LIMA BELAS

829 Words
Flashback 10 tahun lalu : Malam itu cukup dingin dari biasanya di kota kecil pinggiran wilayah Barat. Atlas berdiri sambil menghisap putung rokok terakhir yang ia bawa. Sedangkan Aaron duduk di bawah pohon rindang sambil mengasah pedang kesayangannya dengan hati hati. Kedua remaja berusia 18 tahun itu menghabiskan malam itu untuk mengobrol dibawah terpaan sinar rembulan. Menunggu mentari terbit untuk memulai misi mereka esok hari. Tadi siang mereka melakukan rapat untuk mengatur strategi penyerangan untuk berperang melawan kelompok mafia yang mencoba merebut wilayah Barat dari kekuasaan kelompok Black Hat yang dipimpin oleh Atlas Darion. "Aku tak suka kau menatap adik ku seperti itu." ucap Aaron, yang matanya masih fokus kepada pedangnya itu. "Memang aku menatap nya seperti apa?" tanya Atlas, tak mengerti. "Entahlah, kau menatapnya seperti ingin memilikinya. Itu agak menjijikan, kau seperti pedofil." jawab Aaron, sambil terkekeh. "Jaga mulutmu, Northent. Aku bukan pedofil." balas Atlas dengan ketus. "Kau naksir adik ku dan aku tahu itu. Ayolah, Atlas. Setidaknya tunggu 10 tahun lagi jika kau ingin mengencani nya. Usia Nara baru 10 tahun dan usia mu 18 tahun, sangat menjijikan jika kau mengencaninya sekarang." "Tunggu lah 10 tahun lagi, ia akan tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan otak yang cerdas." lanjut Aaron. Aaron dan Atlas memang berteman dekat, tapi pola pikir dan kepribadian mereka berdua berbeda. Di saat Aaron menyadari sesuatu, ia akan langsung mengungkapkannya. Berbeda dengan Atlas yang akan menyimpan untuk dirinya sendiri. "Aku tak tahu sampai kapan aku bisa menjaga adik ku. Jadi suatu saat nanti, jika kau bertemu adik ku lagi disaat aku sudah tak ada, tolong jaga adik ku." kata Aaron, menepuk bahu Atlas yang sedikit lebih pendek dari dirinya. "Akan aku kabulkan permintaanmu. Aku memiliki firasat kalau adik mu akan kembali padaku." ucap Atlas, sambil tersenyum. Ya, tersenyum. Sejak kematian ayahnya, Atlas tak pernah tersenyum. Ia hanya memasang wajah dingin dengan ekspresi datar di depan orang lain. Tak ada yang tahu dirinya sedih, marah, atau bahagia. Tapi berbeda pada saat Atlas bersama Aaron. Atlas bahkan lebih terbuka kepada Aaron dibanding adik adiknya sendiri. Hanya Aaron yang tahu tangis Atlas ketika ayah Atlas meninggal dunia. Atlas tidak mau menunjukan tangisnya kepada adik adiknya karna ia takut terlihat lemah di depan adik adiknya. Setelah kematian ayahnya, dirinya diharuskan memimpin kelompok Black Hat, sebuah kelompok mafia yang cukup besar dengan jaringan jaringannya. Ia harus terlihat tegar sebagai pemimpin kelompok. "Kakak, ayah memintamu untuk menemuinya. Ayah mau kita berkumpul. " ucap Nara, yang entah dari mana tiba tiba muncul. "Kau duluan, nanti aku menyusul." balas Aaron, sambil mengusap usap pucuk kepala Nara. Kemudian Nara pun mengangguk dan berbalik badan lalu meninggalkan tempat itu untuk menuju ke tempat ayahnya berada. "Sudah ku bilang jangan menatapnya seperti itu." kata Aaron, menepuk punggung Atlas cukup keras. "Ya ya baiklah, akan ku tunggu 5 atau 10 tahun lagi." ucap Atlas, sambil terkekeh. Mengingat kejadian 10 tahun yang lalu itu membuat Atlas yang kini sedang berdiri di depan pintu ruangan kerjanya sendiri tiba tiba tersenyum. Firasat dan perkataannya 10 tahun yang lalu benar benar terjadi. Ia kembali dipertemukan oleh Nara tanpa sengaja seakan akan Nara kembali kepadanya setelah waktu yang lama. Usianya kini sudah tak muda lagi. Atlas sudah menginjak usia 28 tahun, tapi ia masih tetap terlihat seperti lelaki 25 tahunan. Bahkan adiknya, Jack, terlihat lebih tua darinya. Padahal Atlas dan Jack hanya berbeda 2 tahun. Saat sedang asik melamun mengenang masa lalu, Jack yang tiba tiba lewat di lorong tempat Atlas berdiri membuyarkan lamunan Atlas. "Jack? Apa yang kau lakukan disini? Aku menyuruhmu untuk mengurusi mayat mayat tadi kan?" tanya Atlas heran. "Ah itu... Finn menawarkan diri untuk mengambil alih pengurusan mayat itu." jawab Jack. Mendengar jawaban Jack membuat Atlas mengerutkan dahi nya. Tumben sekali Finn menawarkan diri untuk melakukan sesuatu tanpa disuruh oleh dirinya. Entah ia harus senang atau khawatir dengan adik bungsunya, Atlas senang dengan inisiatif Finn yang akhirnya muncul, tapi ia sedikit merasakan firasat buruk akan terjadi. "Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di depan pintu ruangan mu sendiri?" tanya Jack. "Ada Nara di dalam, ia butuh udara yang lebih dingin." jawab Atlas dengan santai. Jack pun membulatkan mulutnya dan mengangguk angguk tanda bahwa ia memahami maksud kakaknya itu. "Baiklah, aku akan mandi lalu kembali saat makan malam. Sampai ketemu lagi, brother." kata Jack, menepuk bahu Atlas lalu pergi meninggalkan Atlas sendirian lagi disana. Sedangkan di sisi lain, di keadaan jalanan yang gelap gulita, Finn mengemudikan sebuah mobil pick up berisi mayat mayat yang baru saja di eksekusi oleh Jack tadi. Seharusnya Finn membawa mayat mayat itu ke lapangan terbuka di dekat hutan yang sebenarnya tak terlalu jauh dari mansion untuk mengubur mayat mayat itu agar tak terlacak oleh siapapun. Tapi pemuda itu malah berbelok dan menuju sebuah jalanan di tepi bukit untuk menemui seseorang lalu menurunkan dan menyerahkan keempat mayat yang sudah dibungkus di dalam kantong plastik hitam besar dengan luka sayatan di leher mereka masing masing kepada orang itu. "Beri tahu kepada mereka bahwa hadiah natal datang lebih cepat." bisik Finn, kepada seseorang yang ia temui.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD