Manusia Baru

1369 Words
        Suara kicauan burung sudah mulai saut-menyaut menyapa orang yang memulai aktivitasnya dipagi ini. Dalam kamarnya, Dani masih fokus membaca pesan masuk pada benda pipih yang sedang ia genggam.         Ibu : Jangan lupa bawa bekalnya, ibu taruh di meja makan. Pesan dari ibunya yang membuat ia tersenyum tipis. Siapa pula orang yang akan lupa membawa bekal jika ia diingatkan tiap pagi?         Dani: Siap, bos.         Setiap hari Dani memang selalu membawa bekal. Hitung-hitung hemat karena ia tidak langsung pulang ke rumah sepulang sekolah. Ada ekstrakulikuler basket yang harus ia hadiri. Sebagai anak kelas sepuluh, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler di sekolah adalah salah satu hal yang paling menyenangkan. Walaupun, tujuan Dani sebenarnnya bukan untuk bersenang-senang.         Ibu : Nanti pulang jam berapa? Perlu dijemput nggak? Satu lagi pesan masuk dari ibunya.         Dani : Nggak usah, Buk, aku paling pulang maghrib, ada basket. Ketik Dani dengan cepat.         Tiba-tiba suara klakson nyaring terdengar dari luar memudarkan perhatian Dani dari Handphonenya. Suara yang familiar. Ia buru-buru melihat keluar jendela untuk memastikan suara itu, benar saja sahabatnya yang ia minta untuk mampir sudah datang. Dani langsung memasukkan HP ke dalam tas dan buru-buru menuruni anak tangga.         “Ck, ngapain aja sih kok baru nyampe?” gerutunya ketika menurunui anak tangga.         Hari ini adalah hari senin, artinya mereka harus berangkat lebih awal karena upacara bendera. Tapi sahabatnya ini malah datang tepat 07.30, belum lagi jalanan yang sudah pasti macet.          Dani melirik kearah meja makan dan langsung mengambil kotak makan yang sudah ibunya siapkan. Ia berlari kecil menuju pintu masuk rumahnya. Ketika melewati ruang tamu, ia melihat ayahnya yang duduk di kursi roda sedang membaca buku. Tapi ia memilih untuk berpura-pura tidak menyadari keberadaannya. Begitu pula dengan lelaki yang sudah kepala empat itu. Ia hanya melihat sekilas kearah anaknya yang sedang tergesa-gesa itu tanpa mengucapkan sepatah katapun dan lanjut membaca buku yang ia genggam.          Dani memang tidak akrab dengan ayahnya, berpura-pura tak menyadari keberadaan ayahnya pun sudah menjadi kebiasaan bagi dirinya. Setelah keluar dari rumah, Dani segera memakai sepatu. Farhan yang melihat Dani langsung menyalakan mesin motor tanpa disuruh. Tak butuh lebih dari satu menit sepatu Dani sudah terpasang di kakinya.          “Ayo gas!” tukasnya pada Farhan ketika sudah naik ke motornya. Tak usah basa-basi lagi mereka harus segera berangkat atau mereka tidak akan ikut upacara.          “Tenang pasti sempet, kok.” Farhan memiringkan kepala mencoba meyakinkan Dani.          “Sempet apanya? Lima belas menit, Han!”          “Iya bawel kamu, Ken, ini juga ngebut bawanya!”          Farhan memanggil Dani dengan nama belakangnya, hanya orang orang yang tinggal di lingkungan rumahnya yang memanggil Dani demikian.          “Kok bisa, sih kesiangan? kan udah ku bilangin kemarin, BERANGKAT JAM 06.15!” Dani masih tak habis pikir dengan kebiasaan sahabatnya yang selalu santai. Padahal mereka adalah tetangga sebelah rumah yang kenal sejak lahir dan sudah menjadi sahabat saat itu juga.          Farhan yang sibuk menyalip motor dan mobil ikut terpancing emosinya. “Kalo ga mau terlambat naik motor aja sendiri, ngapain nebeng segala?”          “Motorku lagi di bengkel!”          “Ya udah ... kalo ga suka ya gausah nebeng!”          Dani dan Farhan yang terus berdebat menjadi pusat perhatian semua orang yang sedang menunggu lampu merah berubah menjadi hijau. Satu dua orang tertawa melihat mereka berdua berdebat. Mungkin orang-orang menganggapnya sebagai hiburan untuk mengawali hari senin mereka.          Setelah menyadari sekeliling mereka, Dani dan Farhan langsung diam karena menahan malu.          Sesampainya di gerbang sekolah mereka sudah disambut pak satpam yang bersiap menutup gerbang tiga menit lagi. Dani dan Farhan langsung menuju kelas masing-masing setelah memarkir motor.          “Pagi, Dani,” sapa Lisa kepada Dani ketika memasuki kelas.          “Pagi juga,” balas Dani sambil tersenyum.          Lisa memang tipe teman yang selalu menyapa ketika bertemu. Melihat seluruh kursi belakang sudah terisi penuh Dani menaikkan bibirnya sambil melirik ke seluruh sudut kelas mencari kursi yang masih kosong.          “Sini masih kosong.” Lisa menunjuk kursi yang ada di seberangnya.          Dani melihat ke arah yang ditunjuk Lisa. “Oke.”          Dani sebenarnya agak ragu memilih kursi tersebut karena posisinya berada paling depan nomor dua. Tapi tidak ada pilihan lain baginya, toh hari ini ada pelajaran biologi yang membuatnya bersemangat.          Setelah ia duduk, Lisa kembali bertanya pada dirinya. “Tumben datengnya telat?”          “Tadi bareng si Farhan, jadinya ngaret.” Dani menaruh tasnya di atas meja.          “Ohhh” Lisa mengangguk paham.          Topik pembicaraan kelas pagi ini adalah mobil mewah BMW yang terparkir di depan ruang kepala sekolah. Dani yang baru tiba pun menjadi penasaran dengan topik tersebut. Katanya kepala sekolah mereka baru saja membeli mobil BMW.          “Itu pak Kumis pasti sengaja markir mobil di depan ruangannya, kan orangnya emang suka pamer kalo ada barang baru.” kata salah satu temannya.          “Emang pak Kumis sanggup beli mobil mewah kayak gitu?”          “Paling nyicil.”          “Atau paling dia nyolong dari showroom!” Canda salah satu temannya yang berhasil membuat seisi kelas tertawa.          Pak Kumis adalah nama panggilan yang sering digunakan para siswa untuk memanggil Kepala Sekolah lantaran kumisnya yang tebal menjadi salah satu ciri khas dari beliau. Sebenarnya siapa pemilik mobil itu masih menjadi kabar burung. Tak lama setelahnya salah satu guru sudah sibuk berbicara melalui speaker mengingatkan para siswanya agar segera menuju ke lapangan untuk mengikuti upacara bendera. Para siswa yang tengah asik bergurau segera bubar dan menuju ke lapangan.          “Eh, Dan, tau gak katanya hari ini ada siswa baru.” Kiki yang berjalan di sebalah Dani membuka obrolan sambil berjalan menuju lapangan.          “Tau dari mana?” tanya Dani.          “Kemarin, sih di grup ketua kelas. Katanya bakal masuk kelas kita.”          “Kok baru dikasih tau?” saut Lisa yang tiba-tiba ikut dalam percakapan antara Kiki dan Dani. Mereka berdua sekilas melirik ke arah Lisa dan melanjutkan obrolan.          Kiki berjalan sambil memiringkan badannya menghindari siswa lain. “Aku mau bilang tapi lupa-”          “Cowok?” Dani yang sejak tadi penasaran tak bisa menunggu Kiki melanjutkan penjelasannya.          “Cewek ….” Kiki diam sejenak untuk menghindari siswa lain yang berjalan berlawanan arah.          Dani dan Lisa masih menunggu Kiki melanjutkan penjelasannya.          “Kalo menurutku mobil di depan ruang kepala sekolah punya si anak baru ini,” lanjut Kiki.          Dani masih diam mencerna kalimat Kiki.          “Anak orang kaya dong, wahhh.” Lisa seperti tak perlu memahami maksud Kiki langsung menimpali penjelasannya.          Kiki hanya tersenyum mendengar ucapan Lisa. Percakapan mereka berhenti sampai disitu karena mereka harus berbaris dan upacara segera dimulai.          ***          Empat puluh menit berlalu dan upacara bendera akhirnya selesai. Para siswa segera kembali ke kelas masing-masing untuk bersiap memulai jam pelajaran pertama. Sampai di kelas Dani masih belum menemukan tanda-tanda kehadiran siswi baru itu. Mungkin datangnya barengan sama jam pelajaran pertama, ucap Dani dalam hati.          “Kenapa? Masih penasaran sama si anak baru?” ucap temannya yang duduk di sebalah Dani yang tak lain adalah Kiki.          “Gak juga” Dani mencoba menyembunyikan gelagatnya yang berkata sebaliknya. Satu hal yang membuatnya penasaran adalah kenapa siswi ini pindah pada bulan Agustus. Baru genap satu bulan mereka menjalani tahun ajaran baru tentu saja kepindahannya hal yang cukup aneh bukan?          Bel jam pertama berbunyi. Tak lama setelahnya Pak Dion guru biologi yang mengisi jam pertama berjalan memasuki kelas diikuti oleh gadis yang tampak asing di belakangnya. Seluruh perhatian siswa dalam kelas tersebut langsung menuju ke arah gadis ini. Bukan karena rasa penasaran, tetapi mereka semua terpukau oleh kecantikan anak baru ini. Beberapa anak laki-laki sampai tak sadar membuka mulutnya seolah tak percaya dengan apa yang mereka lihat.          Bagaimana bisa ada gadis secantik ini?    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD