Bab 3 Membuka Pintu Kenyataan yang Pahit

1085 Words
"Oh? Apa-apaan kalian? Lepaskan aku! Lepaskan akuuu!" Lia melawan dan memberontak ketika sang bellboy dan resepsionis perempuan meraih masing-masing lengannya dan mulai menyeretnya keluar. "Tolong jangan buat kami susah, Nona!" keluh sang bellboy, mukanya terlihat bingung dan kasihan. "Benar. Tolong segera pergi dari sini!" tambah sang resepsionis. Kedua tangannya dikerahkan sekuat tenaga menarik tubuh Lia, tapi perempuan yang sedang sedih bercampur amarah itu lebih dipenuhi kekuatan oleh adrenalin sehingga agak menyulitkan mereka menggesernya dari pijakannya. "Lepaskan aku! Jangan-jangan, kalian bersekongkol dengan mereka berdua, ya? Wuah! Hebat! Kalian benar-benar jahat! Criminal Mastermind alias Dalang Kriminal! Lepaskan aku! Lepaskan!" Mereka bertiga bergumul satu sama lain layaknya pegulat di atas ring, dan Lia mulai menginjak-injak kaki mereka bergantian dengan satu kaki telanjangnya. "Eh?! Nona ngelunjak, ya!" seru resepsionis wanita. Dia meringis kesakitan, kakinya perih gara-gara diinjak oleh Lia secara membabi-buta. "Lepaskan aku! Kalian bersekongkol dengan lelaki dengan sifat bejatnya itu sampai segininya, ya? Kalian akan aku tuntut ke pengadilan!" ancam Lia dengan raut wajah mengerikan. "Ya, ampun! Sudah gila, mana bicara yang tidak-tidak lagi! Gunakan seluruh kekuatan kalian menyeret dia keluar!" teriak sang manajer yang sudah mulai naik pitam, lalu telunjuknya diarahkan pada dua pelayan laki-laki restoran yang kebetulan lewat, "kalian! Bantu mereka, cepat!" Dua pelayan restoran tampak kaget ditunjuk tiba-tiba dengan mata melotot dari sang manajer, panik dan segera membantu mereka berdua menyeret Lia. "Kurang ajar, kalian! Beraninya main keroyokan! Rasakan pembalasanku ini!" Lia mulai menggigit tangan mereka satu per satu dengan kekuatan penuh disertai dengan paduan injakan kaki, tendangan lutut, dan sundulan kepala. Mereka berempat yang kewalahan menangani Lia akhirnya mengerang kesakitan terkapar di lantai menyentuh bagian tubuh mereka yang telah menjadi samsak pelampiasan amarahnya. "BERIKAN KUNCI CADANGAN KAMAR 504! ATAU AKAN KUVIRALKAN KEJAHATAN KALIAN INI DI MEDIA SOSIAL!" Lia berteriak keras di lobi sehingga membuat semua orang berhenti melakukan kegiatannya, mereka melongo dan terdiam. Sang manajer hotel buru-buru berlari ke arahnya dan menyumpal mulutnya meski Lia menggigit tepian tangannya. "Maaf! Maaf atas keributan ini! Ini hanya salah paham! Silakan lanjutkan aktivitas kalian!" terang pria itu kepada orang-orang di sekitarnya. "... ngengapkan akuuhhh!" koar Lia galak, kedua tangannya berusaha melepas tangan sang manajer dari mulutnya, tapi dia yang bertubuh besar ternyata bukan lawan Lia. Manajer hotel langsung menyeret Lia ke salah satu sudut ruangan. "Apa mulut Anda tidak bisa diam sedikit? Jika reputasi hotel ini hancur, saya tidak akan diam begitu saja!" Jengkel mendengar ancamannya, Lia menghantamkan belakang kepalanya pada wajah manajer di belakangnya. Kemudian, dia menancapkan gigi-giginya lebih kuat daripada sebelumnya. Manajer hotel berteriak kesakitan, berusaha melepaskan diri, tapi Lia malah menahan tangannya dan berkeras menggigit lebih kuat. Kulit sang manajer mulai terlihat memerah hebat! "DASAR WANITA GILA! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?! CEPAT LEPASKAN WANITA INI DARIKU!" Keempat orang tadi kembali berjuang menarik Lia. Kali ini, mereka berempat kompak saling pandang dan menghitung bersamaan sebelum menarik tubuh Lia. Satu.... Dua.... TIGA! Suara hantaman benda jatuh keras terdengar di udara. Lia akhirnya berhasil dilepas dari sang manajer gara-gara terkejut. Mereka berlima kini berjatuhan ke lantai dengan masing-masing pantatnya mendarat terlebih dahulu. "Nona! Anda sudah keterlaluan! Membuat kegaduhan, menuduh kami yang tidak-tidak, dan berniat menyebarkan fitnah! Apa Anda tahu semua tindakan Anda itu termasuk tindakan yang bertentangan dengan hukum?: Sang manajer menunjuk-nunjuk Lia dengan telunjuknya, memarahinya seperti anak kecil. Lia yang kini sudah merasa tanggung dan tak memperhatikan perkataannya, hendak meraih telunjuk itu dan nyaris menggigitnya lagi. "EH? DASAR WANITA VAMPIR!" "Bapak itu yang vampir! Bekerjasama dengan mereka berdua untuk menyakitiku!" "Anda ini bicara apa? Jangan ngomong tanpa bukti, ya! "Apa? Bukankah Bapak jelas-jelas melarang saya mendapat kunci cadangan itu?" "Yang benar saja! Itu sudah peraturan hotel di sini! Anda ini seperti perempuan kampung saja!" "Apa? Perempuan kampung? Saya besar di sini, ya, Pak! Meski lahir di desa!" "Kalau begitu tetap saja perempuan kampung!" "APAAA?!!" Mereka berdua beradu pelototan mata, gigi digertakkan satu sama lain, beradu kekuatan yang tak terlihat. Setelah berdebat alot hampir setengah jam dengan diwarnai niat menuntut mereka satu persatu secara pribadi, juga disertai gertakan laporan palsu ke polisi tentang tindakan kejahatan berencana melibatkan prostitusi, akhirnya pihak karyawan hotel menyerah. Sang manajer bersama bellboy tadi menuju lantai 5 ke kamar 504 dengan perasaan campur aduk, Lia berjalan di depan sebagai pemimpin jalan. Ketika mereka tiba di depan pintu kamar 504, mereka tak langsung menggrebek pasangan dengan aksi panas di dalam. Lia menatap pintu di depannya dengan perasaan kacau balau. Dadanya kembang kempis oleh hawa panas amarah. Walau sempat terjadi perang di lobi mengenai kunci cadangan, tiba-tiba saja seluruh tubuhnya gemetar hebat disertai dengan hawa dingin menyelubungi seluruh tubuhnya. Apakah dia takut menemukan kenyataan menyakitkan itu? Atau sedang berusaha menghindar dari kenyataan? "Nona? Kunci sudah Anda miliki. Apa lagi sekarang?" tegur sang manajer takut-takut yang berdiri di belakangnya. "Tahu, kok! Berisik sekali!" Tangan Lia gemetar memasukkan kunci pas pada lubang pintu magnetik. Bunyi tanda kunci terbuka terdengar bersamaan lampu hijau kecil yang berkedip sekali. Lia menelan ludah gugup. "Nona?!" tegur bellboy dengan nada berbisik. Lia menatapnya dengan tatapan berkaca-kaca. "Jangan bilang Anda takut menggrebek pintu ini, ya, setelah semua keributan tadi!" sindir manajer dengan pose berkacak pinggang, kening bertaut kesal. "Iya! Iya! Ini sudah mau dibuka! Cerewet!" Jantung Lia berdegup kencang seolah siap meledak kapan saja. Keringat dingin menuruni kedua pelipisnya. Perlahan, tangannya membuka pintu. Isi kamar sangat berantakan dengan sinar lampu temaram yang elegan. Sangat cocok bagi siapa pun untuk melakukan hal 'itu' bersama pasangannya. Hati Lia kembali terasa panas dan melupakan semua kegugupannya yang sempat muncul sesaat. Di lantai, terdapat jas hitam, dasi kupu-kupu, dan gaun merah yang berserakan, termasuk sebuah bra hitam berenda yang seksi menggoda. Wajah Lia merona malu ketika melirik dua pria di belakangnya melongo bodoh melihat mangkuk kembar khas penutup tubuh bagian atas wanita tersebut. Kedua pipi mereka juga sama-sama merona malu dengan pemandangan yang pasti akan mengejutkan siapa pun. "Tutup mata kalian!" perintah Lia dengan nada berbisik tertahan. Kedua pria menurut begitu saja menutup mata mereka sembari berjalan dengan meraba dinding sebagai panduan. Perasaan mereka tak menentu sekaligus deg-degan sendiri. Ini adalah tindakan nekat dan gila yang belum pernah mereka berdua lakukan di hotel ternama itu. Betapa luar biasanya desakan perempuan itu! Galak seperti macan! Mata Lia memeriksa keadaan dengan sangat hati-hati. Dia menengok sejenak ke dalam kamar mandi yang terbuka, masih ada hawa panas menguar dari dalam, sepertinya baru saja dipakai beberapa saat lalu. Di dalam sana, bahkan masih ada beberapa pakaian dari pihak lelaki yang basah di bawah wastafel. Lia menutup mata kuat-kuat menolak membayangkan isi dari bathup yang ada di sudut terdalam kamar mandi. Kegilaan macam apa yang telah mereka berdua lakukan sebelumnya?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD