'Cekrek'
Satu gambar candid berhasil diambil Owka. Dari pada nanti sulit mendeskripsikan wanita yang mendadak jadi bintang di hatinya itu, lebih baik mengambil fotonya secara diam - diam, lumayan menghibur diri kalau nanti teringat orangnya.
"Ngapain bro?" tanya Iksan mengagetkan Owka yang sedang melihat hasil jepretannya.
"Nungguin lo lah, ngapain lagi emangnya?"
Disaat yang sama pesanan Owka untuk Iksan pun datang, kopi hitam dan sandwich.
"Makasih," ucap Owka kepada pelayan yang mengantar pesanannya.
"Lo beneran udah makan?" tanya Iksan sebelum dia menyesap kopi pahitnya.
"Udah."
"Slrrrrp ... ah .... enak banget kopi ini, nggak berasa pahit buat gue walau nggak di gulain."
"Ya iyalah, kisah cinta lo lebih pahit dari kopi itu," sahut Owka dan membuat Iksan tersedak saat sedang menyesap kopinya lagi.
Cukup lama meredakan batuk Iksan hingga wajahnya memerah dan mengundang perhatian orang, Owka memberi kode kepada pelayan untuk memberikan air mineral botol ke Iksan.
"Sialan lo!" sempat - sempatnya Iksan mengumpat Owka disela batuknya.
"Atur napas dulu, baru ngomel - ngomel."
ucap Owka ke Iksan tapi matanya melirik ke arah tempat duduk wanita tadi, dan ternyata orangnya sudah tidak ada.
Batuk dan berdehem - dehem akhirnya berhasil meredakan derita Iksan.
"Makan dulu yang bener, setengah jam lagi nih," Owka mengingatkan Iksan.
"Hmmm." Iksan menikmati sandwich-nya. Sepertinya dia masih kesal sama Owka.
"San, gue tadi lihat ada cewek cantik di meja sana, tapi dia udah pergi."
"Kalo dia udah pergi, ngapain lo cerita? Wait, sejak kapan lo peduli cewek cantik? Memangnya lo paham soal cewek cantik? Perasaan gue setiap gue kasih lihat foto cewek lo bilang B aja," ucap Iksan sambil melihat ke arah Owka.
"Emang cewek yang lo kasih lihat polesan semua gimana dong? Ya B ajalah. Jadi pilot nggak boleh buta warna San, apalagi buta cewek, " jawab Owka dan membuat Iksan ternganga, kenapa Owka jadi pintar begini?
"Lo kelamaan diparkiran kali ya Ka ... Kerasukan jin parkiran kayaknya, kenapa tiba - tiba kayak expert banget ngomongin cewek?"
Owka tertawa," Beneran san, gue lihat cewek tadi hati gue rasanya penasaran banget, nih gue ambil fotonya diam - diam," Owka membuka layar hape yang ada foto cewek tadi dan menyodorkan ke Iksan.
"Njirr ... nemu aja lo," Iksan langsung memutar kepalanya melihat keadaan kafetaria, sudah banyak yang keluar jadi tidak terlalu ramai lagi.
"Pramugari? Kok gue nggak pernah lihat Ka?" tanya Iksan heran.
"Gue juga nggak tahu, lagian pramugari banyak banget mana gue ingat ... tapi rasanya gue baru lihat dia kali ini deh San. Eh tapi kata si mas tadi lagi ada perekrutan cabin crew baru sih, apa termasuk dia ya?"
"Ya mungkin aja, lo doain dia lulus lah ... siapa tahu ketemu lagi pas terbang bareng."
"Aamiin."
"Ngebet banget lo Ka? Apa kita cari nih sekarang?" tantang Iksan melihat reaksi Owka.
"Nyari kemana, keliling gedung?"
"Cari aja ke tempat mereka wawancara, di lantai berapa?"
Owka mengendikkan bahunya tanda tidak tahu.
"Gue juga nggak tahu dia wawancara atau bukan, kalo lihat gayanya sih bukan calon pramugari baru, mungkin aja dia pramugari kita."
"Hmm ... coba lo kirim deh fotonya ke gue, siapa tahu nanti dia terbang bareng gue, bisa gue cocokkan wajahnya, trus gue tanya nomer teleponnya buat gue kasih ke elo."
Owka menggelengkan kepalanya.
"Nggak usah terimakasih, gue paham akal bulus lo, biar aja gue cari sendiri," ucap Owka yang rupanya tidak mau berbagi informasi dengan Iksan.
"Jangan salahkan gue kalo nanti gue salah gebet karena nggak tau cewek yang lo incer ya," ancam Iksan yang kesal.
"Yang lihat duluan yang berhak," ucap Owka.
"Beuh pak pilot poceciip!" ejek Iksan.
"Masalah buat lo? Kan gue bukan posesipin elo," balas Owka.
Iksan mencibir ke arah Owka. Dia baru tahu ternyata Owka kalau naksir cewek ternyata memonopoli.
"Yuk ah, sepuluh menit lagi nih... kita ke atas," ajak Owka sambil berdiri.
Setelah selesai dengan urusan dengan divisi operasional yang memakan waktu kurang lebih satu jam akhirnya Owka dan Iksan keluar dari ruangan Capt. Richard di lantai tiga.
"Mau dicari nggak nih?" Lagi - lagi Iksan menawari Owka untuk mencari wanita misterius yang sudah membuat Owka penasaran.
"Nggak deh, langsung pulang aja. Ini sama juga cari jarum di tumpukan jerami .... nggak jelas.
" Yaudah, eh tapi beneran lo langsung pulang, jangan - jangan masuk lift lagi nih?" tanya Iksan maksudnya menggoda Owka.
"Besok medex, biar nggak capek" jawab Owka yang terus berjalan meninggalkan Iksan yang masih terkekeh.
Iksan sedikit berlari mengejar Owka.
"Besok abis medex kita jalan yuk Ka."
"Kemana?"
"Ke mal, nonton kek ... makan kek."
"Dih najis nonton sama lo, dikirain gue belok ntar."
"Dulu aja waktu siswa, sering banget lo maksa gue nonton."
"Khilaf gue, lagian nggak ada pilihan," jawab Owka seenaknya.
"Emang si kampret!" rutuk Iksan.
Mereka berpisah di parkiran.
Iksan mengklakson dan melaju duluan keluar dari parkiran melewati mobil Owka, terlihat Owka sedang menerima telepon.
Sepuluh menit kemudian Owka baru keluar dari area parkiran.
Setelah membayar parkir dan keluar dari pagar gedung, mata Owka tertuju ke halte yang tidak jauh dari kantor, wanita yang sudah membuat Owka penasaran tadi tampak berdiri di sana, blazer yang tadi dipakainya tampak sudah dilepas dan disampirkan di tangannya, sepatu tinggi yang tadi juga dipakainya terlihat sudah berganti dengan sepatu flat, tapi herannya dia tetap cantik di mata Owka.
Owka menghentikan mobilnya kurang lebih tiga puluh meter dari halte. Disaat dia menimbang untuk nekat turun, tampak busway berhenti dibelakangnya dan membawa pergi wanita itu. Owka hanya dapat menatap kepergian bis itu lepas dari pandangannya.
*
Jani turun dari busway persis di seberang stasiun Tanah Abang untuk melanjutkan perjalanan pulangnya ke Bintaro. Rencana pulang hari ini ke Bandung terpaksa batal karena tadi sebelum pulang dia diberitahu oleh pihak perusahaan untuk datang lagi besok pagi.
Hati Jani sebenarnya berbunga-bunga. Sepertinya dia akan diterima lagi di perusahaan ini. Walaupun Waktu mendaftar kemarin itu dia harus didesak oleh teman-teman dan mamanya Tapi setelah melewati beberapa tes, dia merasa bahagia juga kalau sampai akhirnya lulus dan dapat bekerja lagi.
Kalau eks pramugari mendaftar lagi ke perusahaan yang lama biasanya yang akan dicek adalah performa kerjanya di masa lalu. Sejauh ini Jani selalu menjalankan tugasnya dengan baik, dia termasuk pramugari yang jarang bolos dan waktu itu posisinya sudah sebagai pramugari senior, yaitu sebagai cabin one di dua type rating pesawat, Airbus 320 dan Boeing 737. Saat berhenti dari perusahaan pun, dia mengundurkan diri di saat kontraknya memang sudah selesai dan tidak mau diperpanjang lagi dengan alasan menikah.
Jani turun di antara peron lima dan enam. Di kedua rel sudah tersedia kereta dengan tujuan Rangkasbitung yang akan melewati stasiun Pondok Ranji di mana Jani akan turun nanti.
Kereta tidak terlalu ramai, mungkin karena sekarang masih menjelang siang. Sebenarnya Jani pulang sekarang pun tante Ismi tidak ada di rumah karena katanya siang ini mau pergi arisan bersama teman-temannya, tapi Jani tidak punya pilihan lain karena dia harus menghemat uang yang ada ... daripada dia berkeliaran di mall lebih baik uangnya dibelikan makanan atau buah untuk anaknya.
Kereta sudah bergerak menuju Stasiun Palmerah. Jani duduk di gerbong khusus wanita yang isinya sekarang tidak terlalu ramai, bahkan dia duduk pun agak berjarak dengan penumpang yang lain.
'Drrrt...' ponsel Jani bergetar, dia langsung merogoh tas ditangannya.
"Iya Ma," jawab Jani menerima panggilan telepon dari mamanya di Bandung
"Bagaimana hasilnya Jan?" tanya mamanya Jani Karena penasaran dari selesai wawancara tadi anaknya belum menelpon.
"Maaf tadi Jani mau nelpon tapi sudah keburu di bis Ma, ini juga baru di kereta on the way ke Bintaro," jawab Jani.
"Kata tante Ismi habis ambil barang kamu langsung pulang ke Bandung?"
"Nggak jadi Ma, soalnya besok pagi aku masih dipanggil ke kantor pusat lagi, doain ya Ma, feeling-ku kok kayaknya aku lulus ya," jawab Jani
"Insya Allah kamu lulus, selesaikan aja semua urusan di sana ... anakmu anteng kok. Jangan lupa juga kasih tahu tante Ismi bahwa kamu nggak jadi pulang hari ini."
"Iya ma."
Setelah selesai menerima telepon mamanya Jani pun mengirimkan pesan w******p kepada tante Ismi untuk mengabarkan bahwa dia kembali lagi ke Bintaro dan menumpang menginap.
Setibanya di rumah tante Ismi, Jani langsung selonjorkan kakinya karena terlalu pegal.
Dia hanya duduk di kursi malas sambil mengutak-ngutik ponselnya, saat itu ada panggilan video masuk dan membuatnya kaget.
"Lo lagi di mana?" tanya Dewi di sambungan Video call.
"Baru sampe di rumah tante Ismi, lo mau ke sini Wi?"
"Boleh, mau gue jemput nggak? kita ke mal yuk, gue baru pulang terbang nih....baru aja sampe di kosan."
"Besok gue kantor lagi Wi."
"Terus memangnya kalau besok ke kantor pusat apa urusannya? kan gue ngajak perginya siang ini, paling sebelum maghrib udah gue antar pulang lagi."
Jani tidak punya alasan lagi masa dia harus bilang bahwa dia sedang tidak punya uang dan berhemat?
"Oke oke lo mau jemput gue jam berapa, gue tunggu."
"Ya udah jam dua gue sampai tempat lo ya. Kita ke pim aja, kan dekat dari rumah tante lo."
Ingin rasanya Jani bilang untuk bertemu langsung saja di PI Mall karena kalau Dewi harus menjemputnya dulu, jadinya agak terlalu bolak balik buat Dewi, tapi dia benar-benar sedang menghemat ongkos ... karena uangnya yang tersisa hanya cukup untuk pulang ke Bandung dan membeli sesuatu buat anaknya, sedangkan ongkos ke kantor pusat memakai kartu e money, saldonya masih ada lima puluh ribu, lumayan, tapi sudahlah biar saja Dewi menjemputnya.
Masih tersisa waktu satu jam sebelum Dewi datang. Jani segera mandi dan mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat dulu. Setelah itu dia akan memompa Asi karena dadanya mulai terasa bengkak. Walaupun anaknya sudah makan makanan yang sesuai untuk anak seusianya, tapi Jani masih menyusui aktif dan alhamdulillah produksi Asi-nya banyak.
Setelah itu dia akan berganti baju dan bersiap-siap menunggu kedatangan Dewi.