3. Terlanjur Selingkuh

1799 Words
Bukan sekedar bagaikan es batu yang dingin dan keras. Bian sendiri adalah batu yang benar-benar keras dan kaku. Tidak memiliki perasaan, bahkan bersikap dingin pun tidak. Lebih tepatnya Bian itu bagaikan tebing batu yang tinggi dan curam, berbahaya dan membuat merinding bahkan jika hanya sekadar melihatnya saja. Sosok yang begitu keras itu kini sedang memegang kedua pipi Lily dengan begitu lembut. Bahkan Bian yang tak suka bila ada yang menyentuhnya itu saat ini membiarkan Lily menggenggam pergelangan tangannya saat ia tak melepaskan pipi kenyal Lily. "Ini menyebalkan, sangat menyebalkan. Aku berusaha keras untuk Bian. Tapi, wanita itu mendapatkan seluruh perhatiannya dengan mudah." Tasa kesal setengah mati menyaksikan hal tersebut. Apa lagi saat ini dia sengaja datang bersama ibu Bian agar mendapat nilai lebih bila ia menunjukkan perhatiannya pada Bian. Berharap dengan hal tersebut pertunangannya akan berlangsung dengan sangat lancar dan tanpa kendala. Akan tertapi, semua itu sirna saat melihat sosok yang megnggenakan infus adalah seorang wanita yang katanya hanya seorang asisten pribadi Bian saja. "IIiich... apa lagi ini?" Tasa yang tak lagi sanggup untuk menahan emosinya itu murka. Ia menepis tangan Lily yang saat itu masih menggenggam pergelanagan tangan Bian. Suara nyaring terdengar dengan tepisan kuat Tasa tersebut. Lily mengernyit sedikit. Sakit, namun ia tidak bersuara apapun. Lily sadar jika suasana saat ini sedang tidak baik dan memilih diam sampai keadaan benar-benar sudah lebih tenang. Apa lagi saat Lily melihat pada ibu Bian yang masih diam saja tak peduli apapun yang saat ini sedang Tasa lakukan. Seolah Tasa benar berhak untuk marah dan mencecar tunanangannya yang seperti itu. Kodisi dimana Lily merasa seperti ketahua berselingkuh di belakang Tasa. Menjadi orang ketiga di hubungan Tasa dan Bian. Meski Lily sendiri tahu persis hubungan seperti apa yang sebenarnya terjalin antara Bian dan Tasa. "Bian, aku benar-benar tidak habis pikir kamu seperti ini. Aku sungguh khawatir kamu kenapa-kenapa!" Emosi Tasa masih terasa di setiap kata yang ia ungkapkan. Tapi, Bian tentu tidak demikian. Dia masih tenang seperti biasa dan tidak menanggapi dengan serius apa yang Tasa katakan. Malah dengan santainya Bian mengatakan jika dirinya baik-baik saja saat ini. "Aku baik-baik saja, kamu bisa lihat sendiri siapa yang di infus kan!" Sambil mendelik dan mengarahkan arah pandangannya pada selang infus yang berasa di tangan Lily, Bian menunjukkan itu agar Tasa bisa lihat sendiri siapa yang sebenarnya harus dikhawatirkan. Kekesalan semakin terlihat dari Tasa saat Bian dengan jelas memperlihatkan rasa perhatiannya untuk Lily, ia pun langsung berteriak pada Lily, mempertanyakan apa yang Lily lakukan pada tunangannya itu sehingga Bian begitu memperhatikan Lily dan bahkan menyentuh Lily dengan sangat santai. "Kamu lagi, ngapain dengan tunangan orang? Kalian berselingkuh? Kamu menggoda tunanganku?" Di berondong pertanyaan, Lily masih diam saja. Ia menatap ke arah Bian yang sudah cemas akan perbuatan Tasa. Bian yang geram itu pun, tentu hendak menghentikan Tasa. Namun, di saat Bian hendak bangkit. Lily yang tangannya semula sudah ditepis itu kini malah kembali menggenggam erat pergerlangan tangan Bian yang membuat Bian secara otomatis menatap ke arahnya. "Iya, kami terpaksa selingkuh gara-gara Bian dijodohkan dengan wanita yang tidak ia cintai, dan ----" Lily menjeda ucapannya, "Eeheeems.." Lily berdeham sejenak. Membuat suasana semakin mencekam saat menanti ucapan Lily selanjutnya. "Aku tahu kalian belum resmi bertunangan, malah aku tidak yakin pertunangan kalian akan lancar!" ketus Lily dengan penuh percaya diri sambil menatap tajam ke arah Tasa. "A-apa kamu bilang? Kamu kira Bian yang hatinya keras dan tak mudah goyah akan apapun itu akan menerima wanita rendahan sepertimu?" "Bian itu hanya akan bersama denganku tunangannya. Dia tidak akan tergoda oleh ngengat yang hanya mengitari cahaya lampus seperti kamu" Tasa tampaknya tidak mau kalah. Ia sedikit mencela Lily. Namun, tentu saja Lily juga tidak mudah untuk kalah. Berbeda dengan Tasa yang berapi-api, Lily terlihat tenang dan malah memperlihatkan senyumannya yang lebar dengan gigi putihnya yang berjejer rapih. "Kata siapa bilang jika Bian itu keras? Ini sangat lembut. lem-but, L E M B U T." Lily menekankan pada kata lembut, ia bahkan mengeja satu persatu huruf tersebut. Untuk memperjelas apa yang saat ini ia lakukan bersama dengan Bian dengan kedua tangan Bian yang sedari tadi masih ada di pipinya. Menunjukkan bahwa di balik hati Bian yang dibilang keras, Bian memperlakukan Lily dengan lembut. Tanpa perlu dijelaskan dengan kata, Tasa tentu mengerti arti dari ungkapan yang Lily katakan tersebut. Emosi pun tampaknya sudah memenuhi kepala Tasa, ia sungguh ingin menepis tangan Bian dari Lily. Namun, Tasa menahan dirinya sebab ia di sana bersama dengan ibunda dari Bian. Ia tak ingin kehilangan poin bila bersikap lebih kasar dari itu. Sehingga, satu-satunya yang bisa ia lakukan hanyalah berlindung di balik sang ibu. "Ibu.. Bian selingkuh!" rengek Tasa yang langsung merangkul lengan sang ibu. Saat itu sang ibu yang sebelumnya hanya diam tanpa ikut campur urusan sang anak itu masih memasang wajah datar, ia mungkin masih terkejut dengan apa yang ia lihat saat Bian yang masih tersenyum lebar sambil memegang pipi Lily begitu ia membuka pintu ruang rawat inap tersebut. "Eheeems.. Jadi kamu tidak sakit dan baik-baik saja?" tanya sang ibu yang tak sesuai dengan apa yang Tasa inginkan. Jelas, jika Tasa ingin sang ibu untuk memarahi anaknya atau menegur keras perbuatan sang anak yang ketahuan selingkuh di belakang dirinya seperti apa yang diakui oleh Lily tadi. Mengabaikan kekesalan yang jelas Tasa tunjukkan, Bian hanya mengangguk dengan keras. Lalu, sang ibu tersenyum penuh arti sambil mendekat ke arah Lily. "Lily, apa kamu baik-baik saja?" Pertanyaan sang ibu disambut anggukan dari Lily dan ia pun berkata, "Aku baik-baik saja, berkat Bian yang langsung MENGGENDONGKU ke rumah sakit secepat mungkin," jawab Lily yang sengaja memberi penekanan pada kata 'menggendong' agar Tasa semakin terbakar. Senyuman sang ibu pun semakin lebar, menepuk pundak Bian yang masih duduk di kasur. "Kalau begitu, kami pamit pulang. Jaga dirimu baik-baik!" kata sang ibu yang langsung menyeret Tasa keluar dari ruangan tersebut. Tasa tampak kesal dan muram, sementara Bian malah tersenyum lebar saat menyaksikan tunangannya diseret paksa dengan wajah kebingunannya oleh sang ibu. Bian malah melambaikan tangannya dengan begitu riang hingga bayangan mereka tak lagi terlihat. Setelah kepergian Tasa dan sang ibu, senyuman di wajah Bian masih terlihat dengan jelas. Gigi Bian ang putih berjajar rapih itu kini tepat berada di hadapan Lily. Kembali pada posisi mereka yang saling berhadapan. Jarak yang janya tinggal satu jengkal saja di anatara wajah Lily dan Bian. Glllllups... Lily gugup, ia menelan silvanya dengan kasar. Perasaannya kembali tidak enak. Pembahasan tentang pembayaran rumah sakit masih belum menemukan titik terang. Dompet Lily masih terancam, sekarat dan menyerit meminta pertolongan. Dompet yang keroncongan itu meronta pada Lily untuk menghancurkan nuraninya. Memohon pada Bian agar ia tak jadi mati suri. "Ampun Pak... selamatkan dompet saya yang sudah bergetar dan meronta!" kata Lily sambil bersimpuh pada Bian. Memohon agar Lily tak perlu membayar tagihan yang luar biasa mahal itu. "Oh... kamu masih mengkhawatirkan dompetmu?" "Apa menurutmu dompet itu lebih berharga dari nyawamu?" Jawaban dari Bian malah berupa pertanyaan yang membuat Lily semakin bingung. Namun, ucapan Bian selanjutnya membuat Lily sadar dengan apa yang sebenarnya paling mengancam ketentraman jiwa dan raga Lily. "Jadi, Lily tadi kamu ingat memanggilku apa?" Seketika Lily terdiam dengan debaran jantungnya yang mungkin saat ini sedang berpesta pora bak genderang yang berpacu cepat. "Hmmmm.. Bian? Sekarang kamu juga sudah berani memanggil namaku?" Pertanyaan Bian itu secara otomatis membuat Lily tersenyum indah dan paripurna dengan gigi yang tidak putih-putih amat. "Kamu masih bisa senyum?" tanya Bian seraya mendelik tajam yang langsung membuat Lily menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Bian hanya menghela napasnya sambil menggelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan apa yang saat ini asisten pribadinya itu lakukan. Lantas satu pertanyaan lagi yang mengganjal perasaan Bian. Alasan Lily yang mengaku sebagai selingkuhannya itu membuat Bian kembali mempertanyakan hal tersebut lagi. "Lantas, apa pula yang kamu katakan pada Tasa soal perselingkuhan?" Secepat kilat saat Bian yang belum selesai dengan segala ungkapannya itu pun langsung di sambar dengan genggaman tangan Lily. "Pak, jadi selingkuhan saya ya Pak.. Bantu saya balas dendam dengan pacar saya Pak." Lily merengek pada Bian, ia memelas dengan wajah paling menyedihkan yang bisa ia pasang. Menatap Bian dengan berkaca-kaca sambil memajukan bibirnya dan menggembungkan pipinya. "Untuk apa aku bantu kamu. Tidak ada untungnya buatku. Aku tidak mau?" "Yah, Pak.. jadi saya di tolak nih?" Lily tampaknya tidak menduga jika Bian akan menolak penawarannya. Ia yang terkejut itu langsung memegang kedua kaki Bian yang masih duduk di samping tempat tidurnya. Mengangkat sedikit tubuhnya dan bertumpu pada kedua lututnya. Lily pun kembali bertanya pada Bian dengan nada suara seriusnya. "Bapak beneran nolak saya?" "Bapak serius mau menolak saya?" "Yakin, Bapak menolak saya?" Beruntun, Lily kembali mencecar Bian dengan beragam pertanyaannya. Mendorong jauh tubuh Lily ke arah Bian. Hingga Bian pun terpojok dan berakhir dengan tanpa sadar jika tubuh Bian sudah terlentang di atas tempat tidur. "Li-lily kamu mau apa?" Gugup Bian bertanya sambil tak tahu harus melihat ke arah mana, di depannya ada wajah Lily yang begitu dekat dan nyaris tak berjarak hingga bisa saja bila Bian salah bergerak maka kedua bibir mereka akan bertabrakan dan terjadi kecelakaan adu lidah yang mungkin akan sangat di harapkan. "Lily, hentikan!!" "Kamu mau terjadi sesuatu yang di inginkan jika seperti ini terus?" "Sebenarnya kamu mau apa?" Bian yang sudah pada batasnya itu pun mencecar Lily dengan banyak pertanyaan lalu jawaban dari Lily masih sama. "Tentu saja saya mau Bapak jadi selingkuhan saya!" "Hmmm.. lagian Bapak juga tidak bisa mengelak. Kita sudah TELANJUR SELINGKUH dan ibu bapak juga tunangan bapak sudah tahu hubungan kita!" Tanpa menerima persetujuan resmi dari Bian, Lily sudah langsung menetapkan hubungan mereka yang terlanjut selingkuh. Apa lagi Bian pun tidak mungkin lagi mengelak setelah sang ibu mengetahui hubungannya dengan Lily. Tak lagi mampu berkata-kata Bian hanya terdiam pasrah dan Lily yang menyadari arti dari diamnya Bian itu pun tersenyum dengan lebar. "Nah.. Gitu dong.. Bapak tenang saja. Sebagai gantinya saya akan berkerja keras untuk merusak hubungan Bapak dengan tunangan Bapak itu. Tasa!" Bukan hanya terkejut dengan terlanjur selingkuhnya dengan Lily, Bian kembali dikejutkan dengan Lily yang menyadari hubungannya dengan Tasa. "Bapak tidak mau menikah dengannya, kan?" Senyuman kemenangan pun terukir di wajah Lily. Ia berhasil membuat Bian menjadi selingkuhannya tanpa bantahan. Membuat ide gilanya yang muncul untuk balas dendam pada sang kekasih itu semakin kuat. Bersambung .... ___ Spoiler Bab Selanjutnya : Bian : Yah, kita juga terlanjur selingkuh. Tapi ... Lily : Tapi ... (Lily mengulang yang Bian katakan) Bian : Sejak kapan kamu berani memanggil namaku Bian? Lily : Masih dibahas, kenapa ga bahas biaya rumah sakit aja Pak, dompet saya udah menjerit tuh! Note : Mungkin ada yang bingung kenapa ganti judul. Jadi karena naskah aslinya di tolak Naya harus revisi ulang dan biar ceritanya lebih nyambung dengan konsep yang baru. Akhirnya memutuskan untuk mengganti judulnya juga. Terima kasih sudah mendukung Lily dan Bian. Semoga ga kapok dengan perjuangan mereka yang kudu pindah lapak dan ganti nama segala. _^^_ Judul : Terlanjur Author : Kanaya Kumarin

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD