BAB 4

1451 Words
JANGAN LUPA LOVE NYA DI KLIK YA KAWAN^^ *** "Dokter Teo, pasien kamar 405. Nona Delina tidak ada di kamarnya."Teo terkejut mendengarnya. Teo segera berlari ke arah kamar Delina bersama dengan perawat yang memanggilnya. Brak! Kosong. Kamarnya kosong, dan tidak ada sosok wanita yang di carinya di sana. Hal itu membuat Teo langsung berlari menyusuri lorong-lorong rumah sakit untuk segera menemukan Delina. “segera cari ke setiap ruang.”ucap Teo pada beberapa perawat di belakangnya. "Sial.. apa ini dejavu."gerutu Teo. Ini mengingatkannya pada mimpinya barusan. Rasanya aneh sekali. Hal ini membuatnya semakin panik dan lebih cepat berlari untuk segera menemukan Elena. "Aku mohon, Delina jangan melakukan hal bodoh --aku mohon."batin Teo begitu frustasi. "Oh ya, Taman. Dalam mimpiku dia berada di Taman. Aku harus segera ke sana. Delina tunggu aku. Jangan bertindak bodoh aku mohon." *** Teo berlari ke arah Taman, wajahnya terlihat sangat gusar. Matanya mencari kesekeliling Taman, tak lama matanya berhenti pada suatu objek yang di carinya. Seorang wanita yang sedang terduduk membelakanginya. Teo tahu siapa dia. "DELINAAAA.."teriaknya, sang pemilik nama yang merasa terpanggil. Menolehkan wajahnya sedikit melirik ke arah Teo yang berada di belakangnya. "Ada apa?!." Dengan sedikit berlari, Teo menghampiri Delina. Wajahnya masih sama, terlihat cemas dan ketakutan. Teo berdiri tepat di hadapan Delina, gadis itu masih terduduk. Teo dapat melihat seekor kucing putih di sebelah Delina, tertidur dengan nyenyaknya. Teo merasa lega , berarti sejak tadi Delina duduk di sini dan bermain dengan kucing itu. "Ada apa kau mencariku?." Teo menarik tangan Delina, menariknya ke dalam dekapannya. Hal itu membuat jantung Teo berdegup semakin kencang. Hilang sudah khawatiran yang sempat menggebu-gebu. Melihat wanita yang menjadi faktor dirinya seperti ini, ternyata dalam keadaan baik-baik saja. Teo memejamkan matanya, seraya mengatur detak jantungnya yang masih di atas ambang kenormalan. Delina hanya bisa diam, menerima semua perlakuan Teo yang begitu tiba-tiba baginya. Delina dapat mendengar jelas detak jantung Teo yang berdetak dengan keras. "Ada apa denganmu! Kenapa kau memelukku. Lepaskan aku!." "Tidak apa-apa, aku senang... aku senang kau tidak melakukan hal bodoh."Teo tersenyum dalam pelukannya. Ucapan Teo membuat Elena terhenyak. Ia tak pernah merasakan hal ini, rasanya.. hatinya begitu hangat, seolah Teo memperdulikannya. Namun tiba-tiba Delina tersadar. Ia melepaskan pelukan Teo padanya, matanya menatap sosok pria di hadapannya dengan tatapan protes. Teo menyerngit menatap Elena dengan pandangan bingung. Elena mengambil satu langkah mundur agar bisa meihat Teo lebih jelas. "Apa maksudmu dengan hal bodoh?!!." Teo tersenyum, tangannya meraih pucuk kepala Delina, mengusapnya lembut, masih dengan senyuman yang mengembang di wajahnya. Hal itu semakin membuat Delina mengerutkan keningnya, menatap Teo dengan tatapan menyelidik. "Tidak apa-apa, sekarang ikut aku." Teo meraih pergelangan tangan Delina, menarik lembut tangan wanita itu untuk pergi mengikutinya. *** Pipppipipppppppippp Ceklek>>>> Teo menekan beberapa tombol password pada Apartemen miliknya. Ketika pintu terbuka, ia berbalik menghadap Delina, menyingkir dari ambang pintu. Delina hanya bisa menatap bingung Teo, ia tak tahu jika ia bisa keluar dari rumah sakit begitu saja. Sejak tadi Delina selalu bertanya apa tidak apa-apa jika ia keluar dari rumah sakit begitu saja, namun Teo selalu memastikan jika itu akan baik-baik saja. Teo menyuruh Delina untuk masuk ke dalam Apartemennya. Delina melongok ke dalam, lalu kembali menatap Teo dengan ragu. kedua tangan Delina yang saling bertaut saling mengerat dengan gelisah. "Ayo masuklah." Teo menarik lembut tangan Delina untuk berjalan masuk ke dalam mengikutinya, menarik lembut tangan Delina dan mendudukannya di sofa rumahnya. Lalu ia berjalan menuju dapur. "Kau mau minum apa?." "Untuk apa kau membawaku ke sini?." "Kau mau minum kopi, teh, s**u, atau jus?,".tanya Teo tanpa menggubris pertanyaan Delina padanya. “Kalau begitu jus saja."Ucap Teo berjalan ke arah pantry rumahnya, membuka kulkasnya dan mengambil sebuah jus dari sana. Delina bangkit dari duduknya, kakinya melangkah mengikuti Teo dari belakang. "Dokter Teo, ini apartemenmu? Kenapa kau membawaku kemari?."Tanya Delina yang lagi-lagi tak digubris olehnya. Pria itu mendengar namun dalam diam, pikirannya sedang berkelumat di dalam sana. alasan  apa yang tepat untuk memberitahu wanita cerewet di hadapannya saat ini. "Aku membawamu kemari agar memastikanmu aman, tidak membunuh bayimu seperti dalan mimipiku dan bisa merawat dan menjagamu, aishhhhh yang ebnar saja Teo. Kendalikan pikiranmu. Cepat cari alasan."batin Teo frustasi. Brakk> Delina membanting tangannya di atas meja pantry, matanya menatap dengan Teo kesal. Sejak tadi pria itu terus saja diam dan mengalihkan pertanyaannya. Itu benar-benar sangat menyebalkan bagi Delina. "Aku tanya ada apa ini? Aku berterima kasih padamu, karena sudah merawatku dan membayar seluruh biaya rumah sakit. Tapi untuk apa kau membawaku kemari." Teo meletakan jus yang berada ditangannya, matanya beralih menatap Delina yang berdiri di sampingnya.wanita itu sangat keras kepala, sulit sekali mengalihkan perhatiannya, mengecok pemikirannya. Teo kehabisan akal. "Aku mau kau tinggal di rumahku, agar aku bisa melihat kau tidak membunuh bayimu. Aku akan menjadi dokter pribadimu. Tidak perlu ada gaji, aku melakukannya dengan suka rela. Kau mengerti." Hening....   Begitu hening.... untuk beberapa saat, hingga akhirnya Teo membuka suara. Hati Delina mencelos, apa dia begitu terlihat menyedihkan dan perlu di kasihani. "Aku tidak perlu bantuanmu, sudah cukup. Aku tidak akan membunuh bayiku, sudah cukup aku membuang diriku ke Sungai waktu itu." "Tidak perlu lagi ada bantuan, aku bisa urus dirku sendiri, aku akan pergi" "Aku juga akan melunasi semua hutang ku padamu, aku sudah tau dimana apartemenmu dan rumah sakit mu, aku akan ke sana saat aku sudah punya uang dan melunasinya sesegara mungkin," "Aku pergi." Delina melangkah pergi dari hadapan Teo, pergi menuju keluar dari Apartemen Teo. Teo terdiam, bukan ini yang Teo pikirkan. Bukan kasihan padanya, melainkan jatuh Cinta yang membuatnya seperti ini. Teo sudah bilangkan, melindunginya seperti sebuah keharusan. Teo berlari, mengejar wanita yang sudah memposisikan tangannya pada kenop pintu. Teo menarik tangan Delina, membuat wanita itu menatapnya. "Aku bilang kau harus tinggal di sini."Delina terdiam. Delina membuang wajahnya kesamping, air mata sudah tergenang dipelupuk matanya. "Biarkan aku pergi, aku tidak butuh kasihan darimu. Aku tau aku begitu menyedihkan. Tapi aku masih punya harga diri. Berhenti bersikap begitu simpati padaku, aku tidak butuh Kasihan darimu."Delina mengehentakan tangannya, namun dengan erat Teo menahan pergelangan tangan itu dan menariknya ke atas. "Aku tidak kasihan padamu ataupun bersimpati seperti yang kau katakana. Ada alasan khusus kenapa aku melakukan semua ini. Setidaknya tinggalah di sini sementara waktu, atau sampai bayimu lahir." Keduanya saling memandang, Delina gadis itu meneteskan air matanya yang sejak tadi berusaha ditahannya. Kepalanya tertunduk, Delina begitu merasa dirinya sangat menyedihkan saat ini."Kenapa kau lakukan ini?."gumamnya dengan suara parau yang terdengar begitu lemah. "Aku punya alasan khusus untuk ini." "Kalau untuk mengasihaniku aku tidak butuh kasihan darimu."Delina menghentakan tangannya, berusaha melepaskan cekalan tangan Teo pada pergelangan tangannya. Teo mengeratkan cekalan tangannya, berusaha agar gadis di hadapannya tidak bisa pergi darinya. Teo mulai kesal, wanita di hadapannya saat ini begitu keras kepala."Lalu kenapa lalau aku mengasihanimu." "Kau kira apa yang akan kau lakukan setelah ini, kau mau kemana kalau kau pergi dari apartemenku -huh! Menggembel di pinggir jalan. Tidak punya tempat tinggal, seorang pengangguran, aku juga tidak melihat keluarga yang mendatangimu selama kau berada di rumah sakit!!." Teo terus menatap Delina dengan sorot matanya yang di penuhi dengan amarah. Ia benar-benar peduli pada Delina, tidak ada hal apapun yang ingin ia sakiti. Teo hanya ingin Delina aman. "Jangan pikirkan dirimu, pikirkan bayimu, ada sebuah janin di dalam sana yang butuh asupan gizi. Turunkan harga dirimu saat ini, dan tinggal lah di sini. Setidaknya sampai dia lahir, setelah itu aku akan melepaskanmu." Delina menyeka air matanya dengan punggung tangannya, Teo tersenyum dan menurunkan pergelangan tangannya, melonggarkannya sedikit. "Ayoo."Teo menarik tangan Delina untuk mengikutinya. langkah nya berhenti pada sebuah ruangan yang pintunya tertutup tepat di sebelah pantry. Teo menarik kenop pintu tersebut hingga terbuka. "Ini kamarmu, aku di sebelah. Istirahatlah. Aku harus segera kembali ke rumah sakit.” Ia harus segera berada di sana. Memeriksa beberapa pasien. Teo melirik jam dinding, jam sudah menunjukan waktu pukul 1 siang. "Berjanjilah kau akan ada sini saat aku pulang nanti." Delina membuang nafasnya lemah, matanya beralih menatap Teo. Pria itu terlihat menatapnya sendu. Delina ingin sekali bilang tidak, aku sudah terlalu banyak berhutang padamu. Tapi tak bisa Delina pungkiri, dia butuh tempat tinggal saat ini. Dan dia belum tentu menemukan orang sebaik Teo di luar sana. "Baiklah, dan terimakasih."ucap Delina lirih lemah seraya tertunduk. "A..apa aku tidak dengar"Teo mendekatkan wajahnya pada Delina. Sebenarnya Teo mendengarnya, bahkan suara kecil itu terdengar sangat lantang di telinganya. "Baiklah"ucapnya lagi. "Apa?"Delina kesal, matanya menatap Teo kesal. Delina sadar Teo sedang menggodanya saat ini. "Kalau kau bertanya lagi, aku pastikan aku akan kabur dari sini setelah kau keluar."Teo menjauh kan wajahnya dari Delina, terkekeh dengan senyum yang terlukis di wajahnya. Delina memalingkan wajahnya, merasa kan wajahnya mulai menghangat, Teo terus memandangnya, hal itu membuat Delina gugup. "Baiklah, awas kalau kau berniat kabur dari sini. Aku pergi."pamitnya. Teo mengacak rambut Delina lembut, lalu melangkah kan kakinya ke arah pintu apartemen. "Aku pergi"pamitnya seraya melambaikan tangannya. Delina tersenyum kecil, sangat kecil. Kau benar-benar harus melihatnya dari teropong karena itu begitu kecil dan singkat. Teo menutup pintu apartemennya dengan senyum mengembang di wajahnya. "Mulai hari ini, hidupku menjadi begitu Indah."Setidaknya mulai sekarang, ada alasan baginya untuk pulang cepat ke apartemen. Dan alasan kenapa dia bernafas. Tbc. JANGAN LUPA LOVE NYA DI KLIK YA KAWAN^^

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD