Suasana pagi nampak mendung, matahari tak tetlihat di ufuk timur. Aira berdiri di depan pintu rumahnya, ia tengadahkan wajahnya ke atas langit menatap awan awan hitam yang berarak ke arah barat. Angin yang berhembus kencang membuat Aira malas untuk pergi ke sekolah, namun ia tidak ingin mengecewakan ayahnya kecewa.
"Tiittt!!"
Suara klakson mobik nyaring terdengar dari arah gerbang rumahnya mengalihkan pandangan Aira pada Aditya yang melambaikan tangan padanya.
"Aira ayo berangkat!" seru Aditya.
Aira tersenyum lalu ia turun dari teras rumahnya, sejenak ia hentikan langkahnya dan menengok ke belakang, "Ayah aku berangkat dulu!" pekik Aira kembali melangkah mendekati mobil Aditya.
"Tumben bawa mobil sendiri?" tanya Aira sambil membuka pintu mobil dan duduk di depan.
"Papa lagi ada urusan penting," jawab Aditya menatap Aira sesaat lalu ia mulai menjalankan mobilnya.
"Dit," ucap Aira.
"Heum," Aditya melirik sesaat ke arah Aira.
"Aku..mau berhenti sekolah," ucap Aira pelan dengan tatapan ke arah Aditya.
Aditya melebarkan matanya, "what?"
Aira menganggukkan kepala, iya Dit."
"Kenapa? ada apa Aira?" tanya Aditya. "Kita bersahabat sejak kecil, kalau ada apa apa cerita, kalau kau berhenti sekolah bagaimana masa depanmu..bagaimana dengan ayahmu..dia pasti kecewa."
"Tapi Dit.."
Aditya menggelengkan kepala, melihat sahabatnya diam Aditya ikut terdiam. Bukan ia taj mengerti dengan Aira tapi diam diam Aditya selalu memperhatikan Aira, hanya saja Aditya memilih diam jika bukan Aira yang terlebih dulu bercerita.
Aira menghela napas dalam dalam, ia menatap Aditya dan tersenyum. Meskipun Aditya selalu sibuk dengan makanannya tapi Aditya selalu menjadi pendengar yang baik bagi Aira. Dan Aditya selalu mengerti apa yang di pikirkan Aira.
Lima belas menit kemudian, Aditya telah sampai di halaman sekolah mereka langsung membuka pintu mobil di susul Aditya.
"Aira, ada apa ya?" tanya Aditya memegang tangan Aira menunjuk kecarah kerumunan teman teman sekolahnya.
"Tidak tahu," jawab Aira menatap sesaat ke arah mereka. "Yuk kita masuk."
Aira menarik lengan Aditua dan menggandenganya, mereka berjalan tepat di depan anak anak yang berkerumun. Mereka semua langsung menatap Aira dengan tatapan cemooh.
"Dasar cewek gampangan!" ejek salah satu teman sekelasnya.
"Hahahahaha!" mereka semua tertawa serempak.
Aditya maju selangkah menatap mereka semua sembari bertolak pinggang, "eh lu semua kenapa ngetawain Aira?" tanya Aditya.
"Eh gendut! Lu bisa sih temenan sama cewek gampanagn kaya si Aira?" ucap juan.
"Sotoy lu! Jaga mulut lu ya!" bentak menatapn Juan.
"Memang benar kok, nih lihat videoanya," ucap temannya sembari menyodorkan ponsel miliknya pada Aditya.
Aditya melebarkan matanya pasalnya di video itu tidak sesuai kejadian semalam, "eh siapa yang sudah nyebarin video ini! Lagi pula ini tidak benar!" seru Aditya memberikan lagi ponsel milik temannya.
Aira terdiam mempeehatikan semuanya. "Halah maling manga ngaku! sindir temannya.
" Diam kau Juan!" akhirnya Aira angkat bicara. Ia mendengus kesal, mukanya merah padam sembari mendekati Juan dan langsung meninju wajah Juan. Hingga terhuyunf ke belakang dan dari hidungnya mengalir darah segar, "aku adukan kau ke kepala sekolah! seru Juan lalu ia berlari menjauh dari kerumunan teman sekelasnya.
Aira dadanya naik turun menahan emosi, " siapa lagi yang mau merasakan tanganku!" Aira menatapbtajam teman temannya yang terdiam.
"Plok plok plok!"
"Bagus, sudah membuat nama sekolah menjadi jelek dan kau sudah memukul temanmu sendiri." Reiberdiri di hadapan Aira.
Aira memalingkan wajahnya menatap Rei, "hoo, jangan jangan kau pelakunya yang telah menyebarkan video yang tak benar! ucap Aira.
" Keluarkan saja anak pelakor ini!" seru May.
"Sudah kuduga, pelakunya tidak jauh jauh dari kalian." Aira tersenyum sinis.
"Iya betul keluarkan saja Aira!" seru temannya menimpali.
"Diam kau bentak Aditya kesal.
" Kau yang diam gendut!" ucap May menarik paksa tangan Aditua lalu di bawa menjauh dari Aira.
"Ikut aku ke kantor," ucap Rei menarik paksa tangan Aira.
"Tidak mau!' sahut Aira menatap sekitar mencari keberadaan Aditya.
" Aku anak pemilik sekolah ini, dan kau harus di hukum atas perbuatanmu dengan memukul murid lain."
"Aki tidak perduli kau anak siapa!" seru Aira.
Rei tertawa kecil dengan menyilangkan kedua tangan di d**a, "oya?" tanya Rei.
Aira mengerutkan dahi menatap Rei, "iya, kenapa?"
Rei mendekati Aira dan berbisik di telinga Aira, "bagaimana kalau sekolah ini mengeluarkanmu, apa ayahmu tidak sedih? kecewa?" bisik Rei.
Aira tertawa, "kau perduli?"
Rei terdiam, sikapnya berubah kikuk. "Tidak, siapa juga yang perduli padamu?"
"Jadi? Lakukan jika kau mau mengeluarkan ku dari sekolah."
"Baik..ayo kita ke kantor kepala sekolah!" seru Rei. Ia menarik tangan Aira dan menggenggam nya erat. Tentu saja cara Rei memperlakukan Aira membuatnya bingung.
Sesampainya di kantor, Rei langsung meminta kepala sekolah untuk menghukum Aira.
"Aira, kau sudah melakukan hal tidak baik!" ucap kepala sekolah.
"Tapi pak, aku tidak melakukan kesalahan. Mereka telah berbohong!" sahut Aira.
"Aira! Kau tau siapa dia? dia anak pemilik sekolah ini."
"Tapi pak?"
"Bapak tidak mau tahu, kau di skors dan bapak tunggu kedatangan ayahmu," potong kepala sekolah.
Aira terdiam, ia menatap Rei yang tengah duduk di kursi sembari tersenyum sinis. "Makanya, kau jangan banyak tingkah," ejek Rei.
"Ini semua gara gara kau!" bentak Aira pada Rei.
"Aira diam!" bentak kepala sekolah. "Akhir akhir ini kau selalu bolos sekolah dan berbuat ulah. Bapak harus memberikan hukuman atau kau akan di keluarkan dari sekolah ini!"
"Tapi pak..aku tidak melakukan kesalahan..aku mohon..jangan bawa ayahku dalam masalah ini."
"Tidak bisa!" kepala sekolah berdiri dan mengambil kertas dan menuliskan surat peringatan untuk Aira yang harus di tanda tangani oleh Rico.
Aira hanya bisa pasrah, ia diam tak bicara lagi dan menuruti perintah kepala sekolah