Tentang Diriku

451 Words
"Baiklah," Ucapnya saat merenung 2 jam hanya dengan menatap dirinya sendiri. Berbekal kesadaran—seribet itu, perempuan mungil ini mencoba hidup yang lebih damai. Percaya atau pun tidak, dia memilih irama hati demi mengambil keputusan. Sampai dimana dirinya bertemu dengan tiang penghalang gang, "Huh, Jangan sekarang, ini masih pagi," cetusnya. Dengan sigap dia melompati pembatas itu, layaknya anak-anak yang bermain lompat tali. Sedari awal memang suka menyendiri, dan anti dengan pergaulan. Terkadang merasa jenuh, seraya nafsu bercinta dengan fikiran dan bukunya. Ketika orang menanyakan, mengapa tidak berteman dengan dunia luar? Gadis ini mengatakan, "Coba tunjukkan aku dimana manusia yang bertingkah apa adanya. Kalau kau bisa bawakan yang sejenis ini, aku akan merubah cara hidupku". Tentu, tidak ada yang mau berdebat dengan perempuan, apalagi remaja kecil yang tidak tenar.Tetangganya mulai berkoar dan mencoba merayunya, "Aku bisa menjawab gelisah yang selama ini tertahan di akal dan hatimu", usulnya. "Dan aku tidak pernah siap percaya manusia yang mengaku mampu," Tutur si Gadis. "Akan ku buktikan. Nak, kita tidak bisa hidup sendiri kita butuh orang lain. Terus lah berbuat baik, walau yang kau dapat buruk. Bukan kah kau tau sendiri, obat itukan pahit, tidak enak tapi menyembuhkan. Sama seperti sikap buruk, ujung-ujungnya jadi pelajaran." "Tante. Tante berbicara apa yang tante alami, bukan apa yang aku rasakan. Dan yang disebutkan tadi itu pelajaran dasar bersikap, dan itu ha-" ucapannya terpotong. "Justru itu dasar bersikap kalau di pahami kamu gak akan hilang arah, karena dapat petunjuk pertama." "Ini salah satu alasan yang buat aku anti bertutur kata ke orang lain. kalau ngomong ke yang lebih tua harus merendah, kalau ke anak muda harus mengalah. Padahal aku punya hak yang sama, karena kita manusia yang sama. Kan, aku ga ganggu tante, tidak menggangu orang banyak, emangnya kesendirianku, tertutupku menutup rejeki, prestasi, dan relasi tante? gak kan. Lalu apa yang jadi masalah buat diri tante?" Sosor si Gadis. "M-maaf, saya cuman kasian sama kamu sebab-" "Saya lebih kasian sama tante, anak tante cerdas, tegas, dan pantas. seharusnya seperti tante-tante pada umumnya, fokus dan banggain anak-anaknya. Jadi aneh kalau tante ngurusin anak orang lain, apalagi saya yang ga ada gelar sarjana, ga kerja, cuman perempuan biasa". "Nak, maksud saya bukan seperti itu," "Aku paham tante. Lalat itu selalu berkerumun di ikan yang segar. Sama halnya anak tante, manusia yang fresh mengundang rasa tertarik orang lain. Semoga anak tante berjalan sesuai harapan tante. Saya masuk kamar dulu, terima kasih nasehatnya." "Anwi! T-tunggu." Anwi kembali merengek seperti bayi. Lagi dan lagi, dia memulai perenungannya. Sangat disesalkan, lantaran terlalu banyak diam, menjadi urusan bagi orang lain. Pernah anwi baca bahwa diam akan menjadi bencana jika mengabaikan orang lain. Memilih untuk memendamnya sendiri, dia yakin Tuhan bersamanya. Tuhan tidak akan pernah pergi jauh darinya.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD