Bab 1. Mencari suami

1011 Words
"Bagaimana kalau Kak Juliana ke Miami saja? Bukankah keluarga Kak Joseph ada di sana?" Juliana terdiam. Dia benar-benar tidak tahu perusahaan tempat Joseph bekerja dan ke mana Joseph melakukan perjalanan dinas. Jadi, dia tidak tahu harus menghubungi siapa ketika beberapa hari lalu, polisi mengabarkan bahwa helikopter yang ditumpangi suaminya jatuh dan pria itu tak dapat ditemukan. Juliana sampai pingsan dan kehilangan nafsu makan. Tawa dan kelucuan anak didik di TK tempatnya mengajar bahkan tak mampu menghilangkan beban pikirannya, seperti biasa. Mendengar perkataan sang adik, Juliana mendapat secercah harapan. Sayangnya, dia memiliki kekhawatiran bila melakukan saran sang adik. "Tapi, bagaimana kalau mereka tidak menerima kedatangan kita? Aku dan Joseph menikah tanpa kehadiran keluarganya," tanya Juliana setengah ragu. Meski Juliana tidak bisa hanya diam dan menunggu kabar yang entah kapan akan dia terima, tetapi dia takut keluarga Joseph tidak menerimanya. Reina, sang adik terdiam. "Tunjukkan akta pernikahanmu dan Joseph pada mereka!" ucap Diego, sang ayah tiba-tiba. Juliana dan Reina pun langsung menoleh pada ayah mereka. Keduanya seperti tersadar akan hal itu. "Benar juga. Kenapa sampai lupa? Kakak tinggal tunjukan akta nikah, jadi kalau mereka bertanya siapa Kakak, bukti ini akan membuat mereka menerima Kakak." Juliana seketika mengangguk. Bukti itu bisa menguatkannya. Meski masih merasa takut, wanita itu menghela napas panjang dan membuat keputusan. "Baiklah. Aku akan pergi ke sana." Reina terlihat senang mendengar sang kakak kembali terlihat "hidup". "Tapi, ayah tidak mengizinkan kalau kau pergi sendiri," ujar Diego. Wajah Juliana seketika muram. "Aku harus pergi ke sana, Ayah. Mungkin, keluarga Joseph tahu keberadaan suamiku," timpal Juliana dengan wajah memohon. "Tapi, sangat berisiko kalau kamu pergi sendiri," terang Diego khawatir. Diego tahu kalau Juliana sangat mengkhawatirkan Joseph, tetapi dia juga mengkhawatirkan keselamatan putrinya itu. Dalam keadaan panik dan gelisah, tidak memungkinkan untuk Juliana pergi sendiri. "Aku akan menemani Kakak!" seru Reina tiba-tiba dengan semangat. Diego menyipitkan mata, memastikan. "Apa kamu yakin?" Jarak Miami dari tempat mereka tinggal cukup jauh. Diego khawatir kalau kedua putrinya harus berpergian jauh dalam keadaan berduka seperti ini. "Ayah tenang saja. Aku akan menjaga Kakak dengan baik. Kami juga akan pulang dengan selamat, aku janji!" seru Reina, semangat. Diego diam sejenak mempertimbangkan keputusan apa yang harus dirinya ambil. *** "Jangan lupa berdoa dan berhati-hatilah!" ucap Diego saat mengantarkan kedua putrinya ke bandara. Setelah Diego mengizinkan, Juliana dan adik memang langsung memesan tiket pesawat untuk penerbangan secepatnya. Juliana pun memeluk ayahnya sebagai tanda pamit begitu juga dengan Reina. "Ayah baik-baik di sini. Doakan aku agar bisa menemukan Joseph," ucap Juliana dengan penuh harap. Diego tersenyum lembut sembari mengelus kepala anaknya dengan sayang. "Tentu, Juliana. Ayah akan selalu berdoa untuk itu, lalu jangan lupa sampaikan salamku pada mertuamu." Mendengar kata mertua, jantung Juliana tiba-tiba saja berdetak dengan sangat kencang. Dia langsung gugup jika berkaitan dengan mertua. Juliana memang belum pernah bertemu dengan keluarga Joseph. Kata pria itu, orang tuanya ada di Afrika, jadi tidak bisa datang saat pernikahan mereka. Bahkan, Joseph hanya mengundang kerabatnya saja di acara resepsi pernikahan. Ini benar-benar pertama kalinya dia akan bertemu dengan kedua mertuanya. Suara panggilan pada penumpang pesawat menyadarkan Juliana dari lamunan. Dia dan Reina pun langsung pamit pada Diego. Juliana berharap, dia akan mendapatkan kabar baik tentang Joseph di Miami. Selama berada di pesawat, Juliana tidak bisa duduk tenang. Hatinya diselimuti oleh kegelishan. Reina kembali berusaha menenangkan. Ia menggenggam tangan kakaknya. "Semuanya akan baik-baik saja." *** Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih tiga jam, Juliana dan Reina pun sampai di Miami. Reina berdecak kagum melihat pemandangan di luar bandara. Mereka pun langsung mencari hotel untuk beristirahat. Akan banyak kegiatan yang menguras tenaga mereka, jadi beristirahat sejenak adalah pilihan yang tepat. Sesampainya di hotel, mereka hanya menyimpan koper tanpa membereskannya terlebih dahulu. Keduanya memilih untuk makan siang sebelum menemui keluarga Joseph. "Kakak benar tahu alamat rumah orang tua Joseph, kan?" tanya Reina di sela-sela makan siangnya. Juliana langsung mengangguk sebelum menjawab pertanyaan Reina. "Joseph pernah menceritakan tentang keluarganya dan memberikan alamat rumah orang tuanya sebelum pergi dinas. Aku memang tidak benar-benar yakin. Akan tetapi tidak ada salahnya untuk dicoba." Reina mengangguk setuju. Lagipula ini adalah idenya sendiri, jadi Reina harus optimis agar bisa menemukan informasi tentang Kakak iparnya itu. "Aku harap Joseph ada di rumahnya atau tidak dia dirawat di salah satu rumah sakit yang ada di sini," ungkap Juliana membuat Reina langsung menghentikan suapannya. Reina bisa melihat kesedihan dan luka di mata kakaknya itu. Akan tetapi, seberapa besar dia mencoba membuat Juliana tegar tetap saja kakaknya itu bersedih. "Tenanglah, Kak. Aku tahu Kakak sedih, kami pun begitu. Masih ada jalan dan masih ada harapan untuk menemukan Joseph, jadi Kakak jangan menyerah?" Juliana tersenyum kaku menanggapi perkataan adiknya. Memang benar apa yang disampaikan oleh Reina, tapi tetap saja kesedihan dan kekutan masih melingkupi hatinya. Pembicaraan itu selesai bersamaan dengan selesainya acara makan siang mereka. Setelah itu mereka pun tak membuang waktu lama langsung saja menuju alamat di mana orang tua Joseph tinggal. Saat sampai di alamat yang dituju, keduanya terdiam dengan tatapan tak percaya. Mereka mematung beberapa meter dari rumah yang ada di alamat itu. Ada dua hal yang membuat mereka terkejut sampai tak bisa berkutik. Pertama, karena rumah yang dimiliki oleh orang tua Joseph begitu besar bak istana. Reina sampai berdecak berkali-kali mengagumi kemegahan mansion itu, lalu yang kedua adalah banyaknya wartawan yang berdiri di depan gerbang rumah megah itu. Jelas saja Juliana dan Reina kebingungan melihat pemandangan itu. "Kak, apa kamu yakin ini alamatnya?" tanya Reina meragu. Jualiana kembali mencocokkan alamat yang tertera di gerbang mansion itu dengan alamat yang dirinya punya yang diberikan oleh Joseph sebelum pergi. Ternyata itu memang rumah mertuanya. "Ini benar, Reina. Aku tidak salah. Coba kamu cek," ujar Juliana sembari menyodorkan sebuah alamat. Reina kembali mengeceknya dan ternyata memang sama. Dia terperangah tak percaya. "Memang benar, Kak, tapi kenapa ada wartawan di sana?" tanya Reina bingung. Sama halnya dengan yang dipikirkan Juliana. Juliana diam sesaat, dia berusaha mengingat sesuatu yang mungkin saja berkaitan dengan keluarga Joseph, tetapi hasilnya nihil. Juliana tak tahu apapun tentang keluarga suaminya sendiri dan itu membuat Juliana merasa sedih. "Kak, jangan-jangan Joseph itu bukan orang sembarangan," cetus Reina tiba-tiba. Kedua kakak adik itu saling pandang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD