BEBERAPA orang mengatakan bahwa pemimpin baru di Gedung Putih jauh lebih menyeramkan, mengerikan, dan juga bengis. Padahal, dulu mereka meragukan kepempimpinan orang tersebut dan meremehkannya. Tapi ternyata, mereka salah besar. Orang itu lebih jahat daripada bos mereka yang dulu, Prada. Prada memang dikenal sebagai pemimpin yang mudah membunuh orang dengan menggunakan orang-orangnya jika marah. Namun anaknya yang saat ini menggantikannya, punya metode baru untuk menghancurkan kehidupan orang yang bersalah kepadanya dengan cara yang kejam.
Seperti yang baru saja dilakukannya kepada salah satu pegawainya yang dianggapnya mempermalukan dan mengurasi simpati masyarakat—dengan membakar semua asetnya tanpa sisa. Salah satu pegawainya itu melakukan kekerasan terhadap anak dan istrinya. Anak dan istrinya itu pun membuat semacam statement pada publik dan membuat pegawai itu mendapatkan nama yang buruk. Belum lagi tentang isi perselingkuhan yang membuat semua orang semakin memandang rendah terhadapnya.
Sejak awal, Gedung putih mempunyai peraturan yang sangat ketat. Seperti tidak diperbolehkan berselingkuh jika sudah memutuskan menikah. Tetapi kenyataannya, banyak pegawai yang melakukannya. Biasanya Prada akan turun tangan dengan menyingkirkan pegawai tersebut secara diam-diam atau bahasa jelasnya adalah dengan membunuhnya. Namun untuk orang yang memimpin kali ini, dia hanya perlu membakar semua aset pegawai itu atau meratakan rumahnya. Lalu memecatnya dengan tidak hormat.
Itu semua seperti tindakan ekstrim yang dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak menyenangkan. Tapi, siapa yang mau berurusan dengan Gedung Putih? Apalagi kebanyakan aparat memang makan sampai kenyang dengan uang sogokan? Mereka tidak akan mempertaruhkan kehidupan mereka yang sempurna hanya untuk membela orang yang mempunyai uang recehan saja. Itu tidak menguntungkan sama sekali.
Jaman sekarang, kedudukan uang lebih tinggi daripada apapun. Tidak ada lagi kemanusiaan yang seringkali disuarakan dalam berbagai acara seminar. Kemanusiaan hanyalah sebuah omong kosong yang tidak akan pernah bisa mengalahkan uang. Karena posisi uang lebih penting dan lebih berharga ketimbang segalanya. Segala hal membutuhkan uang dan uang itu lah kunci utamanya.
Gala, menjadi pemimpin mutlak yang memimpin Gedung Putih. Meskipun ada sosok Kakaknya, namun semua aset langsung mengarah kepadanya sebagai anak yang tinggal bersama dengan Prada sampai akhir hayat laki-laki itu. Sehingga seluruh harta kekayaan Prada jatuh kepada Gala sebagai pewarisnya. Meskipun pada awalnya, Gala sama sekali tidak suka atau tertarik dengan perusahaan ilegal yang berkedok perusahaan legal itu.
Namun, ... darah seorang penjahat sudah terlanjur mengalir di tubuhnya sejak lahir. Sehingga tak ada salahnya untuk hidup seperti Papinya. Tidak masalah dibenci atau dikutuk oleh orang-orang. Karena yang paling penting dari sebuah bisnis adalah seberapa banyak yang bisa dirinya dapatkan.
Brak! Terdengar bantingan pintu setelah seseorang membukanya dengan menggunakan password. Laki-laki berjas hitam itu masuk dengan wajah kesal dan marahnya, ingin menerkam orang yang tengah mengelap guci baru di ruangannya. Pemilik ruangan itu, Gala, hanya menoleh menatap Kakaknya yang baru saja datang dan membanting pintu ruangannya dengan keras. Padahal pintunya lumayan berat, kenapa bisa terbaring seperti itu? Bukankah aneh?
"Apa kamu tidak punya sopan santun sama sekali kepada orang yang lebih tua darimu?" Tanya laki-laki itu yang mendekat ke arah Gala yang masih sibuk mengelap guci barunya yang baru dibelinya kemarin. "Bahkan kamu tidak pernah tahu bagaimana cara memimpin sebuah perusahaan, tetapi sudah berlagak tahu segala hal! Apa yang kamu lakukan kepada pegawaimu dan membuat nama Gedung putih tercoreng karenanya?" Sambung laki-laki itu lagi.
Laki-laki itu mengamati setiap sudut ruangan Gala. Ruangan itu berbeda dari terakhir kali dirinya datang ke tempat itu dan membanting sebagian barang-barangnya. Sekarang semua barang di ruangan itu sudah berganti dengan yang baru. Beberapa guci berwarna cerah sudah diletakkan dengan sempurna di sudut-sudut ruangan. Belum lagi pot tanaman hias dengan harga fantastis pun sudah dipajang di rak-rak kayu agar lebih terlebih fresh dan baru.
"Wah, ... kamu bahkan mendekor ruangannya dengan nuansa yang berbeda. Apakah kamu tidak ingat dengan nuansa gelap yang menjadi simbol sebuah kekuatan. Mengapa ruanganmu lebih mirip dengan taman bunga?" Tanyanya lagi dengan raut wajah tidak habis pikir.
Gala membuang tisu yang baru saja digunakannya untuk mengelap salah satu gucinya yang bagus. Dia sungguh mempunyai selera yang bagus dalam penataan ruangan. Tidak salah jika Gala pernah mengikuti kelas pendek pada jaman sekolahnya dulu tentang penataan ruangan yang bagus dan menarik.
"Warna gelap sebagai simbol sebuah kekuatan yang dominan? Apakah itu tidak terlalu tua? Aku tahu umurmu sudah sangat tua. Tapi apapun yang menjadi trend, seharusnya kamu bisa mengikutinya. Cara berpikirmu kuno sekali. Sama seperti Papi yang selalu melihat segalanya dari sudut pandang yang terburu-buru. Bukankah indah jika ruangan sebesar itu terdapat warna hijau dari tanaman hias yang ada di sana? Mengapa ruangan sebesar ini harus terlihat gersang?" Tandas Gala seadaanya.
Laki-laki itu tersenyum samar dan menatap Gala serius. Dia merasakan perasaan yang aneh setiap kali duduk di ruangan ini. Gala yang mulai tidak bisa dikendalikan dan tatapan sang adik yang berubah akhir-akhir ini. Padahal, Gala bukan tipikal orang yang sebenarnya suka dengan jalan cerita tentang kejahatan. Namun beberapa hari ini, Gala seperti sudah belajar banyak hal.
"Sebenarnya apa yang membuatmu terpengaruh? Bukankah aku sudah bilang untuk tetap bersama dengan adik Arkana itu! Setidaknya sampai kita berhasil mengungkap Jendela Kematian. Apakah tidak bisa untuk tidak bertindak sesuka hatimu tanpa berpikir sama sekali?" Bentak sang Kakak yang hanya ditanggapi Gala dengan tawa ringannya.
Gala menghela napas dan melipat kedua lengannya di d**a, "aku hanya bertindak sebagai seorang penjahat sejati. Aku tidak mau berurusan dengan orang yang tidak ada sangkut-pautnya dengan dendam kita!"
"Aku kamu sudah gila! Mau terlibat atau tidak, dia tetap adik seseorang yang telah membunuh Papi. Apakah itu tidak cukup membuatmu yakin bahwa Isabela juga bersalah?"
Gala tertawa dengan cukup kencang karena mendengar ucapan Kakaknya itu. Laci mejanya terbuka dan dengan cepat Gala mencari sebuah berkas di dalamnya. Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, Gala mengeluarkan berkas itu dari dalam laci.
"Bukankah kalian berteman dengan baik? Kenapa harus menyingkirkan satu sama lain? Kalian bekerjasama dan kemudian kamu memutuskan untuk mengkhianati rekan kerjamu sendiri. Begitu?" Tanya Gala sambil membanting berkas yang sempat dipegangnya ke atas meja.
Laki-laki itu mengerutkan kening bingung, mengambil berkas yang dibanting Gala di atas mejanya dan membacanya dengan seksama. Saat melihat sebuah logo disudut atasnya, raut wajah laki-laki itu berubah. Dia sudah tahu apa isi di dalamnya. Tapi tetap saja dirinya membukanya dan membacanya kembali. Ada kontrak kerjasama, ada foto-foto yang terlihat jelas bahwa keduanya—dirinya dan Arkana—berhubungan dengan baik.
"Dapat semua ini darimana? Kamu tidak mungkin mencari tahu sendiri, bukan? Pasti ada informan yang telah memberikan berkas ini padamu? Jadi, dia siapa? Bisa jadi dia adalah orang yang membenciku dan berusaha agar hubungan kita memburuk. Kamu tahu bahwa kita harus bersatu demi membalas dendam untuk kematian Papi. Kita harus saling percaya dan saling memahami, bukan? Semua hanya masa lalu. Foto-foto itu tidak penting sekarang. Karena yang paling penting sekarang adalah bagaimana kita bisa membalas dendam kepada Arkana dan Jendela Kematian. Benar, bukan?" Ucap laki-laki itu berusaha untuk meyakinkan Gala.
Gala menguap beberapa kali dan pura-pura mengantuk. Matanya tak bisa berbohong bahwa tidak pernah mempercayai apa yang dikatakan oleh Kakaknya itu. Selama ini, Gala tidak benar-benar bodoh atau polos seperti yang dikatakan orang-orang. Dia hanya sedang belajar membaca situasi, mempelajari tahapannya, lalu berusaha untuk mencapai tujuannya yang tertunda karena proses dan tahapannya dalam mengamati.
"Kamu datang jauh-jauh ke Gedung Putih hanya untuk marah-marah tak jelas yang mengatur tentang caraku memimpin perusahaan. Bagaimana mungkin kamu memimpin sebuah perusahaan dengan baik? Jangan pernah meragukan caraku untuk mendisiplinkan pegawaiku jika dirimu sendiri tidak bisa disiplin dengan kehidupanmu." Tandas Gala memberikan peringatan yang tegas.
Laki-laki itu hanya menatap Gala dengan tatapan serius. Namun dia tidak menjawabnya sama sekali dan tidak mau bersitegang dengan Gala yang sepertinya dalam mode tidak baik. Salah-salah, Gala akan berani untuk menyingkirkannya. Parahnya lagi, dia akan balik menyerangnya setelah mendapatkan keseluruhan dukungan dari orang-orang yang berada di bawah naungan perusahannya.
"Memimpin sebuah perusahaan itu sama halnya dengan parenting. Tiap Ibu mempunyai caranya sendiri dalam mendidik anak. Sama halnya dengan pemimpin perusahaan. Tiap pemimpin punya gayanya sendiri dalam memimpin perusahaan. Karena berbeda dalam pengasuhan anak, bukan berarti ada Ibu yang salah. Sama halnya dengan memimpin sebuah perusahaan." Sambung Gala yang mengandaikan dengan perbandingan yang sangat sempurna.
"Kita dibesarkan tanpa kasih sayang seorang Ibu karena perempuan itu lebih memilih mencari kebahagiaan dirinya sendiri dan menelantarkan kita. Tidak ada salahnya bertahan hidup sebagai seorang yang jahat, bukan? Kita hidup di lingkungan buruk sejak lahir! Seperti yang pernah kamu katakan dulu. Aku sudah mandi di kubangan penuh lumpur padahal suka kebersihan. Kemeja putihku sudah sangat kotor dan aku tidak bisa menyekanya dengan air bersih. Meksipun sudah diseka sekalipun, apakah kemejaku bisa kembali putih? Jawabannya mudah, ... bisa tapi tidak sempurna. Sayangnya, daripada harus berusaha mencucinya, bukankah lebih baik untuk membeli yang baru?"
"Aku menikmati peranku! Aku suka menjadi pemimpin para penjahat. Oleh karena itu, ... aku harus lebih jahat daripada mereka. Kamu tahu, Papi meninggal memang karena pembunuhan, karena kelompok Jendela Kematian. Tapi penyebab utamanya adalah Patra yang lebih dulu berkhianat. Patra orang yang sangat Papi percaya sampai mati. Tetapi dia tidak ubahnya anjing pemburu yang suka menggigit Tuannya sendiri. Tuan yang sudah memberikannya makanan dan tempat tinggal!"
Laki-laki itu menghela napas panjang dan menatap Gala yang mulai berdiri dari tempat duduknya. Dia tidak tahu darimana Gala mengetahui semua hal yang diceritakannya. Dia juga tidak tahu seberapa banyak Gala tahu cerita-cerita yang memang sudah lama sekali tidak pernah diceritakan oleh orang-orang.
"Maka dari itu, aku menggunakan kekuasaanku untuk membuat para anjing pemburuku sadar dengan posisi mereka. Mereka harus tahu akibatnya jika mereka sampai berkhianat dan melanggar aturan perusahaan yang sudah memberikan mereka makan, kehidupan, dan tempat tinggal. Kamu tahu betul bagaimana kehidupan orang yang dibuang dari suatu kelompok penjahat? Dia akan menjadi santapan kelompok lain setiap harinya. Itu cara kerjanya. Cara kerja yang bagus untuk memberikan hukuman yang pantas kepada orang-orang itu."
Ucapan Gala memang terdengar lebih menyeramkan dan membuat orang yang mendengarnya merasa takut serta terintimidasi.
"Jadi, ... jangan pernah mencoba untuk mengkhianatiku. Aku tidak segan untuk membunuhmu! Karena benalu tetaplah benalu. Dia tidak akan bisa menjadi inang." Tandas Gala yang kembali memberikan perumpamaan tidak masuk akal.
"Hm, ... pantas saja kamu mendapat banyak informasi tentang Arkana dan Jendela Kematian. Ternyata El pernah bertemu denganmu dengan cara itu. Dia memberitahumu untuk segera mengamankan asetnya dari Arkana. Tapi alih-alih ingin mengamankan asetnya, kamu ingin mengambil semuanya dari tangan Arkana. Tapi tidak berhasil? Sayang sekali!" Ucap Gala kembali sambil memperlihatkan tatapan mengejeknya.
Kini Gala terus menyudutkannya, tidak memberikannya waktu untuk sekedar membela diri. Lagipula apa yang bisa dikatakannya sebagai suatu alasan membela diri? Dia sama sekali tidak punya alasan bagus! Gala sudah tahu situasi sebenarnya. Bagaimana mungkin Gala bisa tahu sedalam itu dan membongkarnya habis-habisan di depannya? Seperti investigasi yang akhirnya menemukan titik terang!
"Jadi, ... apa rencanamu sekarang? Ingin berhenti dan menghakimiku? Memangnya itu akan menyelesaikan masalah? Bahkan semuanya tidak ada gunanya sama sekali." Sambungnya dengan tatapan malas. Dia sudah sangat kesal disalahkan dan tidak ingin mengalah dari Gala.
Setidaknya dia harus bisa untuk memperlihatkan bagaimana pengaruhnya.
Gala menatap ke atas pot-pot tanaman hiasnya, "membuatmu terlibat langsung dalam masalah. Karena musuh terbaik adalah dari dalam. Musuh yang maksimal harus serba tahu tentang kelemahan orang yang akan menjadi korbannya. Aku sudah mempunyai rekam jejak dan cara yang buruk karena idemu itu. Aku tidak bisa masuk ke dalam kehidupan Arkana. Tapi kamu bisa. Kamu masih rekannya jika dia tidak tahu bahwa kamu lah penyebab kematian temannya. Jadi, cobalah untuk berguna!"
"Kenapa harus aku? Kita bisa mencoba cara lain? Lagipula cara seperti ini belum tentu berhasil dan aku sudah lama tidak berhubungan dengannya!" Tandas laki-laki itu tidak setuju sambil menatap Gala meminta untuk merubah rencananya. Namun Gala sama sekali tidak bergeming dan tersenyum hambar.
"Aku memintamu bekerjasama dan mendekatinya. Jangan berusaha untuk menghindari masalah yang kamu buat sendiri. Memangnya aku tidak bisa memanfaatkanmu? Tentu saja aku akan memanfaatkanmu." Tandas Gala yang menarik kerah kemeja Kakaknya. "Kamu harus bertanggungjawab, bukan? Bisa jadi ini caramu menebus dosamu kepada Papi karena sudah bertindak bodoh dengan mengkhianatinya." Sambung Gala dan menghempaskan Kakaknya itu dengan kasar.
Untuk saat ini, laki-laki itu seperti tidak mempunyai jalan keluar lain selain menuruti Gala. Apalagi ketika Gala mulai memperlihatkan sifatnya yang dominan. Mungkin Gala bukan berasal dari kalangan sepertinya—penjahat sejak awal. Namun orang baik yang menjadi jahat akan lebih mengerikan daripada orang yang sudah terbiasa jahat.
Entah apa yang mendorong Gala bersikap demikian. Laki-laki itu bahkan sangat mengerikan dan tatapanmu sudah berubah menjadi tatapan tajam yang membuat orang lain seperti tidak mempunyai pilihan lain selain mengikuti kemauannya.
Padahal, laki-laki itu tidak diperintah oleh siapapun. Namun kali ini, Gala seperti berani bermain dominan dan dirinya hanya sebagai cadangan. Dia tidak dianggap penting dan itu semua yang membuat harga dirinya rasanya jatuh ke dasar jurang yang paling dalam.
"Pergilah!" Pinta Gala yang kembali duduk di kursi putarnya.
Laki-laki itu melangkahkan kakinya untuk keluar dari ruangan Gala. Tapi sebelum benar-benar keluar, suara Gala berhasil menghentikan langkah kakinya.
"Ingat ini di kepalamu. Aku tidak mau kamu keluar masuk ke ruanganku sesuka hati. Memangnya ini tempat apa? Aku juga akan mengganti password pintuku dan meminta seluruh bodyguard untuk tidak memberitahu siapapun, termasuk dirimu. Dan jangan pernah merusak barang-barang di kantorku jika tidak mau menggantinya dengan yang baru. Jika ingin merusak, rusaklah barang di ruanganmu." Tandas Gala yang memberikan peringatan.
Laki-laki itu mengepalkan tangannya kuat-kuat dan keluar dari ruangan itu dengan perasaan marah. Kepalanya benar-benar panas dan mulutnya sudah dipenuhi dengan umpatan kasar yang tidak berniat untuk dirinya ucapkan. Namun akhirnya, untuk melampiaskan kekesalannya, dia menendang salah satu kaki bodyguard yang berjaga di depan pintu dengan keras. Bodyguard itu tidak bergerak, hanya meringis sebentar dan akhirnya menetralkan raut wajahnya kembali.
Laki-laki itu berjalan dengan cepat meninggalkan ruangan itu, ruangan yang membuatnya hampir kehilangan kesabaran. Tapi inilah caranya agar bisa mendapatkan apa yang menjadi haknya, mungkin. Atau bisa jadi ini adalah awal dari kehancurannya sendiri. Entahlah!
~~~~~~~~~~