Seperti yang telah disepakati, hari ini Luna dan yang lain akan jogging di taman kota. Beruntung bagi mereka karena cuaca pagi ini sangat mendukung. Saking bersemangatnya, Rebecca, Bianca, dan Elise menjemput Luna tepat pada jam lima pagi.
"Mau kemana, kak ?" Tanya Lauren, adik Luna yang telah berusia lima belas tahun.
Luna sibuk mengikat tali sepatu olahraganya. "Jogging. Aku akan membawa Smith juga."
Lauren menguap. "Oh. Selamat bersenang-senang kalau begitu, jika sudah pulang hubungi aku, ya. Akan kubuatkan sarapan."
Luna hanya menganggukkan kepala. Sehabis mengikat tali sepatu, ia memasang kalung di leher Smith, anjing jenis Golden Retriever miliknya.
Anjing berbulu coklat keemasan yang masih berusia tiga tahun tersebut sangat menurut pada Luna dan Lauren. Secara, anjing itu sudah dipelihara sejak masih kecil oleh keduanya.
Luna menegakkan punggung. "Kalian mau berpose ria disana sampai kapan ?"
Sedari tadi ketiga sahabatnya sok pemanasan di taman rumah Luna.
Rebecca nyengir. "Ehehe, sorry. Okay, let's go !"
Mereka berempat beserta Smith mulai jogging keluar dari rumah Luna menuju taman kota yang jaraknya cukup jauh. Hawa pagi hari itu masih begitu dingin dengan oksigen yang menyejukkan. Cukup mengasyikkan bagi mereka yang jarang-jarang dapat menikmati suasana segar seperti itu.
Smith terus berlari kecil mengikuti Luna dari samping kanan majikannya.
"Sudah lama aku tidak melihat Smith, hello boy !" Celetuk Elise dengan senyuman lebar sambil mengacak kepala Smith.
Anjing besar itu menggonggong sekilas, menyahut sapaan Elise.
"Oh man, dia sungguh menggemaskan." Puji Rebecca gemas ingin mengacak-acak bulu Smith.
Mereka berempat berhenti berlari kecil untuk mengatur napas.
Bianca meluruskan kedua tangannya ke atas. "Aku masih kesal dengan Brian dan para sahabatnya itu. Maksudku, hanya karena mereka memenangkan turnamen, mereka minta berfoto bersama kita."
Rebecca langsung cemberut. "Dan mereka memintanya secara terang-terangan dari tengah lapangan. Oh s**t, aku tak ingin mengingatnya lagi."
*Flashback
"Akhirnya pemenang pun jatuh pada tim Poly Prep Country Day School ! Dengan skor akhir 28 : 30, this is so amazing !!"
Para penonton yang memenuhi gedung gym langsung bersorak senang. Membuat Luna, Bianca, Rebecca, dan Elise mendengus kesal. Mereka ingin cepat-cepat pergi keluar namun tatapan tajam Samuel di bawah sana membuat mereka tak ingin nekat.
Jujur saja, Samuel itu tampan -amat- hanya saja jika ia tidak berekspresi amat datar seperti Luna.
"Ini sudah berakhir, 'kan ? Ayo pulang." Ajak Elise dengan desahan malas.
Mereka berempat pun berdiri, bersiap melangkahkan kaki menuju pintu keluar. Tapi sebelum itu terjadi, Brian menginterupsi mereka.
Brian menggenggam sebuah mic. "Kalian berempat jangan berani-berani berjalan ke pintu keluar !"
Luna, Rebecca, Bianca, dan Elise tidak tahu jika yang dimaksud oleh Brian adalah mereka berempat. Mereka terus berjalan melewati kerumunan orang yang begitu ramai menuju pintu keluar. Melihat hal itu, Steven ambil tindakan.
"Hoy bayi Chihuaha dan tiga sahabatnya ! Berhenti disitu !" Seru Steven menggunakan mic yang barusan dipakai oleh Brian.
Sontak, empat remaja cantik itu menoleh ke tengah lapangan dengan mata mendelik tajam. Mereka sudah cukup muak dengan semua tingkah konyol ketujuh cowok rupawan itu.
"Ayo turun ke tengah lapangan sini. Kami menang dan kalian tak mau memberi ucapan selamat ? Jahat sekali." Ujar Steven dengan cengiran tak berdosanya.
Sebelum Rebecca berteriak layaknya orang gila, Luna mencegahnya duluan, mengatakan untuk menuruti saja apa kata Steven melalui gelengan kepala.
Dengan sangat amat terpaksa, mereka turun dari podium penonton menuju tengah lapangan.
Steven nyaris saja merangkul Rebecca jika saja perempuan sentimental itu tidak menghindar. "Jangan sentuh aku dengan tubuh penuh keringat seperti itu !"
Steven nyengir. "Oh ayolah, bayi Chihuahua, aku tetap tampan meskipun seperti ini."
"Mimpi." Tandas Rebecca kemudian memalingkan wajah.
"Selamat atas kemenangan kalian. Guys, ayo pulang." Ujar Luna datar lalu hendak berjalan keluar kembali.
Brian mencekal tangan kanan Luna. "Kalian boleh pulang setelah berfoto dengan kami."
Rahang Rebecca dan Elise jatuh ke bawah, shock. Bianca melongo di sebelah Elise. Para penonton yang masih memadati podium pun juga sama terkejutnya. Apalagi para perempuan yang berteriak histeris. Sedangkan tim cheerleader Poly Prep sudah memandang Luna dan para sahabatnya dengan tatapan tak bersahabat.
Masih menjadi pertanyaan bagi seluruh siswa di sekolah. Bagaimana bisa empat perempuan yang terkenal secured dan tidak eksis bisa menjadi begitu dekat dengan ketujuh most wanted ? Hanya Tuhan yang tahu.
"Kalian bercanda ?! Buat apa kami harus berfoto bersama kalian ?!" Seru Rebecca, wajahnya begitu shock.
Elise menggelengkan kepala dengan mata terpejam. "Dasar gila."
Bianca menggembungkan kedua pipinya. "Aku tidak mau berfoto dengan kalian."
"Oh demi bibir seksi Megan Fox, kenapa kalian selalu menolak semua ajakan kami ? Ini sekali seumur hidup." Keluh Thomas mendramatisir.
"Karena kalian menjijikkan." Tandas Elise tajam.
Mereka bertujuh spontan mengerang malas. Tanpa diduga, Luna dirangkul oleh Brian, Elise dirangkul oleh Jeff, pinggang Bianca dirangkul oleh Jack, dan Steven merangkul pundak Rebecca dengan erat. Sedangkan yang lain langsung ambil posisi dan berpose dengan secepat kilat.
Bunyi kamera yang telah membidik foto mereka pun terdengar begitu saja kurang dari satu menit.
Karena terjadi begitu cepat, ekspresi wajah keempat perempuan tulen itu sungguh lucu.
Tak dapat dihindari lagi, keempat cowok yang menarik mereka begitu saja langsung terkena amukan habis-habisan di tengah lapangan. Dengan ditonton oleh banyak orang yang tertawa melihat kekonyolan mereka.
*End Flashback
Mereka berempat menghela napas setelah mengingat kembali momen lucu tersebut.
"Lain kali aku akan membawa pemukul baseball. Seseorang harus ada yang menghajar wajah Steven." Gerutu Rebecca.
Bianca tertawa pelan. "Sudah Becca, kasihan lho. Wah lihat, taman kota sudah ramai jam segini."
Seperti kata Bianca, taman kota telah diramaikan oleh para anak-anak, remaja, orang dewasa, keluarga, dan sebagainya. Banyak juga yang membawa hewan peliharaan masing-masing untuk diajak lari pagi atau sekedar bersantai.
"Yeah, setidaknya udara masih fresh." Ujar Elise.
Tiba-tiba Smith berlari menjauhi Luna entah menuju kemana. Luna yang melihatnya pun langsung mengejar Smith. Cukup melelahkan karena ia belum makan apapun sebelum jogging. Sedangkan yang lain berlari mengikuti Luna, hitung-hitung olahraga juga.
"Smith !!" Teriak Luna sambil terus mengejar Smith.
Tanpa dugaan, ia bertabrakkan dengan seorang cowok jangkung. Membuatnya terjengkang ke belakang. Kecerobohannya barusan menjadi tontonan beberapa orang, bahkan ada yang tertawa.
"Luna, kau baik-baik saja ?" Tanya Rebecca kemudian berjongkok di sebelah Luna yang meringis kesakitan.
"Luna ?"
Mood mereka kembali hancur karena cowok yang bertabrakkan dengan Luna yaitu Brian.
Sedangkan si anjing besar yang dikejar-kejar oleh Luna ternyata mendadak berhenti dan bermain bersama anjing berjenis labrador. Hanya saja anjing itu terlihat lebih besar dan tua dari Smith, warna bulunya putih.
Brian bersimpuh satu kaki di depan Luna. "Kau baik-baik saja ? Sorry, aku mengejar Rudolf sampai tidak lihat sekitar."
Luna duduk seraya memijit pelipisnya. "I'm okay."
"Sungguh ?" Brian terlihat tidak yakin.
Luna segera berdiri, membuktikan bahwa ia baik-baik saja. "I'm very very okay."
Rebecca memicingkan sebelah mata melihat Smith bermain bersama anjing labrador putih tersebut. "Jangan katakan padaku bahwa anjing labrador itu milik Brian."
Brian menoleh. "Ah iya, dia Rudolf. Umurnya lima tahun."
"Bagaimana bisa Smith langsung akrab dengan Rudolf ?" Tanya Bianca polos.
"Anjing golden retriever itu milikmu, Luna ?" Brian menoleh ke Luna.
Luna hanya mengangguk.
Brian berdecak kagum. "Wow aku tidak menyangka jika kau punya anjing peliharaan. Dia lucu, namanya Smith ?"
Luna berdiri. "Yeah. Terima kasih atas tabrakkannya. Aku terlihat konyol."
Brian tertawa. "Maaf, maaf. Siapa sangka kita akan bertabrakkan karena alasan yang sama. Oh lihatlah, mereka telah menjadi sahabat." Brian tersenyum lebar melihat Rudolf bermain dengan Smith.
Elise menaikkan sebelah mata. "Kau sendirian disini ?"
"Begitulah." Jawab Brian singkat.
"Ngomong-ngomong kami masih ngambek soal foto kemarin. Jauh-jauh sana." Celetuk Bianca masih dengan pipi menggembung.
Brian hanya tertawa melihat tingkah kekanakkan Bianca. Sedangkan Luna, Rebecca, dan Elise hanya menghela napas. Mereka tak mengira akan bertemu Brian sesering ini.
***
"Apa yang kau lakukan ?"
"Menuju ke arah yang kau tuju sekarang."
"Jangan menggangguku."
"I'm not."
"Yes, you're."
"I didn't."
Luna menghela napas panjang. Sepulang dari jogging pagi, ia berencana pergi ke perpustakaan kota untuk belajar. Diulangi, belajar, tambahan keterangan, di hari minggu. She's really a jenious student.
Yang ia kira semua akan berjalan seperti biasa, ternyata tidak seperti itu. Bisa dibilang ada seorang stalker bodoh yang sayangnya rupawan, tengah 'mengikuti' Luna ke perpustakaan, Brian Westlake.
Luna langsung berjalan menyusuri rak-rak buku di perpustakaan setelah ia menginjakkan kaki di perpustakaan tersebut. Brian berlagak melihat-lihat buku di rak agar tidak dicurigai oleh Luna.
Luna : He's weird.
Lauren : Yeah, I already know that. He's little brother was same with him.
Luna : He has a brother ?
Lauren : Yes, he is. Andrew Westlake, classmate.
Luna : Okay, I have to study. I'll be back at 3 P.M.
Lauren : Okay, take care.
Selesai memasukkan ponselnya ke dalam saku celana, Luna segera duduk di salah satu bangku yang kosong. Dua novel, satu buku ensiklopedia, buku tentang sejarah, dan IPA telah menumpuk untuk ia baca.
Luna menyumbat telinganya dengan earphone kemudian mulai larut dalam dunia buku bacaannya. Berusaha mengabaikan Brian yang duduk tepat di sebelah kirinya. Cowok itu membawa tiga buku ensiklopedia, tapi Luna tidak yakin jika buku-buku itu akan dibuka oleh Brian.
Luna benci mengakuinya, Brian memang cowok berotak jenius. Jangan lupakan fakta jika cowok itu menyabet peringkat kedua satu sekolahan setelah dirinya. Entah bagaimana cara Brian belajar hingga menjadi jenius seperti itu.
"Buku apa yang sedang kau baca ?" Tanya Brian, badannya sedikit condong ke kanan, mendekati Luna.
Luna bergeming. Dua kemungkinan, karena earphone yang memutarkan musik terlalu keras atau Luna memang mengabaikan Brian.
Brian cemberut. "Luna,"
"Luna Robertham Handerson,"
Kesal, Brian melepas earphone yang menyumbat telinga kiri Luna. "Aku tau kau mendengar ucapanku barusan."
Luna menoleh. "Apa yang kau lakukan, bodoh. Jangan ngobrol di perpustakaan."
"I'm boring." Balas Brian santai.
"Perpustakaan memang bukan tempat bagi anak-anak hyper." Desis Luna lalu kembali menyumbat telinga kirinya dengan earphone.
Akhirnya, Brian memilih diam dengan wajah cemberut sambil membuka buku yang ia bawa secara asal-asalan.
#At 3 P.M.
"Hah.., that was cool." Gumam Luna setelah selesai membaca sebuah novel, ia melepas earphone yang sejak awal telah menyumbat kedua telinganya.
Brian benar-benar diam. Luna tak tahu apa yang cowok itu lakukan, saking asyiknya dengan buku-buku yang ia baca. Ketika menoleh, ternyata Brian tertidur begitu pulasnya dengan posisi tidak nyaman. Buku ensiklopedia yang cowok itu bawa, terbuka lebar begitu saja.
Luna menghembuskan napas kemudian meletakkan sekotak sandwich di sebelah Brian. Ia menempelkan selembar sticky note di atas kotak makan tersebut kemudian pergi berlalu.
Dua puluh menit setelah kepergian Luna, Brian terbangun karena ponsel yang berada di saku celananya bergetar hebat. Dengan kantuk yang masih tersisa, Brian mengangkat panggilan masuk dari adiknya.
"Ini sudah hampir jam setengah empat, kakak bilang akan pulang jam tiga sore."
Spontan Brian menoleh ke jam dinding di perpustakaan. "Ah ya, maaf. Aku akan segera pulang."
Brian menghela napas ketika didapatinya Luna telah pulang. Namun, ketika melihat sebuah kotak makan dengan selembar sticky note menempel di atasnya, alis Brian naik sebelah.
Aku tahu kau berniat mengikutiku. Makan ini, kau belum makan siang, bukan ? Kembalikan kotak makannya besok.
Luna
Brian tersenyum membacanya. Ia tahu, dalam pribadi dingin dan serba datar, sebenarnya Luna sangat baik dan peduli sekitarnya.
***
Di kelas Luna, terjadi sedikit keributan antara seorang ketua cheerleader dengan Elise. Isabelle, sang ketua cheerleader yang katanya kekasih Brian ini sedang berdebat dengan Elise. Awalnya hanya obrolan biasa penuh kesinisan, tapi lama kelamaan berujung perdebatan.
"Aku berbaik hati mengajak seorang perempuan tidak eksis sepertimu bergabung dalam tim cheerleader dan kau menolaknya ? Unbelieveable, jika saja kau tidak punya wajah seperti itu dan bukan anggota keluarga Redgard, aku tidak akan sudi berdekatan denganmu, asal kau tahu saja." Isabelle mencemooh.
Elise menaikkan sebelah alis. "Like I care, huh ? Aku bilang tidak ya tidak, b***h. Kau pikir semua perempuan cheerleader adalah yang paling tertinggi ? In your dream. Lebih baik aku tetap dalam kondisi seperti ini, bergaul dengan anak-anak jenius lebih berguna daripada memakai pakaian seminim itu."
Steven bersiul. "Wow, mantan kekasihmu mencari masalah dengan Redgard."
Brian memalingkan wajah. "Dia bukan kekasihku."
"Whatever, Redgard. Aku tidak peduli, kau harus bergabung dengan cheerleader. Jika tidak, membuat hidup Handerson hancur sangat mudah bagiku." Ancam Isabelle dengan senyuman sinis kemudian berlalu keluar kelas.
Seluruh perhatian mengarah ke Luna yang sejak tadi malah asyik membaca novel dengan memakai earphone. Brian sedikit geram dengan ancaman Isabelle yang entah mengapa malah Luna yang dijadikan ancaman.
TBC