DILARANG MASUK KE AREA ROOFTOP APAPUN ALASANNYA! Larangan itu jelas! Terpampang di depan pintu dengan huruf kapital, bold, dan bisa dibaca dengan mudah. Sayangnya, kedua laki-laki berkemeja putih itu nekat membuka pintu itu dengan kunci cadangan yang mereka ambil dari ruangan ketua OB yang tidak bisa berkata tidak kepada mereka. Semenjak masuk sebagai pegawai magang di perusahaan ini, keduanya memang sudah tidak mempunyai sopan santun dan seenaknya sendiri.
Hanya karena seorang anak anggota dewan dan dibawa oleh salah satu petinggi di perusahaan ini, mereka langsung seenaknya sendiri. Tidak jarang memanfaatkan pegawai lain dengan menggunakan nama orang yang telah membawa mereka masuk ke perusahaan ini. Dengan tidak tahu malu, mereka juga berusaha untuk masuk ke ruangan paling dilarang di gedung ini; lantai lima puluh. Para senior yang bekerja mengatakan bahwa ruangan itu adalah ruangan khusus pemilik perusahaan ini.
Semua orang yang bekerja di sini sudah tahu tentang larangan itu dan tidak berusaha melanggarnya selama ini karena mereka merasa bahwa tak ada yang perlu dilanggar jika masih ingin bekerja di perusahaan sehebat dan semenyenangkan perusaan ini. Mereka bisa mendapatkan gaji dan tunjangan tinggi serta sesekali akan mendapatkan hadiah door prize yang tidak tanggung-tanggung. Sehingga jarang sekali ada pegawai yang keluar karena memang gaji yang perusahaan ini tawarkan begitu fantastis.
Sayangnya, dua orang pegawai magang itu dengan seenaknya tidak mengindahkan larangan itu. Mereka menganggap bahwa segalanya bisa diselesaikan dengan uang. Apalagi orang tua mereka adalah orang penting. Sehingga perundingan singkat yang bermuara pada uang akan segera menyelesaikan semua permasalahan. Kesepakatan akan dibuat dan mereka akan bebas dari hukuman. Paling tidak mereka akan bebas melakukan apapun di tempat ini dengan santai.
Lagipula tujuan mereka datang pun hanya untuk memenuhi penilaian mata kuliah magang yang mereka ulang karena nilai yang buruk pada semester lalu. Memangnya siapa yang mau memberikan nilai baik untuk mereka-mereka yang malas dan menyepelekan tanggungjawabnya? Semua perusahaan pun akan berpikiran yang sama.
"Kamu mau merokok di sini?" Tanya salah satu diantara mereka sambil menatap ke bawah, Rizal.
Laki-laki yang lainnya, Mahesa, hanya menganggukkan kepalanya dengan menyodorkan sebungkus rokok ke arah temannya itu dengan tatapan santai. Mereka seperti tidak punya beban ketika melanggar peraturan yang ditetapkan perusahaan yang telah menerima mereka dengan baik.
"Udara di sini sangat segar. Kita bisa merokok dengan santai tanpa dilihat oleh Pak Tua itu." Tandas Rizal yang menjepit sebatang rokok di bibirnya dan mengeluarkan pemantik dari saku celananya.
Mahesa hanya tersenyum sambil menatap ke bawah, "memangnya siapa yang berani melarang kita untuk datang kesini? Semua orang akan merasa senang karena kita melanggar peraturan. Lagipula, ... orang tua kita akan membereskan semuanya. Seperti biasa! Mereka tidak mau anaknya terjerat hukum atau dibicarakan di mana-mana. Setidaknya untuk menjaga reputasi mereka."
Keduanya lalu tertawa, mengingat tentang semua perlakuan orang tua mereka yang begitu bebas dan terus menyokong keinginan anaknya yang terkadang tidak masuk akal. Mereka berusaha untuk melakukan segalanya demi reputasi diri sendiri. Membuat anak-anak mereka lupa bagaimana caranya berusaha dan menghormati orang lain.
"Menurutmu, ... siapa pemilik dari perusahaan ini?" Tanya Rizal kepada Mahesa yang tengah menikmati rokok yang baru saja dihisapnya.
Mahesa tersenyum miring, "hm, ... semua pesaing perusahaan ini pun sedang berusaha mencari tahu! Tapi mereka tidak pernah menemukan titik terang dari pertanyaan itu; siapakah pemilik perusahaan ini? Mereka hanya tahu bahwa seorang konglomerat kaya yang sangatlah misterius mempunyai semua ini dengan cara yang ilegal. Mereka berusaha membuktikannya, tetapi tidak pernah berhasil. Mereka tidak menemukan apapun tentang kata ilegal itu. Perusahaan ini memang misterius, namun pegawainya sama sekali tidak keberatan dengan hal itu. Mereka senang karena gaji, bonus, dan tunjangan jauh lebih besar dari perusahaan lainnya. Itu lah mengapa perusahaan lain ingin tahu siapakah pemiliknya!"
"Wah, ... bagaimana kalau kita yang membuktikan tentang pemiliknya? Jika kita tahu, bukankah itu akan menjadi trending di semua berita?" Tandas Rizal yang menatap Mahesa dengan serius.
Mahesa mengerutkan keningnya tidak mengerti. Namun Rizal memberikan tanda dengan menunjuk ke angkasa. Terlihat sebuah helikopter terbang rendah menuju ke arah mereka—menuju rooftop untuk mendarat. Sontak Rizal langsung menarik tangan Mahesa untuk bersembunyi dibalik pintu rooftop dan berusaha untuk mengintip diam-diam.
Langit tidak bersahabat, rintik hujan kembali membasahi bumi setelah helikopter itu berhasil mendarat di sebuah rooftop gedung lima puluh lantai itu. Suasana dari atas memang sangat sepi, karena tidak ada orang yang datang kesini, seharusnya. Arkana menatap ke arah puntung rokok yang berada di bawah sepatunya. Dia tahu bahwa rokok itu baru saja dimatikan atau terpaksa dimatikan. Lebih parahnya lagi adalah rokok yang terjatuh karena pemiliknya berlari.
Dia benci dengan orang yang tidak taat kepada peraturan. Dia sudah meminta semua pegawainya untuk tidak datang ke rooftop apapun itu alasannya. Tetapi ada orang yang tidak bertanggungjawab merokok dengan sengaja dan meninggalkan sampah rokoknya di sini. Laki-laki dengan kaos putih polos itu hanya tersenyum miring, menginjak puntung rokok itu dengan kesal.
Tidak lama kemudian, Arkana pun membuka pintu otomatis yang langsung membawanya ke dalam ruangannya.
"Kemana perginya?" Tanya Mahesa yang membuka pintu rooftop setelah Arkana meninggalkan helikopternya.
Rizal hanya mengangkat kedua bahunya, "wajahnya tidak terlihat dengan jelas. Aku tidak bisa melihat bagaimana wajahnya karena sangat cepat."
"Ah, ... sial! Kenapa kita tidak bisa melihatnya? Tapi umurnya pasti masih mudah. Aku bisa melihat dari posturnya." Sambung Mahesa sambil mengingat-ingat sosok yang dilihatnya walaupun hanya sekilas.
Prok... Prok... Prok...
Terdengar suara tepuk tangan dari belakang, di mana Arkana muncul dengan tiba-tiba. Mereka menatap Arkana dengan kaget. Keduanya tak bergeming sama sekali, bertahan untuk bersikap tenang. Jika biasanya mereka bisa santai bahkan bersikap berani, kali ini mereka tidak bicara sama sekali karena melihat tatapan aneh yang dilayangkan Arkana ke arah mereka.
"Kalian benar-benar tidak tahu cara berterimakasih!" Ucap Arkana yang menatap keduanya secara bergantian dengan tatapan aneh. "Seharusnya kalian tahu bahwa tidak baik jika menyentuh barang orang lain dan masuk ke dalam privasi orang lain." Sambungnya.
Rizal mundur beberapa langkah ke arah pembatas rooftop ketika dirinya menangkap siluet sebuah pistol dari balik tubuh Arkana, "kamu tidak bisa membunuh kami! Aku akan berada di sini ketika kamu menembakkan pistol itu dan aku akan jatuh. Maka semua orang akan tahu kamu adalah orang yang bertanggungjawab."
Arkana tertawa mendengarkan ancaman kekanakan itu, "baiklah! Kita lihat saja cara membunuh yang paling mengerikan seperti apa."
Arkana menodongkan pistolnya ke arah Rizal yang berada di pembatas rooftop itu. Sedangkan Mahesa yang melihatnya hanya bisa terdiam tidak bergerak di dekat pintu rooftop. Dia berusaha mencari momen yang tepat untuk bisa keluar dari sana. Persetan dengan Rizal yang berdiri di ambang kematian, yang paling penting adalah dirinya sendiri.
"Kamu pikir, pintu itu bisa dibuka setelah aku menekan tombol close? Sampai kapanpun, pintu akan terus menutup walaupun menggunakan kunci apapun—tidak akan pernah terbuka." Tandas Arkana dengan senyuman mengejek. "Kamu pikir, seluruh bangunan hanyalah tempat biasa tanpa pengaman? Kamu tidak tahu mengapa aku memberi nama perusahaan ini Nepenthes? Karena perusahaan ini seperti kantong Semar. Dia akan sabar menunggu mangsa yang mencoba masuk dan setelah mangsa itu terperangkap; kamu tahu bagaimana akhirnya." Sambung Arkana kemudian.
Rizal turun dari pembatas rooftop tersebut, mendekat ke arah Mahesa yang sudah kehabisan ide karena pintu tidak bisa dibuka. Keduanya saling menatap dan dengan sangat tiba-tiba menyerang Arkana. Tentu saja Arkana bukan lawan yang sepadan untuk mereka berdua. Arkana yang sendirian jauh lebih kuat dan pandai dalam strategi dibandingkan mereka yang hanya asal-asalan menggunakan tenaga.
Arkana menangkis tangan keduanya dan berhasil menjatuhkan mereka secara bersamaan, "aku bukanlah lawan yang tepat untuk kalian! Di tempat ini, ... tidak ada yang akan selamat. Begitulah aku mendesain bangunan ini. Di mana larangan yang dibuat selalu memberikan efek yang membuat orang lain jera dan tidak akan melakukannya lagi. Apa kalian tidak mendengar cerita dari para senior kalian tentang hukuman untuk orang-orang yang sudah berani masuk ke kawasan terlarang?"
Mereka meringis kesakitan, tidak fokus dengan apa yang Arkana katakan.
"Bukankah kalian ingin melihatku secara langsung? Kalian juga ingin membuat video dan memperlihatkan kepada semua orang bagaimana wajah pemilik perusahaan ini? Bukankah kalian masuk kesini karena bantuan orang dalam? Aku bahkan akan memecatnya begitu aku selesai dengan kalian." Ucap Arkana dengan senyuman sinisnya.
Semuanya berlalu dengan cepat selama setengah jam. Tidak ada lagi perundingan seperti yang mereka harapkan karena helikopter itu telah terbang meninggalkan gedung itu. Tidak lama kemudian terdengar suara teriakan yang sangat kencang saat seseorang jatuh dari rooftop dan menghantam jalanan.
"Mahesa—" teriak seseorang yang berada di dalam ruangannya. "Apa yang terjad—" ucapannya terputus karena tiba-tiba dia terjatuh dengan tubuh kejang-kejang.
Semua orang panik, kantor pun berubah tidak kondusif. Di luar kantor pun sama, mereka melihat kejadian mengerikan itu dengan mata kepala mereka sendiri.
Arkana tersenyum samar dari ketinggian, menatap kerumunan manusia yang dilihatnya dari layar kecil yang terpasang di helikopter miliknya.
"Ada sebab, ada akibat. Itu lah mengapa pentingnya untuk tidak melanggar privasi orang lain. Aku sudah memperingatkan kalian, tapi bagi siapa yang tidak mendengarkan, maka semuanya akan diselesaikan tanpa syarat." Tandasnya dengan suara santai.
Dua pegawai itu pun meninggal di tempat. Yang satunya diduga karena mengonsumsi narkoba dan terjadi overdosis, sedangkan yang satunya terkena serangan jantung. Padahal kejadian yang sebenarnya adalah seseorang telah membunuh kedua orang tersebut. Pembunuhan yang tertata rapi dan tidak ada satupun orang yang tahu tentang kejadian tersebut kecuali seorang laki-laki yang tengah meringkuk di pojokan pintu. Dia menutup matanya, menutup telinganya, lalu berteriak dengan sangat kencang.
Akhir cerita, semuanya akan tetap baik-baik saja. Orang-orang yang sudah kenyang materi dari Arkana akan mengurusnya dengan sangat cepat. Tidak apa-apa, semuanya memang adil untuk orang-orang ber-uang sepertinya. Sudah hukum alam!
~~~~~~~~~~~