Episode 2

1037 Words
Kaki panjang itu terus melangkah lebih cepat. Gumaman, sumpah serapah, dan cacian terus keluar dari mulut lelaki tampan itu merutuki harinya yang sial. Tadi pagi dia hampir menabrak orang dan ternyata orang itu adalah orang yang berbaik hati membelikan roti kepada anaknya secara cuma-cuma. Ck, dunia ini begitu sempit. Tak terasa kini dia sudah berada di samping mobil miliknya, tapi tunggu, dimana anak-anaknya? Ya Tuhan, dia terlalu asik bergelut dengan pikirannya sendiri, menyumpahi si penjaga kasir yang dengan  memalukan dirinya di depan umum, dia sampai lupa dengan kedua anak manisnya. Dia menoleh, mencari anak-anaknya. Rafael Darryn Lucas, seorang dokter spesialis bedah dan juga ayah hebat untuk kedua anaknya. Tentu saja, hanya dia yang merawat kedua anaknya, istrinya? Dia duda dan sampai sekarang pun dia belum pernah bertemu istrinya lagi selama lima tahun. Rafael memiliki dua anak, Randy dan Queenzy yang memiliki jarak terpaut jauh. Randy 16 tahun dan Queenzy 5 tahun. Selain memiliki jenis kelamin yang berbeda, sifat mereka pun berbeda, Randy si pendiam, dan Queenzy si cerewet. Keduanya kerap bertengkar, tetapi tak selang berapa lama mereka akan kembali berbaikan, kembali berpelukan, dan melempar candaan, karena mereka tahu bahwa mereka memang saling membutuhkan, ditambah mereka hidup tanpa ibu. "Randy, Queenzy!” serunya saat melihat anaknya berjalan di belakangnya, dia pun menghembuskan napas lega. “Maafkan ayah, nak" katanya. Tangan jenjang itu mengulur untuk menggapai Queenzy, mengelus, mengecup, lalu memeluknya dengan erat saat tahu si bungsu terlihat ketakutan karenanya. Kembali dia mengelus anaknya agar nyaman. Memeluk si kecil memang sangat nyaman, sayangnya mantan istrinya tak pernah merasakannya sama sekali. Ya, si bungsu yang tak pernah mendapat kelembutan kasih sayang seorang ibu. Ibunya menghilang begitu saja setelah melahirkannya, jadi bisa dibilang Queenzy tidak pernah melihat sang ibu biologis secara fisik maupun gambar. "Tidak masalah, ayah" jawab Randy merasakan penyesalan sang ayah. Rafael pun tersenyum. "Kalau begitu sekarang kita pulang" katanya mengusak rambut Randy lalu meminta anaknya untuk masuk ke dalam mobil. Queenzy membuka pintu mobil setelah sang ayah membuka kunci mobil, lalu duduk dengan nyaman di samping kursi kemudi. Diikuti Randy yang duduk di kursi belakang. Mobil pun keluar dari parkiran dan melaju menjauhi rumah sakit. -- Keluarga kecil Lucas baru saja menyelesaikan makan malam, makan malam sederhana yang hanya berisi tiga orang di meja makan bundar sederhana yang berada bersebelahan dengan ruang tengah. Randy mencuci piring-piring kotor dan Queenzy bagian mengelap piring yang baru saja dicuci. Sedangkan sang ayah terdengar sedang berhubungan dengan seseorang menggunakan ponsel pintarnya. "Besok aku sibuk, bu" Rafael berbicara tapi wajahnya terlihat tak bersahabat. 'Pokoknya aku tidak mau tahu, kau harus datang Rafael'. Rafael menghela nafas "baiklah" jawabnya terpaksa. 'Bagus, sampai nanti. I love you, son'. "Love you too, mom" Rafael segera memutuskan sambungan telepon, dia menghela napas panjang, ntahlah sudah berapa kali hari ini dia menghela napas, tapi yang pasti hari ini memang sangat kacau untuknya. Dia bisa menolak wanita manapun bahkan wanita-wanita yang pernah menyatakan cinta padanya, tapi dia lemah jika berurusan dengan sang ibu, semua keinginan, permintaan, atau apapun itu, dia harus menurutinya. Harus. Dan itu mutlak. Tidak ada penolakan apalagi toleransi. Rafael agak tersenyum saat mendengar suara kikikkan Queenzy yang terdengar manis diikuti suara Randy yang mengerang tak suka, pasti mereka sedang main air. Akhirnya, dia memilih untuk menghampiri anak-anaknya yang terdengar bising di dapur. "Apa sudah selesai?" "Sudah ayah" jawab Queenzy yang sedang mencuci tangan dengan dibantu Randy. "Baiklah, kerjakan tugas rumah kalian, setelah itu tidur" Rafael mengelus kedua kepala anaknya dengan sayang. "Iya ayah" jawab Queenzy dengan senyum manisnya. Rafael mendekatkan wajahnya ke arah si bungsu, dengan senang hati si bungsu mengecup pipinya. "Mimpi indah" "Ayah juga" ujar kedua anaknya bersamaan. "Ayo Queenzy" ajak Randy, mereka meninggalkan ayahnya yang masih diam di tempat menatap mereka pergi. Randy dan Queenzy masuk ke dalam kamar yang sama. Kamar mereka memang satu ruangan, tetapi beda kasur, hanya dibatasi oleh dua nakas lampu, sebelah kanan milik Randy dan sebelah kiri milik Queenzy. Ini adalah kemauan Queenzy, ia masih takut untuk tidur sendiri. "Apa kau punya tugas?" Queenzy menggeleng. Randy menyibakkan selimut bergambar Cinderella milik Queenzy, dengan segera Queenzy naik kekasurnya dan berbaring. Randy menyelimuti tubuh kecil itu. "Selamat malam" Randy menyalakan lampu meja Queenzy, beralih mematikan lampu ruangan. Dan dia pun berjalan menuju kasurnya yang bergambar Mr. Bean dan berbaring seraya menyamankan punggung  miliknya. "Randy" "Ya?" Randy menarik selimutnya hingga menutupi d**a. "Ibu itu seperti apa?" Tanyanya pelan. Tak ada jawaban cukup lama, sampai Randy akhirnya angkat bicara "Apa yang kau pikirkan, tidurlah" Randy memilih berbaring menyamping, memunggungi Queenzy. Tak lama terdengar isakan dari bibir si kecil sembari menggumamkan kata 'ibu'. Apa Queenzy begitu merindukan sosok ibu yang hanya bertahan beberapa jam bersama dirinya? Tentu saja, dia pasti iri dan ingin seperti temannya yang lain, dipeluk, dimanja, diantar-jemput sekolah, dikecup saat masuk dan keluar kelas. Tapi itu hanya bayang-bayang semu Queenzy saja, karena anak itu harus menelan kenyataan pahit. Randy masih terdiam tak bergeming, bukan karena dia sudah tidur, tetapi karena dia sibuk dengan pemikirannya. 'Aku merindukannya'. Randy menutup mata perlahan, namun isakan Queenzy semakin keras membuatnya harus membuka mata kembali. Dia tidak tega mendengarnya. "Kemarilah" ujar Randy balik badan dan membuka selimutnya, Queenzy segera turun dari kasurnya dan mendekati kasur Randy, tangannya bergerak mengusap air matanya sendiri. Dia memeluk tubuh kecil Queenzy sembari mengusapkan punggung sempitnya. Queenzy memeluk leher Randy. "hiks" isaknya tertinggal. "Kau tahu?" Setidaknya ucapan Randy mampu mengalihkan perhatian Queenzy walaupun masih terdengar nyata isakannya. "Ibu itu sangat lembut, beliau itu bagai gula kapas, lembut, rasa manisnya susah dilupakan dan ingin rasanya memakan lagi. Seperti itulah kasih sayang ibu, penuh candu" Senyuman andalan tak pernah Randy lepaskan, semburat merah merekah di pipinya tatkala dirinya mampu merasakan kembali tangan lembut milik ibunya mengelus surai rambutnya, memeluk tubuh kecilnya, dan mengobati luka karena kelakuan nakalnya. Dia juga merindukannya, merindukan ibu dan juga kasih sayang ibunya. Tapi, terbesit pula rasa kalut, marah, kesal, pilu, luka, tidak rela, dan benci yang masih tumbuh di dalam hatinya. Randy ingin ibunya kembali, kembali mengusap surainya, menyanyikan lagu tidur setiap dirinya takut saat menutup mata, dan tersenyum penuh cinta kepadanya. Queenzy terdiam, mencerna setiap perkataan yang keluar dari mulut kakaknya. Dia jadi semakin ingin merasakan candu kasih sayang dari ibu, apakah sama saat sang ayah dan kakaknya memberi perhatian? Ataukah lebih besar dari apa yang kedua orang itu berikan? Dalam hidupnya, Queenzy hanya tahu ayah, Randy, nenek, dan gurunya, kasih sayang yang mereka berikan padanya.  Dia menginginkan sosok ibu, menginginkan bagaimana rasanya dimanjakan, ditimang, dipeluk, dan mengikat rambutnya saat berangkat sekolah. Tapi bukankah semua pekerjaan yang biasa dilakukan ibu sudah diambil alih oleh ayah dan kakaknya? Tapi percayalah, ibu tak akan tergantikan walaupun tak pernah melihat sosoknya hadir di sisinya. "Sekarang tidurlah" Randy mengecup pucuk kepala Queenzy, menyamankan posisi, lalu pergi ke alam mimpi. Biarkan mimpi malam ini adalah bersama ibu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD