Surat Wasiat

1257 Words
"Selamat malam, Chris," sapa Mr. Ronald ketika melihat Chris memasuki ruangannya. Chris hanya mengangguk dan memilih untuk duduk di salah satu sofa di ruangan Mr. Ronald, pengacara ayahnya. "Jadi kenapa kau memintaku datang?" "Aku ikut merasa sedih atas perginya Ayahmu." Mr. Ronald mengambil duduk di depan Chris dan tersenyum lemah mengingat jika sahabatnya itu sudah pergi sekarang, "Dia pria yang baik, Chris." "Kau tahu jika tidak ada keluarga Auredo yang benar-benar baik, Paman," sahut Chris menghilangkan kesan formal yang ada. "Tentu saja aku tahu, tapi Ayahmu berbeda." "Sudahlah, sekarang jelaskan kenapa kau menyuruhku datang? Aku tidak punya banyak waktu." Mr. Ronald kembali ke mejanya untuk mengambil sebuah gulungan kertas. Setelah itu dia memberikannya kepada Chris. "Bukalah." Chris membuka gulungan kertas itu dan dahinya berkerut bingung saat mendapati sebuah foto seorang gadis di sana. Chris menatap Mr. Ronald dengan pandangan bertanya. "Apa kau mempermainkanku?" tanya Chris. "Tidak." "Apa ini?! Kau bilang ingin membacakan surat wasiat dari Ayah!" Chris membanting kertas itu di atas meja dan menatap Mr. Ronald marah. "Itu adalah wasiat dari Ayahmu, Chris." "Aku tidak mengerti." "Namanya Madeline Cindy. Ayahmu ingin kau menjaga gadis itu mulai dari sekarang." Chris terdiam menatap foto gadis itu dengan bertanya-tanya. Kenapa Ayahnya harus memintanya untuk menjaga gadis itu? Siapa dia? Tiba-tiba pikiran buruk langsung terlintas di kepala Chris. Apa Ayahnya berselingkuh selama ini dan menghasilkan seorang anak? Jika itu benar, Chris benar-benar menyesal merasa kehilangan pria itu. "Siapa dia, Paman?" "Aku tidak tahu, dan aku pikir kau bisa mencari tahunya sendiri," ucap Mr. Ronald menyandarkan tubuhnya pada sofa, "Tapi supaya kau tidak bingung, kau bisa membaca cacatan kecil di balik foto itu." Chris kembali meraih kertas itu dan mencari cacatan kecil di sana, "Aku tidak menemukan apapun." Keningnya berkerut bingung. "Lepas foto itu." Dengan perlahan Chris melepas foto itu dan benar saja. Dia menemukan sebuah cacatan di balik foto itu. Chris tidak menyangka jika foto itu bisa dilepas.   Christopher anakku, saat kau membaca surat ini berarti ayah sudah tidak ada di sampingmu lagi nak. Maaf jika hanya ini yang bisa ayah berikan padamu, dan bukan perusahan keluarga seperti yang kau inginkan. Kau tahu sendiri jika semua itu milik nenekmu. Dia Madeline Cindy, ayah ingin kau menjaganya mulai dari sekarang. Tenang dia bukan adikmu, dia hanya gadis biasa yang ayah hancurkan hidupnya. Ayah harap kau mengerti Chris. Jaga dia untuk ayah..   Chris membaca catatan itu dengan bingung. Tidak ada penjelasan secara detail di sana. Chris buta harus mencari tahu dari mana. "Ayah tidak menjelaskan siapa gadis itu, dan apa ini?" Chris mengerutkan keningnya saat menemukan kalimat yang sangat ambigu, "Dia hanya gadis biasa yang Ayah hancurkan hidupnya." Chris membaca kalimat itu dengan hidung yang berkerut. "Sangat khas Ayahmu, dia ingin memainkan teka-teki." Mr. Ronald terkekeh saat Chris membacakan kalimat itu. "Menyebalkan sekali, tapi syukurlah jika gadis itu bukan adikku." "Kau tahu bukan, harus memulainya dari mana?" Chris mengangguk, "Aku akan meminta Anton mencari tahu semuanya." "Kau ingin minum, Chris?" tanya Mr. Ronald sambil menunjuk anggur merah yang berada di dalam lemarinya. Dia tahu jika Chris sedang bingung sekarang dan dia ingin sedikit menghibur pria itu dengan menemaninya minum. "Sedikit sepertinya tidak masalah." Mr. Ronald berdiri dan menyiapkan gelas untuk Chris. "Madeline Cindy..." Chris bergumam sambil memandangi foto gadis itu di atas meja. Entah kenapa tangan Chris mengepal, dia seolah mempunyai firasat jika sesuatu yang besar akan datang sebentar lagi. *** Chris memandang seorang gadis dari kejauhan. Jari-jari tangannya mengelus bibir tipisnya sambil berpikir, "Apa benar dia gadis yang dimaksud Ayah?" tanya Chris pada Anton. "Benar, Tuan. Semua keterangan tentang gadis itu sudah ada di dalam file yang Anda pegang." Chris melirik dan membuka map hitam yang ada di pangkuannya. Halaman pertama menampilkan foto Cindy yang tengah tersenyum sambil menyuapi seorang wanita yang duduk di kursi roda. "Ini Ibunya?" tanya Chris sambil menunjuk foto itu. "Iya, Tuan. Setelah kecelakaan 7 tahun yang lalu, Maria mengalami kelumpuhan." Chris menggelengkan kepalanya dan menutup map itu, "Aku malas membaca, ceritakan secara singkat tentang gadis itu." Anton hanya mengangguk dan mengambil map yang diberikan oleh Chris. "Nama gadis itu Madeline Cindy," Anton mulai bercerita, "Berusia 20 tahun. Hidup bersama Ibu dan adiknya yang bernama Caleb. Adiknya masih berusia 16 tahun dan duduk di sekolah menengah atas. Setelah lulus sekolah 2 tahun yang lalu, Cindy mulai bekerja secara penuh untuk menghidupi ibunya dan menyekolahkan adiknya." "Tunggu, jadi dia bekerja sendiri?" tanya Chris tidak percaya. "Benar. Saat masih sekolah dulu dia bekerja paruh waktu tapi setelah lulus, akhirnya dia bekerja penuh dengan mengambil beberapa pekerjaan." "Di mana?" tanya Chris kembali menatap Cindy yang sedang duduk di taman sendirian. "Bekerja di toko bunga milik Bibi Jane." "Bibi Jane?" Chris bertanya dengan kening yang berkerut. Bibi Jane adalah wanita yang mengurusnya sejak kecil, ternyata dia berhenti bekerja karena permintaan Ayahnya untuk membantu Cindy. Anton mengangguk membenarkan, "Benar, Tuan. Ayah Anda yang menyiapkan itu semua." "Jadi selama ini Ayah sudah memantau gadis itu?" "Benar, Tuan." "Aku mengerti Anton, tapi aku masih tidak paham dengan jalan pikiran Ayah yang menyembunyikan ini semua." Setelah mengatakan itu, Chris langsung turun dari mobil dan menghampiri Cindy. "Tuan! Tunggu!" Chris menghentikan langkahnya saat Anton memanggilnya. "Apa?" "Tuan serius ingin menampakkan diri? Tidak seperti Mr. Auredo yang menjaga gadis itu dari jauh?" Anton merasa ragu jika Chris akan melakukan wasiat Ayahnya dengan baik. "Kau tahu jika itu bukan gayaku." Chris mendengus dan berlalu pergi meninggalkan Anton, melanjutkan langkahnya untuk menemui Cindy. Chris menghentikan langkahnya ketika sudah berada di belakang gadis yang sudah memberikan tanda tanya besar di kepalanya. Dapat dia lihat jika Cindy sedang menggambar sesuatu di buku sketsanya. "Suka menggambar, eh?" tanya Chris memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Pria itu menunjukkan kesan dinginnya dengan tidak memandang Cindy secara langsung. Cindy menoleh dan mengerutkan dahinya bingung. Dia mengeluarkan lollypop yang sedari tadi ada di mulutnya dan berbicara, "Kau bicara padaku?" Tunjuk Cindy pada dirinya sendiri. "Kau suka menggambar?" Chris bertanya lagi dan mulai menatap mata Cindy secara langsung. Cindy menatap Chris dengan pandangan aneh. Dia sedikit canggung saat berbicara dengan orang asing, "Seperti yang kau lihat, aku sedang menggambar dan bukan membaca." Chris menaikkan alisnya tidak percaya saat mendengar nada tinggi yang Cindy gunakan. Kesan pertama yang Chris dapat dari gadis itu adalah dia orang yang tertutup dan sulit untuk bergaul.   Menarik.   "Ini." Chris memberikan kartu namanya pada Cindy. "Apa itu?" tanya Cindy tanpa menoleh dan melanjutkan kegiatannya. "Kartu namaku. Jika kau berminat, perusahaanku mengeluarkan beasiswa untuk sekolah desain." Cindy langsung menoleh dan mengambil kartu nama itu cepat setelah mendengar ucapan Chris, "Beasiswa? Kau serius?" tanya Cindy memastikan. "Ya, sebaiknya kau mulai belajar dari sekarang karena slot beasiswa hanya sedikit." Setelah itu Chris berbalik pergi dan kembali ke dalam mobil. Cindy melihat kartu nama itu dengan ragu. Apa benar dia bisa mempercayai pria itu? Bahkan namanya saja dia tidak tahu. Cindy meletakkan pensilnya dan menyandarkan tubuhnya pada kursi. Dia memutar kembali kejadian saat di mana pria asing itu datang menghampirinya dan menawarkan beasiswa. Bagaimana bisa pria itu tahu jika memang Cindy berpotensi untuk masuk, melihat hasil karyanya saja dia tidak. "Dasar aneh!" ucap Cindy dan mengedarkan pandangannya ke seluruh taman untuk mencari Violet. "Violet! Tetap bermain di sana dan jangan jauh-jauh!" Cindy sedikit berteriak agar Violet dapat mendengarnya. "Aku akan tetap di sini, Kak. Kau menggambar saja sana!" Cindy mencebik begitu mendengar kata-kata pedas dari Violet. Sebenarnya tidak ada masalah dengan kalimat itu, hanya saja telinganya risih jika ada anak kecil berusia 8 tahun seperti Violet yang bertingkah seperti orang dewasa. Cindy kembali menatap kartu nama yang masih digenggamnya itu dengan pandangan bertanya. Dia membaca nama yang tertera dengan teliti.   Christopher Romee Auredo. *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD