3. Ide Gila

1752 Words
SUDAH sekitar tiga hari ini Shanin terlihat mengalihkan fokusnya dari Abby menuju sebuah genk yang di ketuai oleh cowok tampan berambut biru muda bernama Arga. Jika ada sedikit saja kesempatan, maka mata Shanin akan mencari ke tujuh pangeran tampan itu dan tak segan-segan segera menuliskan apa saja kegiatan mereka pada buku kecil yang selalu ia bawa-bawa. Pembullyan masih terus saja Shanin terima, tak ada perubahan dan tak ada pula perlawanan. Namun kali ini, Shanin bisa di bilang cukup bebas karna sepertinya Abby tak masuk sekolah. Sakit sepertinya, atau mungkin pindah. Shanin hanya berdoa yang terbaik. Satu hal yang membuat tekad Shanin untuk berlindung kepada Arga dan teman-temannya, mereka adalah genk yang paling di takuti di sekolah Shanin. Tak ada yang berani melawannya, mengganggunya, apalagi mencari gara-gara dengannya kalau tak mau merasakan masa-masa indah SMA-nya berubah menjadi kelam dan di penuhi oleh mimpi buruk. Kalau kata Bu Siwi, mereka masuk sekolah saja sudah untung. Itu artinya semua guru tak mengharapkan hal lebih, tak mengikuti pelajaran juga tak pa-pa yang penting masuk. "AWAS WOY!" Sebuah bola kasti tepat mengenai wajahnya, peringatan yang diteriaki tadi sangat amat telat, membuat Shanin tak dapat menghindari pipinya dari hantaman bola kasti entah siapa yang melempar atau di sengaja atau tidak. Melihat hal itu, sontak semua orang tertawa. Untung saja Shanin tak pingsan dan tambah memalukan diri sendiri. Gadis itu berjalan menjauhi keramaian dengan tangan yang sibuk mengusap-ngusap pipinya akibat serangan mendadak yang dirinya terima, ia terlalu sibuk memperhatikan genk Arga hingga membuatnya tak menyadari keadaan sekitar. Lupa kalau saat ini ia tengah berada di pinggir lapangan olahraga. Shanin mencari tempat duduk yang menurutnya cukup strategis untuk bisa terus memperhatikan genk Arga. Setelah menemukannya, ia kembali membuka buku catatannya dan menuliskan sesuatu disana. 1.      Style Arga Kaos putih polos, Jaket jeans robek-robek, Celana abu-abu sekolah, rambut biru mudanya Arga berantakan, telinganya juga ditindik, pake sepatu warna putih tanpa pake kaos kaki. Jorok dasar. 2.      Style Richard Astaga keren banget si Richard. Oke, Shanin fokus! Celana abu-abunya dilipat sampe ke betis dengan tambahan kaos kaki panjang dan sepatu putih, kaos putih polos di balut jaket kulit warna biru muda dengan tulisan 'Get Out' di belakangnya. Pake Kalung warna hitam dan beberapa gelang di tangan kanannya, jam bermerek juga melingkar disana.  3.      Style Arkan Putih banget, pake apa aja Arkan cocok kayanya. Tapi hari ini Arkan lagi make baju putih polos sama celana sekolahan. Gak aneh-aneh, dia juga yang gak pake jaket sendiri. Nilai plusnya ada dirambut, lucu. Apalagi kalo kena sinar matahari, warna rambutnya jadi cokelat terang. Gemes. Ih! Shanin! Kok jadi nulis gitu!? 4.      Style Raynzal Oke, lanjut. Masih dengan kaos putih polos yang di balut jaket kain warna Hitam. Lucu, manis banget. Stylenya ya bukan orangnya. Ini bener, ya walau Raynzal juga manis sih. INITUH SHANIN NULIS TENTANG STYLE APA MUKA, SIH!? KESEL DEH, IH! Gatel banget mata, heran! Lanjut-lanjut! 5.      Style Al Al mirip Machine g*n Kelly, maksud Shanin badannya. Tuhkan kambuh gatelnya. Tapi emang bener, kurus tinggi gitu. Mungkin karna dia anak basket, jadi Al hari ini pakai jaket basket dari sekolahnya bertuliskan nomor 21. Lengan jaket Al digulung asal, ngasih liat dua gelang warna hitam disana. Rambut gondrongnya juga Al ikat asal. 6.      Style Derren Dengan kacamata, Derren masih tetep keliatan cool dan lucu disaat yang bersamaan. Hari in, Derren sii cowok pintar itu pakai baju putih polos dan jaket yang sama putihnya. Kayanya Derren suka warna putih. Karna hampir semua aksesoris kayak topi, jam tangan dan sepatu juga warna putih. 7.      Style Steve Kayanya Steve deh yang paling ngerti fashion, dari ujung kaki sampe ujung kepala semuanya ada aksesorisnya. Di rambut cokelat gelapnya ada topi biru bertuliskan 'Bich', walau masih dengan kaos putih polos dan jaket kulit hitam, tapi sepatu yang Steve pake paling beda dari temen-temennya yang lain. Shanin mengehela napasnya puas, sudah tiga hari ini ia juga mencatat Style dari Arga CS yang berbeda tiap harinya. Kemarin mereka tampil dengan gaya yang menggemaskan, bahkan beberapa di antara mereka terlihat memakai aksesoris berwarna merah muda, seperti jaket dan topi.Namun hari ini, gaya menggemaskan itu berubah menjadi super cool. Mungkin hal itu pula yang membuat mereka menjadi pujaan hati kaum hawa di sekolah Shanin. ***** Dengan di bantu oleh tukang ojek yang untungnya masih Tuhan sisakan satu untuk Shanin di depan sekolah, gadis itu segera pergi mengikuti ke tujuh cowok tampan yang menaiki motor ninja berbeda-beda warna itu. Walau sempat tertinggal jauh, akhirnya motor matic yang di kemudikan oleh seorang abang-abang berjenggot itu sampai di komplek perumahan mewah yang sangat asing menurut Shanin. Shanin sempat sok cenayang dengan menebak kalau rumah besar bertingkat tiga itu adalah basecamp mereka alias rumah Arga. Karna dari informasi yang Shanin dapat, sehabis pulang sekolah, mereka selalu berkumpul dirumah Arga yang sepi. Kedua orang tua cowok berwajah bule itu jarang pulang karna sang Ayah yang bekerja sebagai seorang pilot dan Ibunya yang juga seorang Dokter, mereka pasti sangat sibuk sampai tak bisa memperhatikan putranya dengan baik. Begitu selesai memberikan selembaran uang berwarna hijau, mata Shanin kembali fokus pada gerbang hitam berbentuk naga yang nampak terpasang kokoh di hadapan rumah berwarna hijau tua itu. Sedikit-sedikit mata Shanin juga mulai mengintip beberapa motor ninja yang tengah terparkir di halaman rumah. Tanpa pemiliknya, mereka pasti sudah berada di dalam. Cukup lama Shanin memperhatikan rumah kediaman keluarga Arga, memperhatikan setiap detail halaman rumah Arga yang di hiasi dengan tiga buah air mancur dan dua ayunan. Hingga akhirnya, gadis dengan rambut yang sekarang ia cepol itu memilih untuk pergi dari sana. Toh, ia kesini hanya untuk mencari informasi, tak lebih. Kedua kaki beralaskan sepatu putih itu sudah berada di pinggir jalan, namun ia lupa akan satu hal, tak akan ada kendaraan umum yang lewat di perumahan mewah seperti ini. Membuatnya merutuki dirinya sendiri yang malah menyuruh abang ojek itu pergi, bukannya menunggu dirinya. Dengan langkah seribu Shanin terlihat mulai berjalan untuk menuju keluar dari perumahan, berharap akan ada taksi yang lewat. Namun niatnya terhenti begitu seseorang tiba-tiba saja mencengkram kuat tangan kanannya, membiarkan Shanin merintih kesakitan dengan manik yang mencari siapa si pengganggunya itu. Bukannya marah karna telah disakiti, Gadis itu malah membuka mulutnya dengan pupil yang membesar. Bahkan ia dengan cepat terlihat menghindari kontak mata dengan menatap ke arah lain. "Kena lo!" Shanin menelan salivanya begitu mendengar suara seksi yang sempat ia idolakan itu, jantungnya berdetak cepat, mungkin sebentar lagi akan meledak. Napasnya naik turun dengan keringat yang mulai mengalir. Dia Raynzal. Iya, Raynzal Faroza. Perlahan Shanin mulai menghafalnya, apalagi karna ciri khas tatto naga yang berada di lehernya. membuatnya sangat mudah untuk dikenali. "Mau ikut baik-baik atau pingsan dulu?" Lagi. Shanin menelan salivanya lagi. Tenggorakannya kering sekering-keringnya. Perlahan-lahan ia memberanikan diri untuk menatap cowok manis bermata coklat terang itu. Dan begitu bertemu, tubuh Shanin semakin terasa tak bisa digerakkan. Ia lumpuh! "Princess? Perlu gue ulang pertanyaan tadi?" Raynzal menatap lawannya gemas, bahkan urat-urat di lehernya sudah mulai terlihat, menandakan kalau cowok tinggi itu mulai emosi. Tanpa menunggu respon Shanin yang masih juga bungkam seribu bahasa, Raynzal nampak menarik tangan Shanin yang sudah mulai memerah dan dingin. Membawanya masuk ke dalam pagar besar di belakangnya, dan hal itu jelas saja membuat Shanin terkejud bukan main. Namun gadis itu sama sekali tak bisa berontak ataupun menolak, bergerak saja susah. Jadi yang ia lakukan hanya mengikuti tarikan lumayan kasar dari tangan berotot itu yang mengajaknya memasuki pintu cokelat yang berdiri gagah dengan perasaan campur aduk. Sepertinya ia akan pingsan. Shanin tak dapat mendeskripsikan apa saja yang ia lihat sekarang karna rasa takut yang mengelilinginya. Yang ia tahu, dirinya berada di sebuah ruangan dengan berpuluh-puluh mainan yang memancarkan lampu warna-warni di sekelilingnya. Seperti sedang berada di dalam timezone. Gadis itu menunduk begitu Raynzal melepaskan cengkraman kuatnya dan terlihat duduk di sofa yang berada tepat di hadapannya. Kedatangan Shanin jelas saja membuat perhatian semua orang beralih kepadanya dan mulai menatapnya aneh. "Guys, kita kedatangan curut!" Raynzal bersuara, membuat Steve yang tengah bermain Billiard tertawa kecil namun tetap melanjutkan permainannya bersama Al dan Derren. Sedangkan Arga yang tengah meminum Vodka di mini barnya hanya meliriknya sekilas dan kembali bersikap tak perduli. Hanya Arkan dan Richard yang terlihat tertarik sebelum terlihat ikut duduk di samping Raynzal. Richard! itu Richard? Ya jelas lah ada Richard juga, inikan genk-nya. Hilangin Shanin dari muka bumi ini, Tuhan! Ketiga makhluk tampan itu terlihat memandangi Shanin intens dari ujung kaki sampai ujung kepala, memperhatikan seragam dengan name-tag lengkap yang masih terpasang di badannya. Bahkan mereka saja sudah berganti baju. Shanin mengepalkan kedua tangannya dengan wajah yang masih tertunduk, tak perduli serbuan tatapan yang menyapanya. Ia hanya ingin pulang, disini terlalu menakutkan. "Shanindya Violetta?" Itu Richard, Shanin hafal suaranya. Ia pasti habis membaca name-tag milik Shanin. "Lo di suruh siapa? Anjas? Karmen? Zega?" Lagi-lagi suara Richard menyapa telinganya, namun Shanin masih juga belum berani berkutik. Tenggorokannya terasa sedang di isolasi, amandelnya mendadak hilang. Mereka siapa? Musuh? Shanin jawab apa? Kalo Shanin salah jawab nanti Shanin dibunuh gimana? Ma, Shanin mau pulang! "Tuli? Gagu?" Suara lain menyapa telinga Shanin, namun keberanian untuk mengeluarkan suara masih juga belum menyapa dirinya. Entah apa yang terjadi padanya. "WOY, b*****t JAWAB!!" Raynzal bangkit dengan kaki yang terlihat menendang meja di samping Shanin hingga menjatuhkan beberapa botol kaca yang berada di atasnya, membuat tubuh gadis itu bergetar ketakutan begitu melihat apa yang baru saja Raynzal lakukan di sampingnya. Richard tertawa kecil sembari ikut bangkit lalu terlihat menarik tangan Raynzal untuk menjauh dari Shanin, dia sangat hafal dengan sifat ketidaksabaran yang Raynzal miliki, "Gak gitu cara ngadepin curut, nyet," Cowok itu mengambil alih, "Shanin, ya?" Bau parfum khas milik Richard menyapa hidung Shanin, cowok itu kini berada tepat di hadapannya, memandangi wajah Shanin yang menunduk dengan bulir-bulir air mata yang tak sengaja Shanin tumpahkan sangking takutnya. Entah ada setan apa yang membuat Shanin berani menganggukan kepalanya dengan tangan kanan yang terlihat mulai menghapus air mata di wajahnya. "Ngapain dari kemaren merhatiin kita? Disuruh siapa? Bilang aja, kita gak bakal ngapa-ngapain lo kok," Suara lembut itu kembali membuat keberanian Shanin muncul walau ia masih sedikit terkejud karna ternyata mereka tahu jika Shanin selalu mengawasinya. "Gak ada yang nyuruh Shanin," Richard mengerutkan keningnya bingung, "Terus alesannya apa?" Kali ini Shanin mulai mengangkat kepalanya, perlahan tapi pasti ia mulai menatap manik milik Richard yang begitu indah di matanya. Tatapan cowok itu juga terasa ramah. "Shanin mau gabung ke genk kalian." Dan ya, hanya Shanin yang berani mengucapkan kalimat sakral itu. Sudah tak bisa memikirkan cara lain, hanya dapat melaksanakan ide gila dalam kepalanya. Ide gila yang mungkin, akan membunuhnya di masa depan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD