JUST SLEEP WITH ME!

1850 Words
HALLO... MAAF YA KARENA UPDATE NGARET BANGET EHEHHEHE DOAKAN SAJA RASA MALAS INI TIDAK MENGANGGAKU TERUS MENERUSWKWKKKW BTW... JANGAN LUPA FOLLOW @littleeva93 untuk info update ya!!! I LOVE YOUU GENGSSSSS     JUST SLEEP WITH ME! Harus bagaimana lagi aku menolak rasa yang terlanjur dalam untukmu? Rasa yang terlanjur menggila hanya untuk mencintaimu? Aku mencintaimu sepenuh hatiku... Mencintaimu dengan segenap jiwa dan ragaku... Aku ingin kau jadi milikku seutuhnya, Elsa-Axel. Axel melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Freddy mencium Elsa. Bagaimana kedua pasang bibir itu beradu. Sialnya, otanya merekam adegan penuh drama itu. Kejadian pulang sekolah, kejadian di bukit saat Elsa dan Freddy menikmati sunset waktu itu. Bayang-bayang mereka saat berciuman selalu melintas di benaknya. Hatinya semakin sakit saat mengingat semua itu. Els... aku rapuh saat kau bersama orang lain. Aku menyesal kenapa aku tidak mengungkapkan perasaanku padamu sejak dulu? Sekarang, kau sudah memberikan hatimu untuk orang lain. Axel duduk termenung di sofa kamar. Hanya cahaya dari lampu tidur yang menemani ruangan dengan nuansa biru muda itu. Pemuda itu mengambil ponsel di atas nakas kemudian Membuka galery di ponselnya. Semua berisi foto kebersamaan mereka. Ia mengumpulkan foto tersebut sejak pertama kali mereka bertemu. Saat itu Elsa terlihat kacau. Sangat kacau. Senyum ceria Elsa memenuhi benaknya, lalu kenangan tentang kebersamaan Elsa dan Freddy ikut merengsek masuk ke dalam pikirannya.Sekuat tenaga, Axel mencoba untuk mengahapus semua itu. Namun, usahanya gagal. Freddy kembali muncul bersama tawa Elsa Axel melangkah untuk mengambil botol sampanye dari dalam laci meja. Ia lalu membukanya perlahan, ditemani bulir-bulir bening masih menetes dari sudut matanya. Elsa, gadis itu memang selalu berhasil membuatnya terluka dan bahagia di saat yang bersamaan. Tepat saat botol itu terbuka, Axel mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Awalnya ia berpikir orang itu adalah asisten rumah tangga mereka yang hendak mengirim makan malam. Namun, saat pintu terbuka, Axel mendapati ibunya berdiri di ambang pintu. Aliana melangkah masuk ke kamar Axel. Wanita paruh baya itu menekan tombol lampu di kamar anaknya. Seketika itu juga, cahaya lampu menerangi seisi kamar Axel. Aliana mengedarkan pandangan dan mendapati putra semata wayangnya tengah memegang botol minuman keras. Dari yang dapat ia lihat, Axel tampak sangat frustasi Air mata Aliana mengalir melihat Axel yang terus menangis. Hatinya teriris mendapati putra semata wayangnya yang terlihat rapuh. Axel bagai anjing tanpa tulang. Dia begitu rapuh. Aliana mengusap butiran-butiran bening di pipinya. Ia mendekati Axel kemudian duduk di sofa. Axel menatap Aliana yang kini sudah duduk di sisinya. Seharusnya ia malu karena sebagai seseorang yang sudah beranjak dewasa, ia justru terlihat seperti anak-anak. Aliana tersenyum lembut menatap Axel. Ia lalu memeluk Axel erat dan mengusap lembut punggungnya. Wanita itu menguraikan pelukan kemudian menangkupkan kedua tangannya di wajah putranya untuk menghapus air mata di pipi Axel. Axel masih diam membisu. Pemuda itu meletakkan botol sampanye di lantai. Tadinya ia berpikir mungkin lebih baik meminum minuman haram itu daripada terus membiarakan dirinya larut dalam kesedihan tentang Elsa. "Kenapa, sayang?” Aliana bertanya dengan sangat hati-hati kepada putranya. "Elsa, Ma. Elsa.” Axel mengucapkan nama itu berkali-kali. Saat ini, hanya ibunya yang bisa memahami bagaimana perasaannya. Axel tidak memiliki teman selain Elsa dan sepupunya. Juga Joshua yang kebetulan memuja Elsa sejak dulu dan Fero yang tentu saja berada di kubu Freddy. Bukan di pihaknya. Aliana mengusap lembut pipi Axel. Ia tak kuasa melihat putranya terus menerus menangis sambil menyebut nama Elsa. Aliana tahu betul bagaimana perasaan Axel terhadap Elsa selama ini. "Katakan pada Mama apa yang sebenarnya terjadi." "Selama ini, Axel yang selalu menjaga Elsa." Axel mulai bercerita. "Selama hampir dua tahun lamanya. Kemana pun Elsa pergi aku selalu ada di sana untuk melindunginya dari jauh. Apa pun kulakukan membuatnya tetap aman. Bahkan kalau ada laki-laki yang berani macam-macam sama dia aku tidak segan-segan untuk membuat perhitungan dengannya. Jika Elsa butuh sesuatu aku selalu ada untuknya. Aku yang mengantar dia ke toilet. Aku yang mengerjakan tugas-tugas Elsa kalo dia kesulitan. Aku juga yang membelikan dia pembalut kalo Elsa sedang menstruasi.” Axel mendengus. “Tidak ada yang benar-benar tulus berteman dengannya kecuali aku, semuanya munafik. Bahkan aku rela tidak punya teman laki-laki selain dari teman lamaku. Freddy, Fero dan Joshua. Aku berharap Elsa bisa melihat aku lebih dari seorang sahabat. Lebih dari seorang kakak. Tapi kenyataannya dia tidak pernah menganggap aku lebih dari itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak bisa kehilangan Elsa dan mungkin aku juga tidak bisa hidup tanpanya.” Axel kembali memandangi botol minuman keras di tangannya. "Jadi Elsa?" Tanya Aliana. “Elsa menjalin hubungan dengan Freddy. Mereka saling mencintai, aku bisa melihat semua utu.” Axel menghembuskan napas berat. Kejadian tadi siang berputar di otaknya. Aliana menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kenapa? Kenapa harus Freddy? Bukan hal mudah menghadapi Axel dan Freddy. Hanya keajaiban yang bisa menolong mereka. Bahkan aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Kebahagian yang sangat besar saat melihat Freddy tertawa. Tapi sakit yang teramat dalan melihat Axel tak henti-hentinya menangis karena Elsa. "Apa yang Mama pikirkan?" Axel menatap ibunya. Aliana jelas terkejut mendengar penuturannya. “Apa aku boleh melukainya?” "Tidak, Axel! Jangan sentuh Freddy atau Mama akan…” Aliana tidak sangup melanjutkan kata-katanya. Jika boleh jujur, ia tidak ingin ada pertengkaran antara anak dan keponakannya. Namun, mungkinkah semua itu bisa dihindari? "Bahkan sekarang Mama berpihak pada Freddy." Axel tersenyum miring melihat kegelisahan di mata Aliana. "Pikirkan Mama Ar, Nak. Bagaimana jika Mama Ar tahu kau melukai sepupumu? Dia pasti sangat kecewa padamu, tolong bijaklah dalam menghadapi ini semua. Pasti ada jalan yang lebih baik dibanding menyakiti Freddy.” Aliana berkata bijak.  "Mama Ar." Axel berkata lirih tapi masih bisa didengar Aliana. "Sekarang sebaiknya kau tidur. Yakinlah pasti ada jalan yang menyatukan kalian, bukan dengan cara menyakiti satu sama lain. Jika nantinya Elsa tidak memilihmu. Biarkan dia bahagia dengan pilihannya. Biarkan Tuhan yang menentukan siapa yang pantas bersanding dengan Elsa.". Papar Aliana. "Akulah yang paling pantas bersanding dengan Elsa." Axel beranjak mengambil botol sampanye yang tadi ia letakkan di lantai. Ia berjalan menuju westafel kemudian membuang isi dalam botol itu. Aliana mengambil botol kosong dari tangan Axel. Ia mengecup pipi Axel dengan lembut karena Aliana tahu Axel tidak akan berani macam-macam dengan Freddy. Wanita itu keluar dari kamar Axel dan membiarkan Axel sendiri. Axel masih mengamati wajah Elsa di ponselnya saat tiba-tiba sebuah panggilan masuk yang ternyata adalah Elsa sendiri. Dengan satu gerakan, ia menerima panggilan tersebut dan langsung mendengar teriakan Elsa. ** “Axel! You’re so cool! Padahal baru kemarin novel ini terbit, hari ini kau sudah berhasil mendapatkannya untukku. Di sini juga ada tanda tangan penulis aslinya! Ahh, i love you, Axel. Kau memang sahabat terbaikku!” seru Elsa saat Axel sudah menerima panggilan darinya. Waktu menunjukkan pukul 23.45 wib. Axel beranjak dari sofanya dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Belum sepenuhnya tubuhnya berada di atas ranjang tiba-tiba ponselnya berbunyi. Axel beranjak dari ranjang dan mengambil ponselnnya. Elsa ? Batin Axel. "Hallo, El..." "Hay, Xel. Apa kau belum tidur?" Terdengar suara dari seberang sana. "Belum, Els, ada apa? Kenapa kau menghubungiku?” “Mmmm…” Elsa berhenti sejenak untuk berpikir. “Apa aku menganggumu?” “Tidak.” Mau tidak mau, Axel menyunggingkan senyuman. Meski tidak bisa melihat wajah Elsa, ia tahu bagaimana ekspresi gadis itu saat ini. “Apa ada masalah? Kenapa kau menghubungiku malam-malam?” "Ohh Axel. I love you so much!” Elsa mengucapkannya dengan cukup lantang hingga membuat kepala Axel pusing. “You're my best friend. Aku sangat menyukai novel ini. Terima kasih kau sudah mendapatkannya untukku.” Sambung Elsa. Axel pikir, Elsa mengatakannya karena gadis itu benar-benar mencintainya. Atau sekedar tertarik padanya. Ternyata hanya sebuah buku sialan. “Axel, apa kau tertidur?” “Aku masih terjaga.” Axel menjawab seraya tersenyum kecut. “Syukurlah kalau kau menyukai bukunya.” “I don't know how to repay all your kindness. You're too good to me, you also know everything I need. Thank you for everything.” Sudut bibir Axel terangkat saat Elsa mengatakannya. Ingin sekali Axel meminta sesuatu dari gadis itu, sesuatu yang rasanya tidak mungkin diberikan Elsa padanya. Atau… mungkin? “Sleep with me.” “Axel?” Elsa mengucapkan namanya dengan begitu dalam. Axel tahu ini adalah hal paling konyol yang pernah ia katakan kepada Elsa, tetapi ia ingin mendengar reaksi Elsa. “Tidur denganku.” Ulang Axel setelah beberapa saat. “Are you kidding? No, Axel. I will never want to!” ucap Elsa dengan nada menggebu-gebu. Axel tidak bisa menahan tawanya begitu mendengar reaksi Elsa atas permintaannya. Meski sering kali kesal dengan kedekatan Elsa dengan laki-laki lain, tetap saja Axel tidak bisa menahan dirinya untuk membuat gadis itu kesal atau sedih. “Kenapa, Els? Apa ada yang salah dari permintaanku?” “Sangat salah!” jawab Elsa ketus. “Aku hanya memintamu untuk tidur bersamaku. Kau tidur di kamarmu dan aku tidur di kamarku. Itu saja. Apa ada yang salah?” Axel menghela napas, kembali memikirkan senyum indah itu menari di depan wajahnya. “Oh…” Elsa terdiam sejenak, membuat Axel bertanya-tanya bagaimana ekspresi gadis itu. Apakah semakin menggemaskan atau cantik? “Kalau itu yang kau inginkan, aku bisa mengabulkannya untukmu.” “Tunggu!” Axel sedikit terbatuk. “Kau tidak sedang berpikir yang tidak-tidak, bukan? Sejenis pikiran m***m-“ “Axel!” jerit Elsa dengan suara melengking hingga memaksa Axel untuk menutup telinganya. Axel terbahak, membayangkan bagaimana wajah Elsa sekarang membuatnya nyaris tidak bisa berhenti tertawa. “Aku tidak menyangka kau punya pikiran sekotor itu!” “Axel, berhenti! Aku tidak akan mau berbicara lagi denganmu kalau kau tidak mau diam!” Ancam Elsa. Axel langsung menghentikan tawanya begitu mendengar ancaman Elsa. Bagaimana mungkin ia sanggup tidak berbicara dengan Elsa? Sehari saja Axel tidak akan bisa.  “Baiklah, aku minta maaf. Ingat, ya, kita ini remaja tujuh belas tahun yang masih labil dan tidak boleh memikirkan tentang sex.” “Axel, hentikan!” “Selain tidur denganku, boleh aku minta sesuatu darimu?” “Apa?” tanya Elsa dengan jantung berdebar. “Nyanyikan sebuah lagu untuk mengantarku tidur.” Pinta Axel. “Suaraku buruk.” “I don’t care, Elsa.” “So?” "You and I-One Direction." Terdengar sebuah helaan napas, lalu Elsa mulai bernyanyi. Axel mendengar suara Elsa yang tidak begitu merdu tetapi berhasil membuahnya sesak napas. Ia menyukai Elsa, bahkan di saat suara gadis itu tidak secantik penampilannya. Cinta memang membutakan segalanya, bukan? Sesuatu yang tidak sempurna bisa berubah jadi sempurna hanya karena cinta. Something that is not perfect can become perfect just because of love. I figured it out I figured it out from black and white Seconds and hours Maybe they had to take some time I know how it goes I know how it goes from wrong and right Silence and sound Did they ever hold each other tight like us? Did they ever fight like us? You and I, we don't wanna be like them We can make it 'til the end Nothing can come between you and I Not even the Gods above Can separate the two of us No, nothing can come between you and I Oh, you and I I figured it out Saw the mistakes of up and down Meet in the middle, There's always room for common ground I see what it's like I see what it's like for day and night Never together 'Cause they see things in a different light like us, They never tried like us You and I, we don't wanna be like them We can make it 'til the end Nothing can come between you and I Not even the Gods above Can separate the two of us (Two of us, two of us, two of us, two of us) 'Cause you and I We don't wanna be like them We can make it 'til the end Nothing can come between you and I Not even the Gods above Can separate the two of us No, nothing can come between you and I You and I Oh, you and I Oh, you and I We could make it if we try, you and I Oh, you and I...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD