Setelah memasak untuk makan siang, aku bergegas menuju kamarku. Kepalaku rasanya sangat pusing. Bahkan aku merasa memiliki dua jantung yang sedang berdetak. Sembari berjalan dengan pelan, aku mengelus perutku. "Pel rumah. Debu semua," ujar Wak Erni yang melewatiku. Dia membawa sebuah ponsel, seperti sedang menonton film. "Nanti sore, Wak. Arsih mau rehat dulu. Makan siang sudah siap," ujarku. "Manja. Pel dulu baru boleh ke kamar!" Wanita itu berlalu menuju dapur. Pastilah dia akan makan. Benar-benar manusia tak berhati nurani. Aku tidak peduli dengan perintahnya. Seandainya bukan Wak Yanto yang ikut makan, aku tidak akan mau masak. Sekarang perutku sudah kenyang, karena aku lebih dulu makan. "Mak! Aku pergi dulu!" seru Ana. "Oke. Salam sama dokter ganteng itu, ya! Aduh, calon mant

