2. The Crows

1158 Words
"Aku senang ada anak yang selamat lagi,"kata anak yang duduk di tempat tidur ditingkat dua. Oh ya namaku Billy Rogue." Billy turun dari tempat tidurnya dan mengulurkan tangan pada Caspian yang menyambut uluran tangannya. Billy memiliki rambut hitam dan bermata coklat. Ia seumuran dengan Caspian sekitar 10 tahun. "Senang berkenalan dan berjumpa denganmu. Semoga kita bisa menjadi teman baik. Panggil aku, Cas. Semua orang yang aku kenal memanggilku seperti itu." "Baiklah. Cas." "Namaku Renvi Miles. Panggil saja aku, Ren." Renvi seorang anak yang gemuk, berambut coklat, bermata abu-abu, dan berkacamata. Ia juga seorang kutu buku. "Namaku Theobald Arangel. Panggil saja aku, Theo." Theobald memiliki mata hijau paling indah yang pernah dilihat Cas. Rambutnya coklat sama seperti Renvi. "Senang bisa berkenalan dengan kalian semua." "Tempat tidurmu di atas sebelah sana." "Baiklah." Caspian segera naik ke atas tempat tidur ditingkat dua. Kasurnya sangat empuk dan mungkin malam ini ia akan tidur nyenyak. "Sepertinya namamu sudah tidak asing lagi,"kata Renvi. "Montana,"gumamnya berulang-ulang. "Ah ya aku ingat sekarang,"ujar Renvi. "Apa kamu salah satu anggota keluarga Montana yang terkenal itu?" "Apa maksudmu?" "Jangan pura-pura tidak tahu. Siapa yang tidak tahu nama Achilles Montana, sang Penemu planet Erlene 00956." "Oh dia kakekku." "Jadi dia kakekmu?"tanya Theobald tak percaya. "Iya." "Aku salah satu penggemar kakekmu,"kata Renvi. "Aku selalu membaca berita dan artikel tentang penemuan planet Erlene 00956. Penemuan itu sangat fenomenal dan luar biasa. Kakekmu sudah berjasa pada dunia. Karena kakekmu, peradaban manusia bisa dilanjutkan setelah bumi ini hancur. Planet itu satu-satunya planet yang hampir mirip dengan bumi. Kemiripannya sampai 95%." Billy, Theo, dan Caspian menatap Renvi dengan mulut sedikit terbuka dan terkejut kalau Renvi tahu banyak tentang kakek Caspian. "Sepertinya tidak ada buku yang tidak kamu baca,"kata Billy sambil melihat tempat tidur Renvi yang dipenuhi oleh buku. "Aku suka dengan ilmu pengetahuan." Renvi menyengir lebar. "Sayangnya keluargaku meninggalkanku di sini sendirian. Mereka pergi ke planet Erlene 00956 tanpa diriku,"ujar Caspian yang raut wajah tiba-tiba menjadi murung. Ketiga temannya langsung menatapnya. "Itu karena kamu sudah terkontaminasi,"jawab Theobald. "Apa maksudmu? Ibuku juga menyebutku begitu. Aku tidak mengerti." Renvi membetulkan letak kaca matanya. "Sebenarnya kami tidak tahu apa yang terjadi, tapi menurut desas-desus yang aku dengar orang yang sudah terkena wabah di luar sana akan berubah menjadi monster yang sangat mengerikan,"kata Renvi. "Orang-orang yang sudah terkontaminasi seperti kita dan selamat dari wabah itu dibawa ke sini dan dimasukkan ke ruang isolasi selama beberapa hari,"kata Theobald. "Sebenarnya wabah apa?" "Mereka belum memberitahumu?"tanya Billy. Caspian menggelengkan kepalanya. "Wabah spora jamur dan mereka menyebutnya sebagai wabah Nail Prince. yang membuat orang-orang di luar sana menjadi gila,"kata Renvi. "Keluargaku tidak selamat." "Apa wabah ini sangat berbahaya?"tanya Caspian lagi. "Sangat berbahaya,"jawab Theobald, lalu ia menoleh ke arah Billy. "Kenapa kalian menatapku?" "Ini semua karena kakekmu. Andai saja dia tidak membawa tanaman berbahaya dari planet tak dikenal semua ini tidak akan terjadi,"kata Renvi. "Hei itu salah kakekku. Aku tidak ada hubungannya dengan itu. Gara-gara itu banyak orang yang memusuhiku." Semuanya terdiam dan masing-masing ke tempat tidur mereka dan tidak ada satu pun yang bicara sampai makan malam tiba. Di ruang makan yang cukup luas sudah terdapat banyak orang. Sejauh mata memandang, Caspian melihat banyak anak-anak dan para remaja yang memakai pakaian yang sama seperti dirinya dan juga teman-temannya. Pakaian putih menyerupai pakaian piyama. "Mereka orang-orang yang selamat dari wabah,"kata Theobald. Setelah mereka berempat mengambil makanan, mereka duduk di paling pojok. Dari pojok ruangan, Caspian bisa melihat ke seluruh ruang makan. Ada yang aneh menurut pandangannya, tapi ia tidak tahu apa itu. Ia melahap makanannya dan setelah makanannya hampir habis baru ia ingat apa yang aneh. Tidak ada orang yang sudah berumur diantara mereka. Rata-rata semuanya anak-anak dan remaja. "Sebenarnya kita berada di mana?"tanya Caspian. "Kita berada di Dragon Division. Tempat ini semacam ruangan bawah tanah yang cukup besar,"jawab Billy dengan mulut yang masih penuh dengan makanan. Beberapa pasukan berseragam berwarna coklat tua datang ke ruang makan sambil berbaris. Orang-orang segera menyingkir memberi jalan untuk mereka. "Siapa mereka?" "Mereka adalah The Crows dan yang aku dengar mereka baru saja kembali dari memerangi monster-monster yang berkeliaran di atas,"jawab Billy. "Ternyata kamu tahu banyak juga,"kata Caspian. Billy memasang sikap sombong. "Tentu saja selama di sini secara diam-diam aku mencari informasi,"katanya sambil melirik ke arah Renvi yang tidak mau kalah darinya. "Monster apa yang sedang mereka perangi?"tanya Caspian lagi. Ia sadar tidak tahu apa-apa dengan tempat yang sekarang menjadi tempat tinggalnya. "Aku tidak begitu tahu, tapi menurut informasi yang aku dapatkan dari anak-anak lainnya monster itu semacam binatang buas seperti ada yang di dalam novel dan buku-buku dongeng. Tubuhnya raksasa, berbulu, memiliki tanduk, dan bergigi tajam. Para monster itu suka memakan manusia,"jawab Billy. Caspian menjadi ketakutan dan wajahnya menjadi pucat pasi. "Ada desas-desus juga kalau kita akan menjadi makanan Monster-monster itu,"bisik Theobald. Caspian tambah ketakutan dan mulai muncul keringat dingin. "Itu kan hanya gosip yang belum tentu benar. Mana mungkin kita dijadikan makanan untuk para monster itu,"kata Renvi. "Itu bisa saja terjadi kan?"sanggah Billy. "Apa kalian sudah pernah keluar dari tempat ini sejak kalian datang?"bisik Caspian. "Belum pernah,"jawab mereka bersamaan. "Kami sudah mencoba keluar dari sini, tapi kami tidak tahu di mana pintu keluarnya,"jawab Billy. Renvi dan Theobald mengangguk membenarkan jawaban Billy. "Sepertinya The Crows tahu di mana pintu keluarnya,"ujar Caspian. "Itu sudah pasti,"ujar Renvi. "Bagaimana kalau nanti kita ikuti mereka menuju pintu keluar?"saran Caspian. "Apa kamu sudah gila? Kalau ketahuan bagaimana? Kita bisa dihukum,"ujar Theo yang tidak setuju dengan rencana Caspian. "Ayolah! Pasti kalian juga penasaran apa yang terjadi di luar sana." "Itu benar,"kata Billy. Theobald dan Renvi juga mengangguk. "Semoga saja misi kita berhasil, karena aku yakin di setiap sudut ada kamera CCTV yang mengawasi kita semua,"kata Renvi tidak yakin. "Kamu benar juga. Jadi bagaimana?"tanya Billy. Semuanya terdiam. Tiba-tiba saja seorang pria duduk di dekat mereka dengan membawa nampan makanan. "Kalian lagi merencanakan apa?" Caspian mengenali pria yang memakai pakaian hazmat itu yang selama ini selalu memeriksa keadaannya selama di ruang isolasi, Mr. Freddy Willburn. "Kami sedang tidak merencanakan apa-apa. Kenapa Anda bisa berpikiran seperti itu?" "Karena ada beberapa anak merencanakan untuk melarikan diri dari sini dan akhirnya mereka menemukan kematian mereka di luar sana. Jadi jangan coba-coba untuk melakukan itu. Di luar dan di atas sana sekarang sangat berbahaya untuk kalian. Aku tidak ingin kehilangan beberapa anak lagi." "Itu artinya mereka tahu di mana pintu keluarnya?"tanya Billy. "Begitulah. Mereka membuntuti The Crows dan sejak kejadian beberapa hari yang lalu, kami memasang kamera di setiap sudut ruangan agar kami bisa mengawasi kalian semua." Pria itu memandangi mereka berempat satu persatu. "Aku peringatkan sekali lagi jangan coba-coba melakukan itu." Pria itu pergi sambil membawa nampan makanannya. Caspian menatap kepergian pria itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD