan dirinya. Maka dari itu, kalau Riyan sakit lagi. Riyan tidak akan memberitaukan Kamila. Lebih baik Riyan menyimpan rasa sakit itu sendiri. "Hei Ian! Bengong aja lo!" sapa Sabil mengejutkan Riyan. Nyapa sih nyapa, tapi engga usah sampe ngagetin juga. Sabil, Dhea dan Diyah duduk di bangku di mana Riyan berada. Meski mereka sering bersama. Kadang Riyan memang selalu melamun tanpa sebab. Seperti yang sedang banyak pikiran. "Eh elo Sabil, biasa banget deh lo ngagetin gue," protes Riyan. "Lagian elo nya malah bengong. Mikirin apa sih? Pasti mikirin Kamila lagi?" tebak Sabil. Dia memang paling peka. Sabil sebetulnya tidak setuju dengan hubungan Riyan dan Kamila. Bukan berati Sabil cemburu yah. Sabil tidak punya perasaan apa-apa pada Riyan. Begitupun sebaliknya. Riyan tidak mempunyai perasaan apa-apa pada Sabil. Mereka murni hanya bersahabat. "Engga ko," kilah Riyan. "Ian. Apa lo ga mikir-mikir dulu pacaran sama Kamila. Lo itu ganteng, kaya pula. Lo tinggal nunjuk aja. Cewek-cewek pada mau kok. Apa engga ada cewek lain, selain Kamila?" tanya Sabil sedikit sebal. Riyan perlu tau, kalau dirinya tidak layak mempunyai pacar seperti Kamila. Karena banyak cewek yang lebih baik dari Kamila. "Iya, Ian.. Dia itu kan matre abis," tambah Dhea. Kening Riyan berkerut, "Kalian ngomong apa sih?" "Maksud kita itu. Lo apa ga cape pacaran sama orang, yang doyannya shooping dan ngabis-ngabisin duit kaya gituh? Gue faham banget lo orang kaya. Bokap nyokap lo perngusaha sukses. Tapi kan sayang uangnya, Ian. Kalau harus di hambur-hamburkan gitu. Bokap nyokap lo itu nyari uang sampe ke luar negeri loh. Sampe belain ninggalin anak-anaknya. Terus dengan enaknya, Kamila habisin uang lo. Kan lancang, Ian!" omel Diyah. Akhirnya unek-uneknya keluar juga. Ingin sekali Dyah menguarkan unek-unek ini. Tapi menunggu waktu yang tepat. Dan sekarang lah waktunya. Pas banget lagi ngomongin Kamila. "Gue sayang sama Kamila. Apa itu ga cukup buat ngewakilin perasaan gue?" Riyan malah tanya balik. "Udah deh, Sob. Riyan itu cintanya mentok sama Kamila. Kita larang-larang juga ga bakalan di denger," ceplos Sabil. Riyan malah cengegesan. "Hhehee maaf ya, Sob. Gue udah terlanjur sayang sama Kamila. Jadi jangan ngomongin hal buruk lagi tentang Kamila. Karena gue ngga akan percaya," dasar Riyan bucin. Udah tau Kamila matre, masih aja cinta sama model kaya gitu. "By the way, Raffa mana?" Riyan celingukan. Ia mencari sosok Raffa. Kenama dia? Bukannya Raffa selalu bersama Dhea yah? Dimana ada Dhea, di situ ada Raffa. Mereka sudah lama lacaran. Kurang lebih sejak SMA. Sampai sekarang mereka masih pacaran. "Cowok gue lagj ada rapat senat, Ian. Emang kenapa?" tanya Dhea. "Sampe lupa Dhe, lo pacarnya," Riyan terkekeh. "Yang Riyan ingetkan cuma Kamila. Hihihi. Ya, kan?" terka Dyah. "Bisa aja lo, Dyah. Iya dong. Pastinya gue, selalu inget sama Kamlia," kata Riyan bangga. "Bucin banget sih lo sama Kamila!" cetus Sabil. Ia paling eneg, kalau liat Riyan sudah di mabuk cintanya Kamila. Riyan layak mendapatkan, cewek yang lebih baik dari Kamila. Seperti yang Diyah bilang. Sayang uang Riyan, kalau harus habis di hambur-hamburkan oleh Kamila. "Udahlah, engga usah ngomongin Kamila dulu. Sebesar apapun usaha kita buat ngomongin jelekan Kamila. Di mata Riyan, Kamils tetep yang terbaik," sindiri Dhea. Riyan hanya tersenyum kecut. Entah kenapa semua orang begitu, menginginkan Riyan berpisah dengan Kamila. Mungkin memang mereka tidak ingin Riyan di permainkan Kamila. Kamila sangat terlihat kentara memoroti Riyan. Mereka sebagai sahabat Riyan yang baik, wajib untuk mengingatkan Riyan. Meskipun Riyan susah, kalau di bilangin. "Si Raffa rapat apa di senat, Dhe?" tanya Diyah. "Tau tuh, kayanya bulan depan mau ada acara kampus. Jadi dia bakalan sibuk minggu-minggu ini. Resiko jadi anggota senat. Ya harus ngikutin semua aturannya," keluh Dhea. Kadang dia suka sebal, kalau Raffa terlalu lama dengan kegiatannya di kampus. Dhea tau, dari dulu Raffa memang sangat aktif ikut organisasi. Bahkan dulu di SMA, Raffa adalah ketua osisnya. Raffa nemang supel. Temannya banyak sekali. Raffa memang paling suka sekali masuk organisasi. Katanya untuk menambah ilmu dan wawasan. Sekalian nambah teman juga. "Oh gitu, kayanya acara buat ulang tahun kampus deh. Kalo engga salah bulan depan itu. Kampus kita ulang tahun. Iya, kan Riyan?" tanya Dyah pada Riyan. Ia sengaja bertanya pada Riyan. Habis, kayanya Riyan mulai melamun lagi. "Eh iya, Dyah. Memang bulan depan ulang tahun kampus kita. Ya, mungkin aja Raffa sibuk nyiapin itu," sahut Riyan. Tumben nyambung. Padahal biasanya, kalo di tanya pas bengong. Jawabannya suka ngaco. Jadi mungkin tadi Riyan hanya setengah melamun. Tapi masih mendengarkan obrolan Dhea dan Dyah. "Elo udah beneran sembuh, Ian? Lagian kok bisa sampe tiga kali kena Typus sih dalam enam bulan ini," tanya Sabil heran. Sabil mulai bersuara. Karena dari tadi ia sibuk mengerjakan tugasnya. Maklum saja ia sering mengerjakan tugas di mana saja. Kadang di caffetaria, di taman atau di mana pun. Kalau ada kesempatan, langsung ia kerjakan. Soalnya Sabil kuliah sambil kerja. Jadi ia harus memanfaatkan setiap waktu sengangnya, buat mengerjakan tugasnya. Sabil adalah anak pertama dari empat bersaudara. Dia menjadi tulang punggung keluarganya. Setelah ibunya resmi bercerai dengan ayahnya. Semua tanggung jawab adik-adiknya Sabil pikul. Karena ibunya sakit struk. Ibunya hanya bisa berbaring di kasur. Mungkin hal itu yang membuat, ayahnya Sabil bercerai dengan ibunya. Ayahnya tidak mau bertanggung jawab lagi membiyayai pengobatan ibunya Sabil. Dia juga lepas tanggung jawab, untuk membiayai anak-anaknya. Maka dari itu, Sabil harus kuliah sambil kerja. Untungnya Sabil mendapatkan beasiswa. Jadi ia bekerja, untuk memenuhi kebutuhan di rumahnya sehari-hari. Riyan sering salut pada orang yang kuliah sambil kerja. Rasanya engga cape gitu, menjalankan dua rutinitas sekaligus. Riyan juga ingin kuliah sambil bekerja. Tapi apa daya, tubuh lemahnya pasti akan berontak. Mana kuat. Hanya sebatas kuliah saja, sudah sering ambruk. Apalagi kalau kuliah sambil kerja. "Imun gue emang lemah, Bil. Jadi penyakit gampang banget masuk ke tubuh gue," jawab Riyan. "Oh gitu, makannya jangan terlalu kecapean. Jangan banyak bengong juga!" nasihat Sabil. Ia memang paling cablak dari sahabat-sahabat lainnya. Tapi jangan salah. Sabil justru paling peka di antara yang lainnya. "Engga apa-apa, Ian. Masih mending Typus. Bisa pulih dengan cepat. Bukan penyakit membahayakan yang sulit di sembuhkan. Apalagi penyakit mematikan kaya serangan jantung. Merinding gue," oceh Diyah sambil bergidik ngeri. Riyan hanya tersenyum kecut. Suatu saat Riyan pasti akan kena penyakit berbahaya. Karena sistem imun Riyan yang sangat lemah. Biarlah sahabat-sahabatnya berpresepsi seperti itu. Biar mereka tau, kalau Riyan baik-baik saja. Riyan tidak mau membuat sahabat-sahabatnya ini, mencemaskan Riyan lagi. Setelah berbincang-bincang cukup lama. Mereka akan bergegas ke perpustakaan dulu. Karena ada tugas dadakan dari dosen. Berhubung satu jam lagi, kelas akan di mulai. Mereka harus secepatnya ke perpustakaan untuk mengerjakan tugasnya. "Hai Sob!" sapa Raffa. Mereka udah mau pergi. Raffa malah baru datang. Mungkin rapatnya baru saja selesai. Sabil, Dhea dan Dyah sudah duluan ke perpustakaan. Jadi hanya ada Riyan dan Raffa sekarang di mejanya. "Eh lo kemana aja? Katanya ada rapat senat lo? SD2 bilang lo lagi sibuk-sibuknya buat acara kampus bulan depan," tanya Riyan. "SD2? apaaan?" tanya Raffa bingung. "Maksud gue itu. Sabil, Dhea sama Dyah. Gue singkat aja biar gampang. Hahaha," Riyan tertawa. "Ohh. Hahahaa. Dasar lo ada-ada aja. Pake nyingkat-nyingkat nama orang. Engga pake izin dulu, gitu. Mana ada cewe gue. Namanya di singkat gitu," protes Raffa. "Ahahahahaha. By the way, lo sama Dhea udah baikan? Gue liat, bukanya kemaren-kemaren Dhea marah banget sama lo? Kalian kenapa sih?" tanya Riyan mulai kepo. "Gue sadar, ada yang lagi adu domba kita. Saat marahan gue selalu membayangkan Dhea. Dhea itu lebih manis ternyata. Gue emang udah suka dari dulu. Engga salah kan, kalo gue bisa suka sama dia? Tapi lo sendiri kan tau gue sibuk ikut organisasi ini itu. Nah gue takut. Kalo Dhea merasa sendiri, karena gue terlalu sibuk sama organisasi. Kemaren gue di adu domba si Lucita. Dia biang keladinya," curhat Raffa panjang lebar. "Emang si Lucita ngapain?" tanya Riyan kepo. "Dia pake bilang gue selingkuh sama Sabil. Gila apa? Kemaren gue nganterin Sabil itu. Karena Sabil hampir telat masuk kerja. Jadi gue menawarkan, untuk nganterin dia ke tempat kerja. Eh malah di hiperbola. Bilang gue selingkuh dan hal yang macem-macem. Gue engga mungkin selingkuhlah. Lagian Sabil juga baru putus sama si Alam," cerocos Raffa. Untuk ukuran cowok. Raffa bisa di bilang sangat cerewet. Lihat saja, kalau sudah curhat sama Riyan. Bawaannya tidak mau berhenti berbicara. Beruntungnya, Riyan itu tipe pendengar setia. "Masa Dhea percaya sih?" "Ga tau tuh. Dhea langsung percaya gitu aja. Pas lo di rawat kemaren. Dhea sampe ribut sama Sabil. Aslinya gue engga enak sama Sabil. Pake acara bilang, gue tempat pelarian Sabil dari Alam. Gila ga?" Raffa memang selalu heboh, kalau curhat. "Ya, engga mungkinlah. Lagian si Alam aja yang b**o. Ninggalin Sabil demi cewek kaya. Langsung di embat kepelaminan lagi. Gimana engga sakit hati di tinggal nikah. Kasian Sabil. Si Lucita ini memang mulutnya harus di plester, Raf," ujar Riyan ikut dongkol. Lucita memang biang gosip. Konon katanya, Lucita ini menyukai Raffa. Jadi ia berusaha membuat Raffa putus dengan Dhea. Jadi ia sengaja menyebarkan hoax tentang Sabil dan Raffa. "Bukan di plester lagi, Ian. Gue sumpel pake lap bekas sekalian. Lo tau gue sampe ngelabrak dia. Awalnya pas Dhea marah-marah. Gue bingung. Gue salah apa. Nah gue ngorek-ngorek. Apa yang membuat Dhea marah. Dhea malah diem aja. Tapi lama kelamaan, akhirnya Dhea bilang juga. Tentang gosip murahan tentang gue sama Sabil. Gue tanya dia tau dari mana. Dhea bilang dari si dedemit Lucita. Langsung deh gue labrak!" Good keberanian Raffa, untuk menegur seorang cewek bagus juga. Selama ia ada di posisi benar. Engga masalah. Kenapa harus takut? "Udahlah, mana tahan gue lama-lama marahan sama Dhea. Dhea juga minta maaf sama Sabil. Jadi semuanya udah kelar. Gue kangen banget rasanya sama Dhea. Dimana dia sekarang? Anak-anak yang lain kemana?" tanya Raffa. "Iya deh, yang lagi jatuh cinta. Bawaannya kangen mulu. Ya ampun!" Riyan menepok jidatnya yang tak bersalah. "Ada apa?" "Ada tugas dadakan dari pak Hedra. Tadi baru di krim di grup w******p. Tadinya gue mau ke perpus. Sabil, Dhea sama Dyah udah duluan. Eh gue malah keasikan ngobrol sama elo. Ya udaj yuk! Kita ke perpus," ajak Riyan. Gara-gara mendengarkan Raffa curhat. Ia sampai lupa dengan tugas dadaka dari pak Hendra. Mereka berdua langsung bergegas menuju perpustakan. Ternyata perpustakaan cukup penuh hari ini. Apa karena tugas dadakan tadi dari pak Hendra? Riyan dan Raffa masuk ke dalam perpustakaan. Dhea melambai-lambaikan tanganya pada Riyan dan Raffa. Dhea mengisyaratkan agar Riyan dan Raffa, segera ke tempat Dhea berada. Riyan dan Raffa menghampiri Dhea. Kemudian mereka mengerjakan tugas bersama-sama di perpustakaan. Waktunya sudah sangat mepet. Sisa dua puluh menit. Untuk mengejar tugasnya agar beres tepat waktu. ******** Setelah menyelesaikan tugas dari pak Hendra. Mereka langsung keluar dari perpustakaan. Ternyata pak Hendra tidak masuk kelas. Ia hanya memberikan tugas saja. Tau gitu kan, ga usah buru-buru di kerjain tugasnya. Dasar pak Hendra ini ngerjain mahasiswa saja. "Elo masih sama Kamila?" tanya Raffa. Mereka berdua kembali lagi ke caffetaria. Raffa meminta Riyan menemaninya makan. Sedangkan para cewek. Masih ada di kelas. "Masih dong. Emang kenapa?" tanya Riyan "Apa ga sebaiknya lo pikirin lagi. Lo bisa bangkrut loh di porotin terus Kamila," saran Raffa. Sahabat-sahabatnya Riyan memang tidak setuju, dengan hubungan Riyan dan Kamila. Termasuk Raffa. Ia juga sering berusaha mempengaruhi Riyan. Agar putus dengan Kamila. "Raffa. Raffa. Engga elo, engga SD2. Kalian sama aja. Selalu coba misahin hubungan gue sama Kamila. Harusnya, kalo sahabatnya jatuh cinta itu, di dukung dong. ini malah bikin drop," keluh Riyan. Hari ini sahabat-sahabatnya kompak mempengaruhi Riyan. Agar ilfeel sama Kamila. Tapi semua itu tak berhasil. Riyan tetap jadi bucinnya Kamila. Si cewek matre. "Terserah ya, Ian. Yang penting kita udah kasih tau lo. Tapi gue rasa Kamila itu. Cuma manfaatin lo. Dia ga bener sayang sama lo. Dia cuma mau duit lo doang," Raffa masih terus mempengaruhi Riyan. "Raf, dia sayang ko sama gue. Udah elo engga usah khawatir. Kalo udah cinta. Sulit ngubahnya jadi benci," ckckck keras kepala banget sih Riyan ini. Ia bersi kukuh sayang sama Kamila. Kasian Riyan hanya di manfaatkan Kamila saja. Semoga saja, kebenaran akan segera terungkap. Agar Riyan sadar, kalau Kamila memang tidak baik. Untuk menjadi kekasih Riyan. Karena Riyan terlalu baik. Tidak pantas mendapatkan cewek matre, tukang selingkuh seperti Kamila. "Ya udah. Mau pesen makanan apa? Katanya elo laper. Cepet peseb gih. Sekalian pesenin gue jus alpukat," perintah Riyan. Ia tidak mau, kalau harus berdebat terus. Tentang kelakuan buruknya Kamila. Bagaimanapun Kamila adalah pacarnya Riyan. Riyan harus menerima Kamila, apa adanya. Matre memang sifat jelek Kamila. Mau gimana lagi? Jika cinta sudah melekat di sanu bari. Akan sulit untuk mengusirnya pergi. "Iya, pak bos. Mau makan engga sekalian?" tanya Raffa. "Pesen cake aja yang manis-manis. Gue lagi males makan yang berat-berat," ujar Riyan. Yang berat-berat? Batu kali ah yang berat. Hehehhe Raffa itu sahabat Riyan dari kecil. Mereka lahir di bulan yang sama. Bulan September. Riyan lahir tanggal delapan. Sementara Raffa tanggal enamnya. Duluan Raffa yang lahir. Mereka bertetanggan saat kecil, sampai sekarang. Berhubung Riyan di urus oleh baby siter dan bik Sumi. Terkadang Riyan iri melihat Raffa yang selalu di sayang orang tuanya. Raffa di urus ibunya yang baik hati. Riyan jadi keseringan bermain ke rumah Raffa. Ibunya Raffa sangat senang, karena Raffa ada temannya. Bahkan ibunya Raffa menganggap Riyan seperti anaknya sendiri. Raffa itu anak tunggal. Ibunya tidak akan bisa hamil lagi. Karena tumor ovarium yang di derita ibunya. Dengan terpaksa rahimnya harus di angkat. Karena tumornya sudah semakin membesar sampai menutupi leher rahim. Dari pada membahayakan nyawa. Sebaiknya di angkat dari tubuhnya. Jadi ibunya Raffa menganggap Riyan seperti anaknya. Apalagi saat Aliya lahir. Ibunya Raffa ikut mengurus Aliya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD