Tulip Biru

1151 Words
Sergio menekan password apartemennya, laki-laki itu segera masuk ke dalam, melempar ranselnya asal ke ruang tengah kemudian berjalan sambil melepas satu per satu kancing seragam hingga menyisahkan kaos hitam polos sebelum dia merebahkan diri ke atas ranjang. Sergio menatap langit-langit kamar, bercat putih polos dengan bohlam lampu dalam kondisi mati. Laki-laki menghela napas panjang, entah mengapa bayangan wajah pucat Sasha selalu terlintas di benaknya. Atau mungkin lebih karena Sasha memiliki barang yang sama dengan barang yang ia jual, tapi bagaimana bisa Sasha mendapatkan barang tersebut jika Sergio tidak pernah merasa menjualnya kepada Sasha? Lalu kenapa kotak rokok milik Sasha berbeda dengan miliknya? Meskipun Sergio jelas yakin bahwa rokok milik Sasha juga berasal dari Cliff, stiker bunga tulip biru yang menjadi penanda bahwa barang tersebut merupakan hasil saluran Cliff. Dering ponsel Sergio mengalihkan pikirannya, lelaki itu merogoh saku celana mengeluarkan benda elektronik tersebut dari dalam sana kemudian menatap nama kontak yang tertera. Cliff is calling... Sergio menggeser ikon hijau sebelum mendekatkan ponsel ke telinga. "Hari ini lo bisa kan? Ada dua pesenan, sekalian bawa duit gue dari Rizal." "Di mana?" "Tempat biasa," kata Cliff dari seberang di sela-sela suara klakson yang memekakkan telinga. "Jam tujuh yee. Jangan ngar—" Sergio mematikan sambungan secara sepihak, matanya beralih pada jam digital di atas nakas yang menampilkan angka tujuh belas artinya dua jam lagi dia harus kembali keluar untuk menemui Cliff. Lengan kanan Sergio bergerak menutupi matanya, hanya butuh beberapa menit lelaki itu sudah terlelap. Kening Sergio berkerut, badannya menggeliat sebelum dirinya sadar akan dering telepon yang membuat dirinya terbangun. Dua tangan Sergio segera meraba ranjang mencari benda elektronik tersebut, setelah menemukannya hal pertama yang Sergio lakukan adalah mendengus keras. "Halo," suara serak Sergio menyapa disambut dengusan dari seberang serta nada menyentak yang ia dengar berikutnya. "Kamu dari mana aja?! Papa telepon berkali-kali nggak diangkat!" "Ketiduran." "Jangan bohong kamu!" Sergio menghela napas kasar, lelaki itu melirik jam digital yang menampilkan angka dua puluh. Lelaki itu mengacak rambutnya sambil sedikit menjambak karena kepalanya yang mendadak terasa pusing sebab terkejut saat bangun tidur. Lalu tanpa segan seperti biasa lelaki itu menunjukan rasa tidak sukanya terhadap sang ayah. "Kenapa sih?!" "Jangan kurang ajar kamu!" "Halah!" Sergio langsung memutus panggilan secara sepihak dan mencari kontak Cliff untuk menghubunginya. Hanya nada sambung yang terdengar juga suara operator perempuan sebelum Sergio mengakhiri panggilannya dan beranjak turun dari ranjang menuju kamar mandi. Sepuluh menit kemudian setelah Sergio selesai mandi dan berganti pakaian dengan celana pendek selutut juga hoodie putih, laki-laki itu menyambar ranselnya lalu kembali ke kamar setelah ingat ponselnya belum ia bawa. Dua alis Sergio nyaris bertaut ketika melihat pesan Anta yang mengirimkan tautan google maps beserta pesan. Mulai besok kamu jemput Sasha. Isi pesan berikutnya membuat Sergio ingin meludah. Jangan bertingkah kalau masih mau uang saya! "t*i!" *** Sergio menarik tudung hoodie-nya hingga menutupi kepala. Lelaki itu berjalan lurus menyusuri gang sempit. Sesekali ia melirik ke kanan kiri memperhatikan warga setempat yang masih beraktivitas meski hari sudah gelap. Di sudut gang Sergio mengambil belokan ke kanan lalu berhenti di depan rumah bercat serba krem bertuliskan 'Terima Kos Putra'. Sergio mengambil ponsel di saku hoodie kemudian mengirimkan pesan. Tidak butuh waktu lama pintu utama Kos Putra itu dibuka oleh seorang laki-laki berambut acak-acakan, memakai kaos putih belel dengan noda-noda bekas oli yang sudah dicuci berkali-kali tetap tidak hilang. Cliff bersandar di ambang pintu, menguap lebar lalu berkata, "telat lo anjing! Kebiasaan." "Ketiduran." Sergio duduk di atas pagar yang terbuat dari semen. "Mana barangnya?" Cliff melempar kantong plastik hitam yang sedari tadi ia bawa kepada Sergio. Sementara Sergio menyerahkan uang hasil penjaulan barang kepada Cliff. "Ke siapa, nih?" "Biasa..." Cliff menghitung uang pemberian Sergio. "Rizal." "Lagi?" Cliff menyeringai kemudian mengedikan bahu. Lelaki itu menatap Sergio lekat, remaja yang menjadi partner kerjanya semenjak tiga tahun lalu. Meski terhitung sudah lama entah mengapa latar belakang Sergio justru membuat Cliff selalu meragukan lelaki itu meski hingga detik ini Sergio selalu menyelesaikan dengan baik pekerjaannya sebagai kurir. "Inget kan Ser..." Sergio membalas tatapan Cliff dengan sebelah alis terangkat. "Gak usah ikut campur urusan pembeli kita." Sergio berdecak. "Yaelah... masih gak percaya aja sama gue." Cliff tersenyum tipis kemudian menggerakkan dagunya sekali. "Yaudah, balik sono. Besok langsung kasih ke Rizal. Jangan ngaret lagi!" "Iyee. Ribet." Sergio turun dari pagar, berjalan kembali menuju tempat motornya diparkir. Niatnya untuk bertanya lebih lanjut mengenai kotak rokok milik Sasha diurungkannya. Sergio pun sadar tidak seharusnya ia ikut campur urusan orang lain, apalagi keluarga Sasha berkaitan langsung dengan Anta. *** Pukul enam tepat Sergio sudah sampai di Sekolah, lelaki itu duduk di atas salah satu meja yang dibiarkan begitu saja oleh pihak sekolah. Meski sudah tidak layak pakai meja tersebut masih bisa berdiri tegak menampung berat badan Sergio. Sergio mengeluarkan kotak rokok dari saku celananya. Laki-laki itu kemudian memperhatikan stiker tulip biru yang menempel di bagian bawah kotak. Sergio menghela napas berat kemudian menggelengkan kepala, mengenyahkan semua pikirannya. Suara tapak kaki yang menginjak reruntuhan kayu serta serpihan semen terdengar. Sergio menoleh ke sumber suara menatap laki-laki pucat dengan mata cekung menghitam berjalan sedikit sempoyongan ke arah Sergio. Laki-laki itu adalah Rizal, satu-satunya pelanggan tetap yang berada di lingkungan Sekolah. Rizal mengusap hidungnya. Menatap Sergio sejenak sebelum mengeluarkan sepuluh lembar uang seratus ribuan dan menyodorkan pada Sergio. "Mana barang gue?" Sergio menerima uang itu kemudian menyerahkan kotak rokok sebagai gantinya. Sergio bisa melihat seringaian di wajah Rizal ketika lelaki itu membuka kotak rokok dan menghirup dalam isinya. Detik kemudian Rizal kembali memasang wajah datar, menatap Sergio sejenak sebelum berbalik dan beranjak pergi. Sementara Sergio masih memperhatikan punggung Rizal hingga menghilang dari pandangannya. Ponsel Sergio bergetar menampilkan nama Anta di layar membuat pemilik ponsel langsung mendengus kasar. "Hal—" "MAU KAMU ITU APA SIH?!" bentak Anta begitu panggilannya tersambung. "Apalagi sih?!" "PAPA CUMA MINTA KAMU JEMPUT SASHA. DEKATI ANAK ITU SUPAYA PAPA DAPAT SUNTIKAN DANA!" Sergio menggaruk kepala, kali ini ia bukan sengaja mengabaikan perintah Anta tapi Sergio benar-benar lupa harus menjemput Sasha. Sembari turun dari atas meja, laki-laki itu mendengarkan dengan enggan semua omelan Anta. Mengenai bagaimana susahnya mendapat kepercayaan, dukungan, dana untuk proses pencalonannya sebagai petinggi negara. Sergio berjalan menuju parkiraran depan sekolah, masih dengan ponsel yang ia tempelkan ke telinga. "Kalau Papa dapat dukungan full dari Pak Pramana, Papa jamin hidup kita bisa kembali normal Ser!" Sergio mengutuk Anta dalam hati. Bagaimana pun hidup keluarga mereka akan tetap jauh dari normal meski mendapatkan dukungan dari Pramana. Sergio akan menaiki motornya, tapi ekor matanya keburu menangkap seorang perempuan mengenakan ransel hijau army baru saja melewati gerbang utama sekolah. Melangkah ringan dan menghilang di koridor utama. "Sekarang juga kamu jemput Sasha! Awas ya kalau Papa sampai dapat lap—" "Gak perlu. Orangnya udah dateng," kata Sergio kemudian mematikan sambungan telepon. Sergio melangkah dengan cepat dan berkat langkah panjangnya lelaki itu berhasil menyusul Sasha dalam hitungan detik. Berada di samping perempuan itu dan berhasil membuat Sasha terlonjak kaget ketika Sergio berkata, "lo sengaja berangkat pagi buat ngehindarin gue?" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD