3- Perjodohan

1306 Words
Faazil dan Faizal bukanlah saudara kembar. Mereka hanya saudara kandung yang beda umurnya  enam tahun. Makanya kadang terlihat agak mirip dan sepantaran. Tapi sifat mereka sangat bertolak belakang. Faazil sangat menyukai dunia bisnis, bersikap tenang cenderung dingin, keras kepala dan angkuh. Sementara Faizal sama sekali tidak menyukai dunia bisnis, tengil, ceroboh dan suka mnggoda apalagi menggoda Luisa. Mereka berdua pun sama sekali tidak bisa dibilang dekat. Apalagi Faazil yang gaya hidupnya bebas telah tinggal bersama dengan Ayuning, kekasihnya di sebuah apartemen mewah milik gadis itu. “Ada apa nih pake makan malam bareng segala? Pasti ada yang mau diomongin.” Ucap Faizal yang sangat tau kebiasaan keluarga kecilnya ini. Ibunya memang tidak ada sejak melahirkannya dua puluh satu tahun silam. Ia memang tak suka basa basi apalagi sok-sokan hidup seperti family goals lain. Ia sangat tau sifat kakak dan Ayahnya yang tak jauh beda itu. Beny berdehem. Ia pun sebenarnya tak suka basa-basi dan merasa makan malam seperti ini hanya buang-buang waktu saja.” Ayah mau membicarakan soal pernikahan Faazil.” “Sama mak lampir itu?” Tanya Faizal dengan tatapan tak percaya. Ia tak bisa membayangkan dirinya memiliki kakak ipar seperti Ayuning. “Bukan. Dengan anak sahabat ayah.” “What the…” Faizal menatap kearah Faazil yang tampak biasa saja seolah dia memang sudah mendengarnya lebih dulu.” Pacar gimana tuh pacar nasibnya? Putus dong.” Ia malah meledek. “Dengerin aja!” Balas Faazil dengan nada tajam. “Ini demi menolong bisnis sahabat ayah yang mau bangkrut. Tapi namanya pengusaha tentu harus pintar melihat peluang.” Ucap Beny dengan senyuman penuh arti. Mambuat Faizal merasa pasti ada yang tidak beres.” Ayah mau perusahaan itu jatuh ke tangan kita juga nanti. Tentunya setelah kamu menikah dengan anaknya.” Lanjutnya sambil menatap Faazil yang tak membantah sedikit pun. Faazil memang paling menurut dibanding Faizal. Tapi jelas tatapan kakaknya itu seolah tak terima dengan ide gila ayahnya, tidak juga mau membantah. Karena ia sendiri membantu Ayahnya dalam mengurus perusahaan mereka. “Kok kedengerannya licik ya?” Faizal tampak berpikir. “Ini namanya peluang.” Balas Beny seolah tak peduli. Faizal merasa perasaannya tidak enak. Entah kenapa ia dilahirkan dengan keluarga seperti ini. Apalagi tadi Ayahnya menyebut soal menolong sahabatnya. Itu sih namanya bukan menolong tapi memangsa sahabatnya sendiri. “Besok kita akan kerumahnya. Melakukan lamaran dan penentuan tanggal pernikahannya.” Ucap Beny lagi untuk mengakhiri pembicaraan mereka saat itu. “Cakep gak ceweknya? Gak kayak Ayuning kan?” Bisik Faizal ke Faazil yang jelas malas menjawab pertanyaannya.” Nasib Ayuning gimana tuh? Jangan sampe dia malah ngejar-ngejar aku ya.” Faazil hanya membalas ucapan adiknya itu dengan tatapan tajam, tentunya tak membuat adiknya itu berhenti bicara. “Untung kamu yang dijodohin. Bukan aku.” “Kita liat aja nanti, siapa yang menyesal.” Balas Faazil dengan senyum penuh arti, mirip dengan ayahnya. ………….. Ucapan Faazil terbukti ketika akhirnya mereka bertiga pergi menuju rumah sahabat dari ayah mereka itu. Rumah yang tentu sangat dikenal Faizal walau ia tak pernah masuk ke dalamnya. Hanya saat mengikuti gadis yang disukainya demi tau dimana rumah Luisa. Ya Luisa. Faizal berharap jika yang dijodohkan dengan kakaknya mungkin saja sepupu Luisa atau kakaknya mungkin? Sayangnya Faizal sangat tau jika Luisa anak tunggal. Ia dan Ayahnya pun hidup di kota ini hanya berdua. Jadi kemungkinannya… Lutut Faizal seakan lemas saat melihat pria yang seumuran Ayahnya menyambut didepan pintu bersama gadis yang sangat ia kenal. Luisa menatap Faizal tak percaya apalagi melihat pria yang berdiri dibelakang Faizal, kakaknya. Pria yang ia lihat kemarin di supermarket bersama gadis berpenampilan angkuh. Lalu sedang apa mereka disini? Siapa yang akan dijodohkan dengannya? Dua-duanya tidak ada yang membuat Luisa tertarik. Bahkan ia belum tertarik dengan pria mana pun. “Selamat datang.” Sapa Deri dengan senyuman hangatnya, ia pun memeluk sahabatnya, Beny. Faizal ingin sekali menertawakan wajah sok ramah yang Ayahnya tunjukan. Sangat munafik dibalik kelicikan pria tua itu. “Gimana kabarnya? Keliatannya sudah membaik.” Ucap Beny sambil melihat kondisi Deri. Meremehkan. Tentu saja. Itu penglihatan Faizal saat ini. “Baik. Kamu juga keliatan sangat baik ya sekarang.” Ucap Deri dengan senyuman tulusnya. Sangat mirip dengan Luisa. “Iya dong. Tentu saja.” Beny tertawa. Mereka akhirnya duduk diruang tamu yang sangat rapih. Banyak foto-foto terpajang disana. Tentu foto Luisa dan Ayahnya. Membuat Faizal tertarik. Tapi ia tidak bisa bergerak banyak, Ayahnya duduk disampingnya ditambah pikirannya soal perjodohan. Mungkinkah Luisa dan kakaknya? Luisa permisi ke belakang sebentar lalu kembali dengan membawa nampan berisi minuman dan kue buatannya. Ia menyajikan di meja ruang tamunya. “Jadi begini. Seperti perjanjian awal kita.” Beny membuka pembicaraan saat Luisa sudah duduk disamping Deri. Ia menatap Luisa sambil tersenyum, Luisa hanya membalas senyuman itu kemudian menunduk.” Saya mau menemani anak saya untuk melamar Luisa.” Deg! Faizal menatap kearah Beny dan Faazil bergantian, tapi dari mereka tak ada yang memperhatikannya. Luisa pun hanya menunduk saja. Padahal jelas mereka saling kenal. “Iya. Saya juga sudah bicara dengan Luisa kemarin. Dan dia setuju.” Ucap Deri dengan senyumnya. Faizal semakin menatap Luisa, sayangnya gadis itu sama sekali tak meliriknya seolah mereka tak saling kenal. Membuatnya geram. “Baguslah jadi kita bisa menentukan tanggal baiknya untuk pernikahan mereka. Iya kan, Faaz?” Tanya Beny pada Faazil yang duduk di sebelah kanannya. Anaknya itu hanya mengangguk sambil tersenyum sopan. Sangat berbeda dengan yang Luisa lihat kemarin. Kakaknya Faizal itu sekarang terlihat ramah dan sangat sopan, tidak seangkuh kemarin. Lantas jika pria itu yang dijodohkan padanya, lalu bagaimana dengan gadis angkuh yang bersamanya kemarin? Bukannya mereka pacaran? Luisa hanya bisa memikirkan keanehan-keanehan soal perjodohannya ini. Ia tak bisa mengelak, tepatnya tak mau membuat Ayahnya semakin susah apalagi jika perusahaan mereka sampai bangkrut. Itu adalah mata pencaharian Ayah satu-satunya. Perusahaan yang Ayah bangun dari nol. Jika Ayah kehilangan perusahaannya pasti pria itu tak akan baik-baik saja. “Kita harus ngomong.” Ucap Faizal yang langsung beranjak dari tempatnya, menghampiri Luisa dan menarik gadis itu keluar. Deri hanya menatap anaknya yang dibawa oleh salah satu anak sahabatnya itu yang jelas bukan dia yang dijodohkan dengan Luisa. “Ini apa-apaan?” Tanya Faizal dengan geram. Luisa malah melengos.” Udah jelas kan? Gak perlu aku perjelas.” Ia menyilangkan kedua tangannya di d**a. Faizal memegangi pundak Luisa agar gadis itu balas menatapnya.” Tapi kamu tau aku suka sama kamu kan? Kenapa mau dijodohkan dengan kakakku?” “Mana aku tau akan dijodohkan dengan dia! Aku hanya ingin menolong ayahku.” “Gak mungkin kamu gak tau.” Faizal mengusap wajahnya dengan kasar.” Apa karena dia lebih tampan? Lebih dewasa? Lebih bisa diandalkan makanya kamu mau?” “Aku sama sekali gak tau soal itu, Iz! Terserah apa pikiran kamu.” “Tapi…” Faizal tampak sangat kecewa.” Aku cinta sama kamu.” Luisa mengalihkan pandangannya kearah lain, menyembunyikan air matanya yang hampir jatuh. Ia tak boleh lemah. Walau Faizal selama ini selalu ada untuknya, diam-diam Luisa memang mulai luluh. Tapi begitu mengetahui soal perjodohan ini, ia memilih untuk kembali menutup hatinya rapat-rapat agar kekecewaannya tidak terlalu dalam.” Lupakan aku, Iz. Aku calon kakak iparmu.” “Gak!” Faizal menggeleng cepat. Ia pun kembali masuk ke dalam ruang tamu itu dan menghadap tiga pria yang masih duduk tanpa saling bicara itu.” Aku aja yang dijodohkan dengan Luisa. Aku sangat mengenalnya, begitu pun dia.” Beny menggeleng tegas.” Kamu masih kuliah. Kuliah aja kamu gak bener malah mau nikah? Biar Faazil aja. Dia sudah cukup dewasa.” “Tapi, Yah…” “Cukup. Dari awal perjodohan ini untuk kakakmu dan Luisa. Kamu gak usah ikut campur apalagi merubah rencana kami.” Ucap Beny yang tak terbantahkan. “Luisa masih kuliah juga. Kasian dia harus nikah.” Faizal masih tak mau kalah. Ia merasa perlu memperjuangkan orang yang ia cintai. Apalagi mengingat Luisa hanya akan dimanfaatkan oleh keluarganya, ia tak rela. “Dia wanita. Dia bisa sambil kuliah setelah menikah. Kamu lebih baik diam atau pulang duluan.” Faizal benar-benar kalah. Ia memilih untuk duduk di sebelah kiri Ayahnya sementara Luisa telah kembali dan duduk disamping Deri. Ekspresi wajahnya sama sekali tak bisa Faizal artikan. Jika memang Luisa harus menikah dengan Faazil, Faizal tak akan membiarkan kakaknya itu menyakiti orang yang ia cintai. Ia harus melindunginya. “Bagaimana kalo bulan depan? Pas Luisa libur kuliah. Kan jadi bisa santai. Mereka juga bisa bulan madu dulu.” Usul Beny yang membuat mata Faizal membulat lebar seketika. Apalagi mendengar kata “bulan madu”. “Boleh juga. Saya sih gimana baiknya aja untuk anak-anak kita.” Jika memang melindungi Luisa harus mengorbankan perasaannya sendiri, Faizal siap. Bahkan jika ia harus menahan cemburu soal pernikahan kakaknya dengan gadis yang sangat ia cintai itu. Walau sebenarnya hatinya patah, hancur seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD