Kedatangan Mereka

1045 Words
Tak terasa, tiga hari sudah Pangeran Air dan Putri Api tinggal di perkampungan ini. Walaupun keduanya kadang akur dan kadang seperti musuhan, tetapi satu sama lain tetap peduli jika salah satunya kelaparan. Pagi ini tak disangka-sangka Mark datang menemui Pangeran Air, Empu Eyanglah yang mengantarkan Mark kemari. Pangeran Air tentu merasa bahagia, karena berjumpa dengan Mark yang sudah dianggap seperti sahabat sendiri. Putri Api menganggap jika Mark mungkin hanya teman biasa pria itu. Putri Api sebenarnya ingin pula Yaya ke sini menemaninya. "Tuan Putri." Sebuah suara terdengar nyaring di telinga Putri Api, tetapi gadis itu menggeleng saja. Ia mungkin hanya berhalusinasi. "Tuan Putri." Untuk kedua kalinya suara itu terdengar. Putri Api tetap tak percaya. "Mohon ampun, Tuan Putri." Putri Api akhirnya menoleh menatap tak percaya Yaya berada di hadapannya sekarang. "Yaya?" panggil Putri Api tak percaya. "Hamba, Tuan Putri." Putri Api langsung menghambur memeluk Yaya erat. Putri Api sudah merindukan gadis itu, Yaya selalu menemani dirinya, tentu Putri Api merasa kehilangan apabila tidak ada Yaya di sampingnya. "Siapa yang mengantar kau kemari?" tanya Putri Api setelah melepaskan pelukannya. Yaya membungkukkan badan sebentar. "Hamba diperintahkan oleh Yang Terhormat Empu Eyang untuk menemani Tuan Putri di sini. Hamba diantar oleh orang suruhan Empu Eyang, Tuan Putri." "Oh, begitu. Aku senang kau datang." "Mohon ampun, Tuan Putri. Apakah hamba boleh tahu, kenapa Tuan Putri bisa terperangkap di perkampungan ini?" Putri Api menghela napas sebentar. "Awalnya aku di sekolah, tetapi tiba-tiba Empu Eyang membawaku kemari bersama pria sombong itu dan kata Empu Eyang, aku disuruh menjalankan misinya, tetapi aku tidak tahu apa misinya." Dahi Yaya berkerut mendengar kata 'pria sombong' jadi Tuan Putrinya itu tinggal bersama seorang pria di sini? Lantas, pria sombong manakah yang dimaksud oleh Putri Api? "Mohon ampun, Tuan Putri. Pria sombong siapa yang Tuan Putri maksud?" tanya Yaya kembali membungkukkan badan. "Siapa lagi jika bukan Tuan Dafta terhormat," jawab Putri Api. "Hekhem." Dehaman itu langsung menyita perhatian Putri Api dan Yaya yang menoleh ke asal suara. Pangeran Air datang sambil membawa sebuah kantong. Ia memang dari pasar membeli bahan makanan. "Siapa pria sombong yang kau maksud?" tanya Pangeran Air dingin. "Hah, si--siapa bilang? Aku tidak berbicara seperti itu." Pangeran Air mendengkus kesal. Gadis itu memang tak mau disalahkan. "Ini bahan makanan. Kau masakin di dapur. Aku sudah lapar." "Aku sedang malas memasak. Kau tidak lihat, ada temanku yang ingin bertemu denganku." Pangeran Air menatap Yaya yang menunduk, dari pakaian gadis itu tampak seperti pelayan istana. Kenapa ia kemari? Dan Putri Api bilang gadis itu temannya. Apakah Putri Api seorang pelayan? pikir Pangeran Air. *** Makanan akhirnya siap dan tertata rapi di meja makan. Yaya bersedia memasak untuk tiga orang tersebut daripada ketiganya mati kelaparan. "Tidak hanya cantik, kau ternyata juga baik," ucap Mark menilai Yaya yang membuat gadis itu tersipu malu. "Hei, kau jangan menggoda Yaya seperti itu! Kasihan, lihat pipinya memerah," ujar Putri Api. "Sudah, makan saja dulu. Nanti kau keselek makanan," sahut Pangeran Air menasehati Putri Api. "Ih, siapa kau ngatur-ngatur aku--hukk ... hukk." Putri Api benar-benar tersedak. Yaya langsung panik, sedangkan Pangeran Air langsung menyodorkan gelas yang berisi air putih. "Huff." Putri Api mengembuskan napas lega. "Kan sudah aku bilang," sindir Pangeran Air. "Diam kau!" Yaya yang melihat perdebatan itu hanya tersenyum. Baru kali ini ia lihat Putri Api dekat dengan seorang pria. "Cepat habiskan makananmu Yaya, agar kita kembali ke kamar." "Baik, Tuan Putri!" jawab Yaya refleks. Dahi Pangeran Air langsung berkerut mendengar panggilan Yaya. Tuan Putri? Sedangkan Putri Api langsung gelagapan. Ia tak ingin Pangeran Air sampai tahu. "Tuan Putri?" tanya Mark yang mewakili pertanyaan Pangeran Air. "Ehmm ...." "Y--ya dia memang memanggilku Tuan Putri, karena aku secantik putri-putri di istana. Bukan begitu Yaya?" tanya Putri Api melototkan matanya pada Yaya. "Benar, Tuan Putri." "Nah, itu benar katanya." Namun, tetap saja Pangeran Air merasa heran. Ia semakin penasaran dari negeri apa gadis itu berasal. "Yaya kau sudah siap makan, 'kan? Yuk, ke kamar!" ajak Putri Api segera menarik tangan Yaya. "Mohon ampun, Pangeran. Apa yang sedang Pangeran pikirkan?" tanya Mark yang melihat Tuannya itu melamun. "Tidak ada." "Apakah Pangeran Air memikirkan apa yang dimakan nanti sore?" "Tidak." "Apakah Pangeran Air memikirkan emas untuk berbelanja?" "Tidak." "Apakah Pangeran Air merindukan istana?" "Ya." "Apakah Pangeran Air sudah rindu dengan Permaisuri Delita?" "Ya." "Apakah Pangeran Air memikirkan kenapa saya tampan?" "Yy--tidak," jawab Pangeran Air mendengkus pelan. Kepedean sekali Mark. *** Putri Api sedang berada di halaman belakang rumahnya bersama Yaya. "Kau tahu, kekuatanku semakin lama semakin padam," ucap Putri Api memberitahu yang membuat Yaya terkejut. "Bagaimana bisa begitu, Tuan Putri?" "Aku tidak tahu, aku malah mendapatkan kekuatan baru," jawab Putri Api. Ia menatap telapak tangannya yang membasah. "Kekuatan apa, Tuan Putri?" tanya Yaya penasaran. Ia ikut menatap telapak tangan Putri Api yang bak mata air selalu mengeluarkan air. "A--air?" tanya Yaya terkejut dan tak psrcaya. "Kau pasti heran. Aku pun! Kenapa kekuatanku malah berubah menjadi air?" Putri Api sungguh heran. Misteri ini belum terpecahkan. "Apa karena Tuan Putri berbaur dengan orang Negeri Van Water?" tanya Yaya. "Aku tidak berbaur dengan siapa pun. Lagi pula, aku tidak pernah bertemu dengan orang Negeri Air itu." "Mana Tuan Putri tahu, siapa saja yang sudah Tuan Putri temukan. Siapa tahu, Tuan Dafta adalah rakyat Negeri Van Water?" "Tidak mungkin. Dia mengaku hanya orang biasa saja." "Lalu, bukankah Tuan Putri juga mengaku sebagai orang bisa saja? Sedangkan Tuan Putri adalah Putri Kerajaan Api dan sudah diangkat menjadi Putri Vuurland langsung oleh Empu Eyang," ujar Yaya mengeluarkan semua pendapatnya. Putri Api juga baru sadar akan hal itu. Jika ia bisa menyembunyikan identitas aslinya. Bagaimana dengan Pangeran Air yang mungkin juga menutupi siapa dirinya. "Aku tidak pernah terpikirkan hal itu." "Siapa tahu, Tuan Dafta adalah Pangeran Kerajaan Van Water, Tuan Putri?!" "Hah, mana mung--" "Bisa jadi, Tuan Putri. Dia pasti juga tidak menyangka jika Tuan Putri adalah Putri Api dari Kerajaan Van Vuur, 'kan?" "Putri Kerajaan Van Vuur?" tanya seseorang yang mendengar hal itu. Putri Api dan Yaya menegang di tempat. Apalagi mengetahui siapa pemilik suara tersebut. "Jadi, kau seorang Putri?" tanya Pangeran Air yang membuat Putri Api refleks menoleh. "Iya!" jawab Putri Api lantang yang membuat Pangeran Air terkejut bukan main. *** Hallo. Makasih yang udah mau baca. Silakan berikan komentarnya dong, menurut kalian sampai chapter ini tanggapannya apa? Terima kasih. Salam, Amalia Ulan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD