DUA PULUH

1476 Words
Dengan darah yang masih menetes dari luka di matanya, Nara jatuh terduduk dan bersandar di batang pohon yang ada di dekatnya. Ia bisa menahan rasa sakit di lukanya itu, tapi ia tak kuasa menahan beratnya kelopak mata yang memaksa menutup dari mata yang satunya lagi. Nara tahu kalau saja ia menutup kedua matanya, ia tak bisa bangun lagi. Terlebih lagi ia berada di pinggir hutan, dimana jarang sekali ada orang yang melewati jalanan itu. "Kakak... Ayah..." rintih Nara, dalam hati. Tak kuasa menahan sakit dari luka lukanya, Nara terpaksa memejamkan matanya. Baru saja ia menutup matanya, suara kakak dan ayahnya terus terusan berputar di kepalanya. "Anak anak ayah adalah anak terkuat di dunia." Begitulah kalimat yang diucapkan suara suara yang ada di kepala Nara. Sampai akhirnya Nara merasakan ada seseorang yang mengangkat tubuhnya. Tenaga Nara hampir terkuras habis, ia tetap tak bisa membuka matanya. Namun, ia masih bisa merasakan seseorang membopongnya. Perlahan tapi pasti, Nara membuka matanya sedikit dan menyadari kalau ia dibopong oleh seorang pria bertubuh besar dan tinggi. Nara juga melihat ada seekor anjing besar membuntuti pria itu dengan patuh. Tak tahu akan dibawa kemana, Nara hanya bisa pasrah. Gadis itu berfikir mungkin saja pria itu adalah pemburu yang sedang mencari buruannya malam itu. Firasatnya mengatakan bahwa pria itu bukanlah orang jahat, karna jika pria itu orang jahat, ia pasti sudah dihabisi sejak awal pria itu menemukannya. Saat itu juga, Nara kembali pingsan dan kali ini ia benar benar tidak bisa mendengar atau merasakan apapun, semua menjadi hitam. Mentari pun mulai terbit di ufuk timur. Nara bisa merasakan tubuhnya di baringkan di sebuah ranjang rotan dengan beberapa lembar kain yang agak tipis. Ia belum bisa membuka matanya, tubuhnya pun masih belum bisa bergerak, tapi luka di mata kirinya sudah terasa lebih baik dibandingkan semalam. Ia juga sedikit merasakan berat di bagian perut kebawah, seperti ada sesuatu yang menindih nya. Perlahan ia membuka mata kanannya sambil mengerenyitkan dahi. Betapa kagetnya Nara ketika membuka mata, ada seekor serigala berwarna abu-abu perak sedang menatap dirinya tepat diatas perutnya. Cukup lama Nara dan serigala itu saling menatap, serigala itu seperti ingin menyampaikan sesuatu lewat tatapannya kepada Nara. Nara langsung teringat visual terakhir yang matanya tangkap sebelum pandangannya menghitam. Anjing besar yang semalam ia lihat bukan lah anjing pemburu biasa, tapi itu adalah serigala. Serigala yang sama dengan serigala yang sekarang sedang bertukar pandang dengan dirinya. Dengan sekuat tenaga, Nara mengangkat tangan kanannya dan mencoba untuk menyentuk pucuk kepala serigala itu. Untuk memastikan yang ia lihat saat ini bukanlah ilusi. Bulu tebal yang agak kasar terasa dengan jelas di tangan Nara. Ini bukan ilusi, tapi mengapa serigala itu tidak menyerangnya? Begitu pikir Nara. Serigala itu juga terlihat sangat menikmati sentuhan Nara. Tak mungkin seekor serigala bisa sejinak ini. Terlebih lagi, mana mungkin ada serigala di wilayah Barat?! Biasanya hewan hewan seperti serigala yang berbulu tebal seperti itu hanya bisa dijumpai di wilayah asal Nara, di Utara. Tapi kini mereka berdua berada di Barat. Dan dimana kawanan serigala ini? Mengapa ia sendirian? Dimana mereka sekarang? Banyak sekali pertanyaan berputar di kepala Nara saat itu. Sampai tiba tiba ada seseorang membuka pintu gubuk kecil yang terbuat dari kayu itu. Pria bertubuh cukup besar dengan banyak bekas luka di tubuhnya. Ia hanya memakai celana selutut tanpa menggunakan baju maupun sepatu. Serigala yang tadi bertatapan dengan Nara sambil menindih badannya langsung turun dan duduk di samping kasur yang Nara tempati sembari memperhatikan gerak gerik pria yang baru masuk tadi. Nara bangun dan duduk di kasur rotan itu tanpa membuka suara. Tak ada satupun dari mereka yang bersuara selama Sang pria tak dikenal itu menyiapkan minuman untuk Nara. "For you, My Lady." ucap Pria itu, sambil menyodorkan segelas air putih kearah Nara sambil tersenyum. Refleks, Nara tersentak kaget mendengar kalimat dan aksen pria di hadapannya, aksen itu berbeda. "Siapa kau? Dan dimana kita? Aksen mu...." tanya Nara, bertubi-tubi. "Nama hamba Edward, My Lady. Kita berada di pondok milik hamba." jawab Pria, yang diketehui bernama Edward itu dengan sangat sopan. "Kau tahu siapa aku?" tanya Nara, lagi. Karna Edward berkali kali memanggilnya dengan sebutan "Lady". "Tentu saja, My Lady. Ayah anda, Lord Alexander Northent menyelamatkan hidup hamba." balas Edward. Tidak langsung merespon jawaban Edward, Nara malah menyentuh mata kirinya yang kini sudah dibalut rapih oleh perban. "Apa yang ayahku lakukan kepadamu? Bagaimana kau bisa tahu aku seorang Northent?" tanya Nara, lagi dan lagi. "5 tahun yang lalu hamba hampir tewas di tangan Gealson, hamba dulu seorang b***k yang dimiliki Gealson." "Pada pertemuan antara Lord Northent dan Gealson, hamba tidak sengaja membuat kesalahan, hamba menumpahkan sup ke kaki Lord Northent." "Hal itu membuat Gealson marah besar dan hendak menghukum mati hamba. Tapi dengan kemurahan hatinya, Lord Northent membela hamba dan membuat Gealson meringankan hukumannya dengan mengasingkan hamba ke hutan ini, My Lady." cerita Edward, panjang lebar sambil menangis. Hal itu membuat suasana sedikit aneh karna melihat Edward dengan badan yang sangat besar menangis seperti bayi. Terlebih lagi Sang serigala yang kini duduk disamping Nara. "Lalu bagaimana dengan serigala ini? Kenapa ia sedirian? Dan kenapa ia begitu jinak?" tanya Nara, ketika Edward sudah menghentikan tangisnya. "Saat hamba dibuang, Lord Aaron Northent memberikan seekor anak serigala kepada hamba. Ia berkata jika aku merawat anak serigala ini, aku tidak akan merasa kesepian dalam pengasingan ku." jelas Edward, yang kembali menangis setelah mengucapkan nama kakak Nara. "Jadi kau jinak karna sudah dirawat sejak kecil ya?" gumam Nara, sambil menatap dan mengelus kepala serigala itu. "Tidak, My Lady. Dia tidak pernah sejinak itu, hamba bahkan tidak bisa menyentuhnya, dia sesekali juga menyerang hamba, insting alami. Tapi hamba rasa dia menyukai anda dan memiliki sebuah ikatan." bantah Edward, setelah benar benar berhenti menangis. "Bagaimana kau tahu aku seorang Northent?" "Pedang anda, My Lady. Hamba ingat pedang itu pernah dibawa oleh Lord Aaron Northent." jawab Edward, yang membuat Nara mengangguk anggukan kepalanya. Nara pun kembali menatap serigala itu sambil tetap mengelus elus bulu perak yang tebal dan kasar itu. Baru kali ini ia bisa menyentuh seekor serigala yang ukurannya hampir setengah badannya. Ia jadi teringat jika kakaknya sangat mencintai binatang. Setelah pulang dari sebuah perjalanan yang sangat lama, kakaknya pernah bercerita kalau dirinya menemukan seekor anak serigala yang terpisah dari kawanannya. Setelah ditelusuri, ternyata semua kawanannya mati. Jadi Aaron memutuskan untuk membawa anak serigala itu, namun Aaron tak bisa membawa pulang serigala itu ke wilayah Utara. Nara pikir selama ini kakaknya berbohong, tapi ternyata tidak. Serigala ini lah yang dimaksud oleh kakaknya. Serigala yang ada di hadapannya, serigala yang bernasib sama seperti dirinya. "Kau rindu Aaron? Aku juga." ucap Nara, yang kemudian memeluk serigala itu. Hal itu membuat Edward kaget dan was was, karna bisa saja insting serigala itu menjadi liar kembali dan menyerang leher Nara. Tapi ternyata tidak, serigala itu berubah menjadi sepatuh anjing gembala biasa. Sampai ketika Nara melepaskan pelukannya, serigala itu langsung melolong dengan keras. Lolongan itu adalah lolongan kebahagiaan, lolongan yang biasa Nara dengan dari serigala serigala yang bisa berkumpul dengan kawanan mereka. Nara pun tersenyum haru, mereka sama, satu satunya anggota kawanan yang berhasil bertahan hidup sampai saat ini. Nara bisa merasakan jika serigala itu menganggap dirinya sebagai kawanannya. "Terimakasih atas pertolongan mu, Edward. Aku bisa saja mati jika kau tidak menyelamatkanku semalam." ucap Nara, sambil tersenyum. "Hamba akan mengabdikan hidup hamba untuk menyelamatkan darah terakhir keluarga Northent, My Lady." balas Edward, membungkukan badannya. "Aku harus kembali ke Barat secepatnya, akan ada pertempuran disana. Aku harus terlibat, misi ku ada disana, Derry pasti ada disana." kata Nara, bangkit dari tempat tidurnya, diikuti oleh serigala yang ikut bangkit dan menempel di sisi Nara. "My Lady, bolehkah hamba ikut dalam pertempuran anda? Hamba akan mengabdi seumur hidup hamba, My Lady." pinta Edward, menghentikan gerakan Nara. Gadis itu pun berbalik dan menatap Edward dari ujung kepala hingga ujung kakinya. Badan Edward tinggi besar, cukup atletis dengan kulit yang kecoklatan. "Kau bisa berlatih untuk menjadi pejuang di Utara, Ed. Aku akan menyelesaikan misi ku sendiri, tapi aku izinkan kau untuk membantuku dan ikut aku pulang ke Utara setelah misi ku selesai." "Terimakasih banyak, My Lady." ucap Edward, sambil bersujud di kaki Nara. "Hentikan itu! Hal pertama yang aku inginkan darimu, berhenti memanggilku "Lady" aku tidak suka panggilan itu. Dan jangan perlakukan aku seperti "Lady", anggap saja aku temanmu atau adikmu atau.... Apa sajalah sesukamu. Asal jangan sebagai "Lady" aku tidak suka." omel Nara, sambil memaksa Edward bagun dari sujud nya. "Baiklah, My Lad.... Maksudku, Nona Northent." kata Edward. "Panggil aku Nara." balas gadis berambut coklat, dengan sebelah mata yang kini diperban itu sambil tersenyum. Kemudian Nara berjalan mengambil pedangnya yang disandarkan di sudut ruangan pondok kayu itu lalu keluar dari pondok itu. Pondok itu terletak di tengah tengah hutan pohon cemara. Edward benar benar tinggal di sebuah pengasingan selama 5 tahun lamanya. "Kau mau ikut?" tanya Nara, kepada serigala yang sedari tadi selalu menempel di sisinya seakan menjadi "bodyguard" nya. Serigala itu melolong lagi, Nara pun menyimpulkan jika serigala itu meng-iya-kan tawarannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD