Gosip Pagi

1032 Words
Rico menghentikan langkah kakinya tepat di dekat kelas XII IPA 4 saat hendak menuju ruang guru setelah bel pergantian pelajaran berbunyi. Samar terdengar olehnya nama Shofia disebut oleh Danish dan teman-temannya. Sejenak ia menguping pembicaraan mereka, dan pembicaraan itu sukses membuat amarahnya membara. Rico mengepalkan tangannya, ingin sekali ia menghajar mereka satu-satu. Namun ia tahan, jangan sampai ada keributan tanpa sebab. Hal yang menguntungkannya adalah sejak saat ia mendengar kata cium, bergegas Rico mengaktifkan rekaman suara di ponselnya. Jam pelajaran terakhir Rico mengajar di kelas XII IPA 1. Saat bel pulang berbunyi sebagian muridnya masih ada yang mengerjakan soal latihan membuatnya harus menunggu untuk beberapa saat. Hingga sepuluh menit kemudian ia baru keluar ruangan. Saat Rico menuju ruang guru samar terdengar olehnya teriakan yang berasal dari belakang sekolah. Bergegas ia menuju asal suara tersebut. Matanya membelalak saat melihat Shofia jatuh tersungkur. Lalu segera menghampiri saat Danish akan melakukan sesuatu. Ia tarik kerah baju muridnya itu lalu melayangkan satu pukulan tepat di pipi kirinya. Danish tak menerima ia membalas pukulan gurunya tapi terelakan. Namun Shofia bergegas melerainya. Nyaris saja terjadi perkelahian antara guru dan murid. Hati Rico masih dipenuhi dengan amarah. Diabaikannya semua yang diucapkan Shofia. Ia marah pada Danish yang hampir saja melakukan pelecehan, dan lebih marah lagi pada kepolosan Shofia. Rico bergegas pergi saat kedua sahabat Shofia datang. Tangannya masih terkepal sesampainya di rumah. Ia memukul dinding kamarnya keras-keras melampiaskan semua rasa yang ada dalam hatinya. Kesal karena selama ini Shofia terus meladeni Danish hingga nyaris terjadi hal yang sangat menjijikan. "Sialan kau, k*****t!" umpatnya. Ia terus menerus memukul dinding di depannya hingga meninggalkan bekas merah di tangannya. *** Esok harinya Danish datang dengan lebam di sudut bibirnya. Semua orang menerka-nerka telah terjadi perkelahian sebelumnya dan bertanya-tanya siapa yang berani memukul Danish si ketua basket yang disegani banyak orang. Tak hanya bertanya-tanya, bahkan sebagian orang yang mengaguminya merasa kesal karena pria pujaannya terluka oleh seseorang. Ya, ini karena Danish merupakan salah satu pria populer di sekolah. Riuh seantero jagat sekolah memperbincangkan Danish yang memiliki lebam biru di sudut bibirnya. Sedangkan Shofia datang ke sekolah dengan wajah ceria tanpa beban. Ia melupakan semua kejadian yang menimpanya kemarin saat pulang sekolah. Begitulah Shofia, ia akan lebih memilih mengabaikan daripada memperpanjang urusan. Kini cukup baginya untuk tidak lagi berdekatan dengan si ketua basket. "Hai, pagi semua," ucap Shofia begitu sampai di ruang kelas. Semua orang yang berada di kelas sibuk bisik berbisik tentang gosip yang baru saja beredar. Naomi dan Rena pun saling pandang, alih-alih senang mereka heran dengan wajah Shofia yang ceria padahal mereka yakin ada hal yang terjadi saat kemarin. "Shofia, kamu tau gosip baru pagi ini?" Naomi memberitahu dengan sebuah pertanyaan. "Tidak. Memang ada apa?" Shofia balik bertanya. "Danish. Dia sepertinya dipukul seseorang," jawab Rena. "Apa ini ada hubungannya dengan kamu kemarin?" selidik Naomi setengah berbisik. "Emmm, ti-tidak kok," jawab Shofia sedikit gugup. Tangannya mengusap leher bagian samping, satu kebiasaan ketika ia tak mengatakan hal yang sebenarnya. "Jujur, Shofia! Kamu gak bisa bohong di depan kami!" gertak Naomi. "Ya … aku gak tau tentang Danish," ucap Shofia kemudian, tapi kini ia memalingkan wajahnya tak berani menatap Naomi. "Benarkah? Kalo gitu kenapa memalingkan muka?" desak Naomi. "Ah, baiklah … baiklah, nanti aku ceritakan!" ucap Shofia dengan suara dikecilkan. "Tapi jangan sekarang dan jangan ada yang tahu satu orang pun selain kalian," lanjutnya. "Emmm … oke!" balas Naomi, ia tarik nafas lalu membuangnya perlahan karena sejak kemarin ia yang paling khawatir pada Shofia. Tak hanya di kalangan murid, di kalangan guru pun hal ini menjadi bahan pembicaraan. Tentu saja bukan hal yang aneh, Danish si putra tunggal donatur sekolah sudah pasti jadi kesayangan banyak orang. Para guru pun saling bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi padanya, murid pintar dan aktif itu tak mungkin melakukan hal yang tak semestinya kecuali memang ada seseorang yang sengaja memukulnya dengan alasan benci. Sedangkan Rico memilih diam. Hanya ia yang tak ikut membicarakan atau pun berkomentar. Bila pun bukan dia yang melakukan, baginya guru-guru di sini terlalu lebay. Namun dengan begini ia tahu Danish bukanlah murid biasa. Ia urungkan niatnya untuk membawa rekaman itu pada kesiswaan. Hal seperti ini akan dianggap sepele jika anak tunggal orang kaya yang melakukannya. "Aduh … itu siapa ya, sampe berani mukul Danish?" Suara cempreng guru sejarah memenuhi atmosfer ruang guru. "Iya, kok berani banget dia!" timpal guru lain. "Kalo misal yang lakuin siswa, aduuuuhhhh udah deh tamat tuh orang," ujar Santy kemudian. Rico menoleh sekilas lalu kembali mengabaikan mereka. Ingin bertanya tapi percuma, sebagai guru honorer yang sebagian gajinya dibayar ayah Danish sudah pasti mereka akan membelanya. Namun tetap saja, jika salah tak ada alasan untuk tidak menghukumnya baik anak donatur atau anak penganggur. Ia hanya perlu mengatur strategis untuk menyampaikan berita yang sebenarnya. Ya, anak donatur itu pantas menerima pukulan. *** "Danish, kamu tidak apa-apa?" "k*****t mana yang berani mukul kamu? Dasar! Orang itu pasti sirik sama kamu!" "Adududuh … Danishku terluka, ingin rasanya ku balas perbuatan dia. Katakan siapa yang melakukannya?" Semua orang mendekati Danish dan memberondong dengan banyak pertanyaan terutama para siswi. Namun tak ada satupun yang dijawabnya. Danish tersenyum kecut melihat betapa hebohnya orang di sekitar. "Wah … yang benar saja jagoan kita kena pukulan?" ujar Reza yang tiba-tiba datang lalu duduk di dekat Danish. "Dah .. dah … kalian kembali ke kursi masing-masing," ucap Andre yang sama-sama baru datang mengusir mereka yang mengelilingi Danish. Danish hanya bergeming. Hatinya kesal pada Shofia dan gurunya. Ingin sekali ia membalas dendam pada keduanya. Namun berusaha ia tahan, jangan sampai orang-orang tahu lukanya itu akibat ulahnya sendiri. "Kemarin, lo gak tauran sama anak sekolah lain kan?" tanya Reza kemudian. "Atau jangan-jangan …?" tambahnya. "Masa sih?" Reza terus mengoceh padahal Danish tak menjawabnya. "Apa? Jangan-jangan apa?" tanya Andre merasa temannya ini tahu sesuatu. Reza mendekatkan kepalanya ke telinga Danish, lalu mengisyaratkan dengan jari telunjuknya pada Andre agar ikut menguping. "Jangan bilang ini gara-gara Shofia?!" bisiknya, sukses membuat Danish membulatkan mata. "Rese lo berdua! Sok tahu banget! Pergi sana!" sanggah Danish akhirnya membuka suara. Reza dan Andre saling pandang lalu mengembangkan senyuman. Mereka mengerti, rupanya apa yang Reza katakan benar adanya melihat ekspresi Danish yang kaget. "Awas lo berdua kalo bikin gosip yang aneh-aneh!" ancam Danish.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD