Kesalahpahaman

1223 Words
Sherly merapikan anak rambutnya ke belakang telinga, mempertontonkan anting – anting bintang berbahan plastic berwarna merah muda. Bibirnya yang tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, dipulas rapi dengan lip tint berwarna merah muda. Warna merah muda juga menghiasi pipinya, seakan merona indah. Berjalan pelan, bak seorang model di sebuah peragaan busana, Sherly melangkah dengan pelan namun pasti. Sepatu boot putihnya mengetuk lantai membentuk suara pelan tapi konstan. Wajahnya berbinar, menunjukkan rasa percaya diri yang begitu tinggi. Selain Arga, tidak ada cowok yang menolak pesonanya. Ia yakin cowok yang di hadapannya pasti tidak akan bisa menolak pesonanya juga. Cowok itu, memiliki wajah manis khas orang Indonesia. Meski begitu, warna kulitnya kuning langsat bercahaya, dihiasi bulu – bulu tipis dan lembut. Tinggi Sherly hanya sebatas dagunya, membuat keinginannya semakin kuat untuk bisa sekedar berkenalan dengannya. Sherly membayangkan bagaimana kalau ia bisa jadian dengan cowok ini. Dari penampilannya, Sherly tahu kalau cowok ini bukan sembarang cowok. Meskipun hanya sebuah perkiraan, tetapi selama ini perkiraannya tidak pernah salah. *** Yudistira baru saja mendapatkan satu cup es krim vanilla sesuai pesanan Azel. Ia hendak memutar badan, saat tanpa sengaja tangannya mengenai orang yang ada di belakangnya. Membuat es krim yang baru saja ia dapatkan, jatuh dengan posisi terbalik. “Oh, maaf, Kak. Saya tidak sengaja,” seru Sherly sambil memandang es krim yang masih teronggok di lantai. “Tidak apa – apa. Tidak masalah,” kata Yudistira, ia kembali memesan es yang sama kepada sang penjual. “Biarkan saya yang membayar esnya,” kata Sherly sambil mengeluarkan dompet merah muda bergambar kepala beruang di ujung kanan atas dompetnya. “Tidak perlu. Saya bisa membeli lagi,” kata Yudistira, enggan berlama – lama berurusan dengan es krim. “Tapi saya yang membuat es krim itu tumpah. Jadi sebagai permohonan maaf, biarkan saya membelikan es krim itu untuk Kakak,” kata Sherly, berkeras hati ingin melancarkan aksinya. “Ini hanya masalah kecil. Saya tidak masalah.” “Tapi itu masalah untuk saya. Papi saya mengajarkan saya untuk bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan. Jadi biaran saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan.” Yudistira tidak membalas ucapan Sherly, selain malas berlama – lama bicara dengannya, Yudistira juga tidak ingin membuang waktu dengan berbincang tak penting bersamanya. Tanpa bicara lagi, ,Yudistira mengeluarkan selembar uang seratus ribuan sambil mengambil satu cup es krim vanilla, tanpa mau mendapatkan kembalian karena ia sudah tak nyaman dengan perempuan aneh yang masih ada di sebelahnya. Sherly kesal karena rencananya tidak sesuai harapan. Bahkan cowok itu tidak menoleh untuk kedua kali dan itu sangat tidak biasa. Oh , Arga juga memiliki sikap sedingin itu. “Kenapa sih, cowok – cowok keren tuh pada angkuh – angkuh,” keluhnya. Ia mendecak sebal dan jengkel karena rencananya gagal. Padahal ia berpikir akan sangat mudah mendapatkannya mengingat cowok itu seperti cowok pada umumnya, tidak bermuka menyebalkan seperti Arga. *** Azel senang saat kakaknya masuk mobil dan menyerahkan satu cup es krim vanillanya. Ia segera menyendok isinya dan menikmati es krimnya yang begitu lembut. “Kok lama sih?” tanyanya saat Yudistira bersiap membawa keluar mobilnya. “Makan saja, tidak usah protes,” jawab Yudistira sambil meliriknya. Azel mengerucutkan bibir namun tidak lama kemudian ia kembali menikmati es krimnya. Sepanjang perjalanan, suasana hati Azel menjadi baik sejalan dengan es krim yang semakin lama semakin berkurang setelah masuk ke perutnya. Namun ternyata perasaan itu hanya sebentar saja, karena begitu tiba di rumah. Archie justru sudah duduk manis di meja makan bersama mami dan tantenya. “Hai Zel,” sapa Archie yang tampak riang setelah melihatnya datang. “Sayang, Archie bilang kamu kecelakaan di kelas. Apa kamu baik – baik saja?” tanya Febriyani. “Aku tidak apa – apa, Tan.” Azel berusaha keras untuk tidak menunjukkan perasaannya yang menjadi kesal karena keberadaan Archie di tempat ini. “Archie tadi cerita ke mami, aduuuh, mami langsung kesini ingin melihat keadaanmu, Azel.” Maminya Archie, tidak jauh berbeda dengan Archie saat berbicara. Saat sebelum Azel tahu kalau ada sisi lain Archie yang bisa tegas kepada Arga dan bisa tak acuh kepadanya. Memikirkan hal itu membuat mata Azel berkaca – kaca. “Sayang, apa kamu sakit? Apa perlu ke rumah sakit?” Febriyani mendekati Azel, hendak menyentuh dahi Azel namun gadis itu secara reflek mengelak. “Aku tidak sakit, Tante. Aku hanya lelah, aku ingin cepat tidur.” Azel melirik Archie sekilas, kini memandangnya saja membuat perasaannya campur aduk. Azel tidak memedulikan Archie dan memilih pergi dari tempat itu sebelum moodnya semakin buruk. Kejadian tadi masih membuatnya kesal karena Archie tidak melakukan apapun untuk menolongnya. Bahkan membuat alasan yang terlalu mengada – ada. Azel menaiki anak tangga demi anak tangga menuju kamarnya. Begitu masuk kamar, ia menjatuhkan ransel dan segera merebahkan dirinya di atas ranjang berseprai gambar koala. Memandang ke langit – langit kamar, mengatur napasnya yang campur aduk dan tak tentu. Berusaha untuk menyudahi peperangan dalam hatinya sendiri. Bagaimanapun tak enak juga terlalu lama memendam rasa ini. Azel ingin berbaikan dengan Archie, tapi masih sangat berat. Sebuah ketukan di pintu membuat Azel duduk. Tak lama kemudian Yudistira masuk dengan membawa sepiring mi instan goreng lengkap dengan dua telur mata sapi setengah matang, serta segelas air putih. “Aku tahu kamu pasti lapar,” katanya sambil menyerahkan makanan itu. “Kak Yudis selalu tahu apa yang kubutuhkan.” Azel merebut piring itu lalu segera menikmatinya. “Pelan – pelan, Azel.” Namun tidak lama setelah Yudistira mengatakannya, Azel terbatuk – batuk karena tersedak. Yudistira segera menyerahkan segelas air putih kepada Azel. Gadis itu segera merebut lalu meneguknya hingga tandas. “Kakak selalu bisa diandalkan,” pujinya dan tidak lama kemudian ia kembali menikmati mi instan hingga tandas. Suasana hati Azel memburuk karena dirinya yang terlalu keras kepada sang adik. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain membuat moodnya membaik. Biasanya Azel tidak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan mood baiknya, tapi sepertinya kali ini berbeda. “Ceritakan padaku, ada masalah apa sampai kamu begini?” tanyanya sambil menerima piring yang telah kosong. “Kakak memang tahu semuanya. Aku suka Kakak yang begini.” Azel menunjukkan kedua jempolnya sambil memamerkan sederet gigi yang rapi dalam senyuman. “Kakak tahu, hari ini aku kena sial.” Azel menceritakan semua apa yang terjadi di sekolah termasuk masalah Sherly dan Archie. Yudistira mendengarkan cerita itu dengan saksama tanpa memotongnya hingga akhirnya Azel sendiri yang menyudahi curhatannya. “Kamu harus menjelaskan semuanya pada Archie. Dia mungkin sedang bingung kenapa kamu seperti ini,” nasehat Yudistira kepada Azel. “Tapi … dia udah jahat sama aku, Kak.” “Mungkin kamu benar, tapi dia tetap harus tahu masalahnya dari sudut pandangmu, dengan begitu kesalah pahaman kalian bisa selesai.” Azel mengangguk tanda mengerti dengan ucapan sang kakak. Ah, ia senang memiliki kakak yang benar – benar bisa diandalkan. Ia segera memeluk Yudistira dengan erat, begitu erat hingga jatung cowok itu berdetak dengan begitu cepat. *** Hari masih cukup pagi saat Azel tiba di sekolah. Cahaya matahari masih baru muncul secara malu – malu. Hanya ada beberapa murid yang datang, termasuk Azel. Hari ini ia berniat untuk menyelesaikan masalahnya dengan Archie. Ia sangat bersemangat hingga dadanya begitu hangat. Namun siapa sangka saat baru naik tangga, langkahnya dihadang oleh Sherly yang berdiri dengan dua tangan dilipat. “Kamu … Bagaimana bisa mengenalnya?” tanya Sherly yang membuat Azel kebingungan karena tidak mengerti arah pertanyaan gadis berambut coklat tua itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD