Kebetulan

1163 Words
    Bel pulang berbunyi, aktivitas Dani kini bersambung di latihan harian basket. Hari ini Pak Agoy tidak lagi memisahkan porsi latihan kelas sepuluh dan para seniornya. Itu artinya mulai detik ini Dani mendapatkan latihan yang lebih berat dari sebelumnya.     Ketahanan fisik seniornya memang luar biasa, Pak Agoy tak henti-hentinya memberi intruksi pada anak didiknya untuk terus bergerak. Suara teriakan menggema di seluruh penjuru gedung olahraga. Dani benar-benar kacau, ia kesulitan mengimbangi para seniornya.     Latihan seperti neraka sudah selesai. Dani menghembuskan nafas keras-keras lewat mulutnya ketika melihat air dalam botol minumnya sudah habis. Tenaganya sudah habis, ia malas mengisi ulang botolnya dengan air galon yang di siapkan disetiap sesi latihan. Ia sudah tak bisa menahan badannya yang ingin di rebahkan.     “Nih!” Rizky mengulurkan botol minum yang masih tersisa setengah.     Dani tidak bisa menolak pemberian itu. Ia mengambil botol itu dari tangan Rizky dan berucap terima kasih. Di teguknya air dalam botol itu tanpa menyentuhkan bibirnya dengan area kepala botol. Air terjun bebas ke mulut Dani. Sebuah kenikmatan tiada tara ketika air itu membilas tenggorokkannya yang sekering gurun.     “Terima kasih, kak,” ucap Dani untuk kedua kalinya.     “Sip,” ucap Rizky sambil menerima botol air minumnya.     Dani melepas kaos yang basah oleh keringat. Ia membiarkan tubuhnya kering oleh angin sebelum mengenakan seragam sekolahnya.     “Oh, ya, tadi aku kalo nggak salah lihat kamu berempat jalan sama Aneta waktu istirahat pertama,”     Ingatan Dani yang tak ingin dibangkitkan terpanggil keluar setelah mendengar ucapan Rizky. Perasaannya bercampur aduk jika mengingat tentang gadis itu.     "I … ya.” Dani memasang wajah bertanya-tanya.      “Dia, gimana orangnya?”     Dani memang sudah curiga bahwa Rizky tertarik pada gadis itu sejak ia menanyakan namanya.     Memang siapa laki-laki yang tak akan jatuh hati pada Aneta. Benar, Dani orangnya. Jika saja ia tidak tahu sifat Aneta yang menyebalkan mungkin dia akan mulai tertarik pada Aneta.     “Kurang tahu, di kelas dia lebih banyak diam.”     “Tipe pendiam ya ….” Rizky diam sejenak sambil memikirkan sesuatu. “Kamu punya nomornya, kan?”     “Punya.”     “Minta, dong,”     Dani sedikit keberatan dengan permintaan Rizky, dirinya tidak mau memberikan informasi pribadi seseorang tanpa seijin orang yang bersangkutan.     “Mmm, gimana, ya ….” Tangan Dani menggaruk pelan pipinya.     “Kenapa? sungkan sama Aneta?”     “Kurang lebih.”     Rizky mengangguk paham. Ia tidak bisa memaksa Dani. Tapi karena Dani merasa tak enak hati pada seniornya, ia berdalih akan meminta izin pada Aneta dulu.    “Oke, Makasih, Dan!” Rizky menjadi bersemangat karena Dani akan memberikan nomor Aneta di lain kesempatan.     Dalam diri kepalanya ia tak benar-benar akan meminta izin Anea. Mana mungkin ia akan memulai obrolan dengan Aneta. Ia tidak akan sudi, tapi dia sudah terlanjur berjanji.     Setelah percakapan singkat itu, Rizky pulang terlebih dahulu, katanya ia punya urusan lain.     ***     Tubuhnya sudah sangat lelah, tapi dirinya masih harus menyerap ilmu yang terus menerus masuk ke telinganya. Dirinya sudah kepayahan sejak ia mulai meletakkan dirinya di sebuah ruangan ber-AC dengan sepuluh orang di dalamnya. Matanya menatap ngantuk pria berkacamata yang sedang memainkan tangannya sambil terus berbicara.     Pria tersebut sedang menerangkan vector. Salah satu bab yang harus ia pelajari di bangku kelas sepuluh. Padahal materi tersebut masih terlalu jauh untuk harus dikuasai. Tapi Aneta tidak punya pilihan lain, ia juga tidak membenci yang namanya mendahului.     Tidak banyak siswa yang sudah ikut bimbel secara intensif seperti dia. Ayahnya mendaftarkan putri semata wayangnya di bimbel ini agar punya kegiatan yang lebih produktif ketimbang diam di rumah. Tapi karena itu Aneta tidak punya waktu luang selain akhir pekan.     “Ok everyone, see you next day!” Kata pria berkacamata itu seraya melambaikan tangan.     “See you!”     Aneta merapihkan semua buku yang ada di atas mejanya. Ia mengecek loker sebelum dirinya benar-benar keluar dari ruangan itu. Pria tadi melambaikan tangannya pada Aneta dan berpesan agar hati-hati. Aneta membalas dengan senyumannya yang khas, senyuman yang bisa meluluhkan hati siapapun.     Aneta menunggu mobil taksi yang ia pesan di ruang tunggu lobi. Sesekali ia menekan tombol power ponselnya untuk memastikan jam atau mungkin ada pesan dari sopir taksi online. Tidak beberapa lama, muncul panggilan dari nomor yang tidak dikenal.     Saya sudah di depan,”     “Saya keluar dulu, Pak.” Aneta beranjak dari tempat duduknya.     Di depannya sudah ada mobil dengan plat nomor yang sama dengan yang tertera di aplikasi. Ia berjalan mendekati mobil tersebut dan membuka pintu belakang.     “Perumahan Pesona Indah, ya, Dek,” tanya pria yang duduk di kursi sopir.     “Iya, Pak.”     Mobil yang ia tumpangi mulai masuk ke badan jalan raya. Karena pengalamannya selama lima belas tahun, pria ini tahu bahwa Aneta adalah tipe penumpang yang lebih nyaman jika tidak banyak diajak ngobrol. Ia menyalakan radio untuk menghilangkan suasana sepi di dalam mobil.     Untuk mengusir rasa kantuknya, gadis berusia enam belas tahun ini membuka layar ponselnya. Ia membuka sebuah blog yang biasa ia kunjungi ketika waktu luang seperti saat ini. Ada postingan terbaru yang diunggah satu hari kemarin. Jarinya sudah duluan mengetuk isi postingan tersebut sebelum ia sempat membaca judulnya.          Hari yang menyenangkan,     Cerita baru kali ini akan berbeda dengan yang kemarin.         Aneta tersenyum ketika membaca paragraf pertama. Dia ingat jika pemilik blog ini mendapat hari yang buruk beberapa hari lalu, sepertinya hidupnya memiliki fase perubahan yang sangat cepat. Yah, itu bagus untuknya.     Seperti biasa Aneta tak bisa menahan jemarinya untuk meninggalkan komentar pada setiap postingan. Ia melakukan ini untuk memberikan apresiasi pada orang yang telah memberikan dirinya sedikit kesenangan di setiap tulisan.     Seperti biasa tulisanmu sulit dimengerti, tapi itu yang kusuka dari blog ini. Good job!     Aneta mematikan layar ponselnya, matanya mengawasi jalanan yang ramai oleh kelap-kelip cahaya kendaraan lain. Mobil ini terhenti karena lampu yang menyalakan warna merah. Mata gadis cantiknya asik memandang luar kaca mobil. Ada sebuah motor yang ditumpangi oleh keluarga kecil. Ada pria dan wanita yang sedang sibuk bercanda dengan anaknya yang masih balita. Beberapa kali wanita itu mencium pipi anaknya yang menggemaskan, anak tersebut juga tertawa dengan bahagia.     Hati Aneta ikut merasakan kebahagian kecil mereka. Tapi dari belakang ada pengendara lain yang berhenti tepat di samping mobil yang Aneta tumpangi. Pengendera tersebut menutupi pandangan Aneta dari keluarga kecil tadi. Wajahnya langsung berubah cemberut.     Dalam hati ia menyuruh orang ini sedikit menyingkir. Setidaknya maju sedikit. Aneta menjadi penasaran dengan rupa dari pengendara tersebut. Ia menurunkan sedikit kepalanya agar ia bisa melihat wajahnya. Tapi percuma saja, ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah dari orang yang ada di sampingnya itu.     Aneta menyerah, ia berniat memperbaiki posisi kepalanya. Sebelum ia benar-benar kembali dari posisi mengintipnya, orang yang ada di sampingnya menoleh ke arah jendela mobil. Mulut Aneta terbuka membentuk huruf O. Dirinya tak menyangka bahwa orang itu adalah laki-laki yang berdebat dengannya tadi di taman sekolah, Dani.     Kebetulan? Aneta sedikit menggeleng ragu. Kenapa dia bisa bertemu dengan laki-laki bodoh ini? Memang banyak sekali misteri di dunia ini. Aneta menyadarkan punggungnya ke jok. Ia sudah puas dengan mengetahui siapa di balik pengendara yang menutupi sumber kebahagian kecilnya.               
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD