Alasan

1110 Words
    Setelah sampai di depan rumah, Dani segera membayar ongkos sesuai nominal yang tertera dalam aplikasi. Ia memandang pintu rumahnya, suasana hatinya mendadak berubah. Sebuah keinginan untuk tidak masuk kedalamnya mulai menguat.     Ia masuk. Tak punya pilihan lain. Dani melangkahkan kaki secepat yang ia bisa. Ia menaruh pandangannya lurus kedepan berharap tidak menemui sosok yang ia temui di ruang tamu pada pagi ini.     Langkah kakinya membawa ia pada kamarnya, tempat paling nyaman baginya di rumah. Ia melihat ke arah meja, memastikan laptopnya disana. Ia membuka blog pribadinya, mengecek jumlah pengunjung yang memang tidak seberapa. Tapi setidaknya kenaikan jumlah angka membuatnya lebih senang.     “Empat.” Dani menghela nafas berat, jumlahnya tidak lebih banyak dari biasanya. Ia membagikan cerita tentang kehidupan sehari-hari pada blog pribadinya. Tentu saja ia sedikit merubah ceritanya agar lebih seru untuk dibaca sehingga ada orang yang mau berkunjung.     Walau jumlah pengunjung blognya tidak seberapa, ia punya pengunjung setia dengan nickname Kupu kupu raja yang selalu meninggalkan komentar pada setiap postingannya. Tapi Dani tidak menemukan namanya pada kolom komentar di cerita yang ia posting beberapa hari lalu.     “Dia lagi sibuk ya?” ucapnya lirih karena penasaran. Sebenarnya ia agak kecewa kali ini. Karena biasanya dia akan berkomentar kurang dari 24 jam setelah ia memposting cerita baru.     “Ken, buruan mandi. Makan malamnya bentar lagi siap!” Dani tidak menyadari ada seseorang yang berdiri di depan pintu kamarnya.     Dani reflek menengok ke arah suara, dari suaranya, ia tahu bahwa yang bicara itu adalah wanita cantik berbadan kurus yang menyiapkan bekalnya di setiap pagi.     “Iya, bentar lagi aku mandi.” Dani tersenyum hangat. Setelahnya wanita itu menuruni anak tangga dan menyibukkan diri pada masakkan yang sudah hampir masak. Dani segera menutup laptopnya dan mengambil handuk untuk mandi.     Setelah sepuluh menit, Dani keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang lebih segar. Ia naik menuju kamarnya untuk menaruh handuk. Ia sempatkan membuka HP yang tergelatak di atas kasur. Muncul sebuah notifikasi pesan masuk.     Farhan : Dah, pulang belum? .     Senyum simpul tersirat dari wajahnya, kadang dia berpikir bahwa sahabatnya cocok menjadi babysister.     Dani : Udah, kenapa?     Farhan : Kukira gak ada ojek yang mau nganter.     Dani : Kurang ajar! Dani sedikit terkekeh ketika mengetik.     Farhan : Besok nebeng gak?     Dani : Yoi, sekalian pulangnya anter ke bengkel.     Farhan : Selowww.     Dari bawah Ibu Dani berteriak memanggilnya agar segera turun. Dani segera mematikan HP dan bergabung pada meja makan. Sebenarnya ia paling malas untuk makan malam. Bukan karena tidak nafsu, melainkan ketika itu semua anggota keluarga berkumpul pada meja yang sama.     Dani menggeret kursi mundur lalu mendudukinya. Di depannya ada Ayah dan Ibunya sedang sibuk mengambil nasi dan lauk di atas meja. Dani menyederkan punggungnya pada kursi, menunggu ibunya selesai menuangkan nasi pada piring ayahnya.     Sebetulnya Dani tidak terlalu menyukai ibunya yang selalu membantu ayahnya. Walau lumpuh, bukankah seharusnya pria itu masih bisa mengambil nasi sendiri? Seharusnya laki-laki itu belajar untuk mandiri, bukan merepotkan pasangannya, pikir Dani.     Setelah ibunya selesai, kini Dani mengambil nasi dan beberapa lauk yang tersedia. Makanan mereka tidak mewah, tapi cukup untuk membuat lidah dan perut dimanjakan karena ibu Dani sangat pintar memasak.     Suasana makan malam cukup damai, tidak ada yang berbicara untuk sekedar menanyakan bagaimana hari masing-masing anggota keluarga. Damai? Kata yang cukup aneh. Biasanya momen seperti ini digunakan untuk saling berinteraksi. Tapi di keluarga ini cukup berbeda.     Pertanyaan Bagaimana harimu? bukanlah pertanyaan yang menggambarkan kepedulian, melainkan pemicu dari sebuah pertengkaran. Ayah Dani tidak suka jika anaknya mengikuti kegiatan yang membuang-buang waktu seperti basket. Dan Dani merasa pemikiran ayahnya sangat tidak masuk akal.     Kebencian pada ayahnya membuat dia bepikir apapun yang ayahnya katakan adalah salah.     Setelah dua puluh menit berkutat dengan makan malam, Dani buru-buru mencuci piring yang ia pakai. Ia tidak mau lama-lama berada pada ruangan yang sama dengan ayahnya.     “Motor kamu diambil kapan, Ken?” tanya ibu dani sebelum ia menaiki anak tangga.     Dani menghentikan langkahnya, lalu menengok pada ibunya “Besok, pulang sekolah sama Farhan.”     “Kalau gitu ingetin Ibu, ya, buat ngasih uangnya.”     Dani mengangguk lalu melanjutkan langkah kakinya menaiki anak tangga. Sebenarnya ia tak sampai hati meminta uang. Ia tahu akhir-akhir ini katering ibunya tidak terlalu ramai pembeli. Tapi uangnya sendiri tidak cukup untuk membayar biaya motor.     Setelah sampai di kamar, ia ingat besok ada tugas yang belum ia selesaikan. Dani langsung membuka buku tugas untuk menyelesaikannya saat ini juga. Sebenarnya bukan tugas yang sulit, hanya merangkum materi. Tapi jumlah halaman yang harus dirangkum berhasil membuat setengah semangatnya tiba-tiba lenyap entah kemana. Dani mengatupkan rahangnya mensugesti diri “Pasti akan selesai malam ini.”     ***     “Akhirnya selesai!”     Jam dinding menunjukkan pukul sembilan lebih tiga menit. Artinya ia sudah mengerjakan tugas selama kurang lebih dua jam. Dani meluruskan kedua tangannya keatas dan melemaskan bahunya yang kaku. Ia berbalik arah menuju kasur dan merebahkan dirinya di sana.     Ia melihat langit-langit dan teringat akan sesuatu. Kenapa tadi Kak Rizky tiba tiba ngajak ngomong? Biasanya dia memang ramah, tapi itu agak aneh. “Apa dia pikir aku punya bakat?”     Dani menggelengkan kepala, mana mungkin dirinya punya bakat olahraga. Mungkin Kak Rizky disuruh sama Pak Agoy atau merasa iba melihat dirinya yang mendrible bola saja kepayahan. Dani membuang pikirannya tentang basket. Mengingat saja membuatnya malu.     Daripada teringat dengan hal yang memalukan, ia bergegas duduk mengambil laptop untuk mengecek blog pribadinya. Simpul senyum terbentuk di wajahnya ketika melihat nickname Kupu kupu raja muncul pada notifikasi. Tanpa pikir panjang ia langsung membuka notifikasi komentar itu.       Wow cerita baru, aku nggak tahu kamu update tiga hari lalu. Aku sibuk akhir-akhir ini. Kayaknya kamu harus punya jadwal buat update deh, biar pembacamu tahu kapan harus berkunjung. Ceritamu agak kurang seru akhir akhir ini, hahahaha :D        “Jadwal?” Dani belum pernah memikirkan ini. Ia selalu memposting cerita sesuai suasana hatinya. Tapi sepertinya itu ide yang bagus.         Dani membalas komentarnya pada kolom balasan. Ide bagus, nanti aku kabari jika sudah ada jadwalnya.     Setelah dua menit ia mengirim balasan itu, muncul notifikasi di komentar yang sama.      Kupu kupu raja : Kamu punya tips untuk orang yang baru pindah sekolah?      Author : Kenapa?     Dani sedikit penasaran dengan maksud orang ini. Apa maksud dari sibuk akhir-akhir ini adalah karena ia baru pindah sekolah?       Kupu kupu raja : Gue baru pindah sekolah, tadi hari pertama di sekolah baru.     “Gue? Dia anak ibukota?” Dani memiringkan kepalanya karena bingung.       Author : Wah! Coba ajak ngobrol temenmu. Kenalan aja pelan-pelan, pasti banyak yang kepo sama kamu. Semangat!      Sekarang dirinya terdengar seperti Kak Rizky, menyemangati orang yang belum ia kenal. Ingatan tentang latihan harian yang memalukan kembali mengisi kepalanya. Karena kesal, ia mengacak-ngacak rambutnya.     Sekarang dirinya termenung memandangi layar laptop, sudah lebih dari setengah jam yang lalu dia mengirim balasan komentar. Tapi notifikasi baru tak kunjung datang. Sekarang Dani tak punya hal lain untuk dikerjakan. Dia mengambil buku dari rak yang ada di sebelah meja belajarnya. Tertulis BIOLOGI di sampul depannya. Dirinya tenggelam pada buku itu.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD