BAB 76 | Dalang Sebenarnya

1037 Words
BERSAMAAN dengan suara ledakan yang sangat besar itu, sebuah musik klasik diputar di sebuah ruangan—mengundang laki-laki itu berdansa dengan udara kosong di depannya. Matanya memejam sejenak, untuk mendengarkan suara sirene yang datang bersahut-sahutan seperti musik yang indah masuk ke dalam telinganya. Malamnya begitu sangat berwarna, ditemani dengan suara ledakan, sirene, dan kepanikan orang-orang yang berada di lokasi. Gedung putih itu kembali merenggut nyawa. Membuat kepanikan dan juga ketakutan bagi siapapun yang berada di depan sana. Beberapa bodyguard berbadan besar itu mendekat untuk memastikan keadaan dua orang yang berada di dalam mobil. Memastikan bahwa keduanya mungkin telah mati atau paling tidak terbuka identitas aslinya. Sayangnya, mereka terlalu bodoh untuk menerobos kerumunan di mana dua orang polisi memasang garis polisi disekitar sana. Meminta semua orang untuk menjauh. Beberapa petugas medis pun turun dari ambulance, berusaha memberi pertolongan pertama kepada korban yang entah masih hidup atau sudah mati. Mereka dibawa keluar dengan susah payah, diletakkan di brangkar untuk dimasukkan ke dua ambulance yang berbeda. Wajah mereka sengaja ditutupi karena dipenuhi dengan darah dan keadaan mereka yang sebenarnya berusaha untuk tidak dilihat oleh orang-orang sekitar. Tentu saja semua itu akan menjadi berita yang kadangkala ditambahi atau dikurangi dari kejadian aslinya. Sehingga para petugas yang bertugas kali ini sangat berhati-hati dalam bertindak. Mereka menggunakan pengamanan ketat meskipun tidak mengenal siapa keduanya. Intinya, mereka harus membawa keduanya secepat mungkin akan bisa ditangani dengan baik. Laki-laki berpiyama itu berdiri di depan jendela sambil tersenyum ke arah laki-laki lainnya yang tengah duduk di sofa sambil menikmati minuman beralkohol di tangannya. Dua perempuan berpakaian minim duduk di kanan dan kirinya sambil membelai wajahnya dengan sentuhan yang sensual. Laki-laki itu terlena dengan sentuhan para perempuan yang selalu memanjakannya itu. "Seharusnya aku tidak meragukan kecerdasanmu dalam bertindak. Aku benar-benar kagum dengan caramu menyingkirkan orang-orang seperti mereka. Seharusnya kamu memulai semuanya dari awal sendirian. Dan aku tinggal duduk menunggu saja sambil bermain-main dengan para bidadari ini di kamar hotel." Ucap laki-laki itu, Kakak dari Gala—sang laki-laki berpiyama. Gala sendiri hanya meraih gelasnya sambil tersenyum sinis, "begitulah cara mainnya. Kamu tidak pernah becus menyelesaikan masalah yang sekecil ini. Apakah kamu seorang pemimpin?" "Hm, ... kamu mulai lagi!" Tandas laki-laki itu dengan nada yang tidak suka. Dia benar-benar dipermalukan dan direndahkan adiknya sendiri—setidaknya beberapa kali ini setelah Gala berubah. Gala meletakkan kedua kakinya di atas meja sambil tersenyum senang. Matanya yang dulunya terlihat teduh, kini berubah menyeramkan. Seorang seperti dirinya memang jarang sekali marah atau menunjukkan dirinya. Namun sekalinya menunjukkan dirinya, maka tidak ada yang bisa mengalahkan pesonanya. "Mereka telah bermain-main dengan orang yang salah. Memangnya siapa mereka? Jendela Kematian? Apakah mereka merasa hebat hanya karena menggunakan topeng sialan macam badut yang berdiri di lampu merah? Apakah mereka menjajakan dirinya hanya untuk dijadikan sebuah cerita lucu untuk ditertawakan? Jendela Kematian? Menggelikan sekali. Aku benar-benar muak dengan tingkah mereka yang berlebihan." Tandas Gala dengan senyuman yang begitu merekah karena perasannya yang dipenuhi dengan kebahagiaan. Laki-laki itu meminta agar kedua perempuan berpakaian minim itu untuk keluar sebentar. Pembahasan mereka semakin tidak terkendali dan sepertinya Gala memang terbawa suasana karena rasa marahnya dan terus membicarakan tentang adanya Jendela Kematian. Karena sekarang, mereka tidak bisa mempercayai siapapun. Bahkan perempuan panggilan yang mereka sewa hanya untuk sekedar bersenang-senang. "Aku dengar, kamu juga menyewa pembunuh bayaran untuk menusuk perempuan itu?" Tanya laki-laki itu kepada Gala yang asik menenggak minumannya berulangkali. Gala menatap gelasnya, tersenyum kemudian. Dia benar-benar sudah masuk terlalu jauh dan bermain terlalu sering, sehingga tidak tahu kapan bisa berhenti. Gala berubah karena merasa bahwa dirinya adalah bagian dari orang-orang yang jahat. Tentu saja dia anak seorang Prada yang mempunyai jaringan besar kejahatan, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa dirinya juga masuk ke dalamnya. Dia menyewa pembunuh untuk membunuh Kana karena menurut dirinya, perempuan itu menyebalkan dan mengganggu rencananya. Gala juga berpikir bahwasanya, mungkin Kana memang tahu sesuatu. Hanya saja, perempuan itu tidak langsung mengatakannya. "Apa rencanamu selanjutnya?" Tanya laki-laki itu kepada Gala, menatap sang adik dengan tatapan serius. Gala melipat tangannya di d**a kembali, "menunggu mereka mati satu-persatu. Memangnya apa lagi yang lebih menyenangkan daripada membunuh mereka semua? Tetapi sebelumnya, aku harus memastikan dulu bahwa mereka mati dengan mengenaskan." Namun tidak lama kemudian, Gala mendengar suara ketukan pintu dan seorang laki-laki masuk ke dalam ruangannya dengan menunduk. Wajahnya menunjukkan ketakutan dan semua itu membuat Gala menjadi bepikiran yang tidak-tidak. "Apa yang terjadi?" Tanya Gala yang menatap orang itu dengan tatapan tajamnya karena menurutnya akan ada berita lain yang mengganggunya. Laki-laki itu mendongakkan kepalanya dengan takut-takut dan menatap Gala, "maafkan saya, Tuan! Tapi orang itu tiba-tiba sudah berada di dalam mobil itu dan menusuknya berulangkali. Saya tidak tahu bahwa orang itu—" Gala memotong ucapan laki-laki itu dengan isyarat tangannya, "bicaralah yang jelas!" "Seperti rencana! Saya muncul dengan menggunakan topeng wajah itu. Perempuan itu membuka pintu untuk saya dan saya masuk ke dalam. Tetapi ternyata di dalam mobil sudah ada orang lain yang tiba-tiba langsung melayangkan pisaunya, menusuknya berulangkali. Saya tidak tahu apakah perempuan itu mati atau tidak. Tetapi orang itu sudah melakukan tugas saya untuk membunuh perempuan itu." Tandas orang yang dibayar Gala tersebut untuk membunuh Kana. Gala mengepalkan tangannya dengan kuat dan melemparkan gelasnya pada dinding di ruangannya. Dia sangatlah kesal dengan laporan yang dibawa oleh orang di depannya itu. Bahkan dia tidak bisa menyingkirkan Kana begitu saja dan membuat kesalahan yang lebih besar. "Apa ada orang lain yang menjadi musuh perempuan itu?" Tanya sang Kakak kepada Gala. Gala menggebrak mejanya dengan kesal, "kalau begitu, bukankah kita harus mencari siapa musuhnya? Aku penasaran dengan tujuan orang itu membunuh Kana. Tentu saja ada hubungannya dengan Jendela Kematian atau mungkin dengan Arkana. Mereka sepertinya tahu tentang kita juga. Jadi, tunggu apa lagi. Kamu mempunyai jaringan penjahat, bukan? Cari tahu detail tentang Kana dan jaringan apa yang menaunginya. Kita tidak bisa begitu saja menyerang lawan jika tidak tahu siapa yang kita lawan." "Tuan!" Heboh seorang bodyguard yang masuk ke dalam ruangannya sambil menatap ponselnya. "Mobil ambulance yang membawa kedua korban itu menghilang!" Sambung laki-laki itu setelah menerima telepon dari salah satu temannya yang membuntuti mobil ambulance itu dari belakang. Tentu saja Gala sangat geram karena hampir seluruh rencananya gagal! Dia benar-benar harus mencaritahu siapa orang dibalik ini semua. Siapa yang telah membuat kekacauan di atas rencananya yang disusun dengan baik. ~~~~~~~~~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD