Chapter 2

1395 Words
“Lain kali jika ingin bermesraan dan berciuman didapur, ingatlah bahwa ada manusia lain selain kalian yang berada ditempat yang sama dengan kalian, okay? Itu akan lebih memalukan dan canggung jika yang memergoki kalian bukanlah mommy.” - Laju mobil yang ditumpangi Gabriel dan Skylar berkecepatan standar. Keduanya duduk dalam hening dengan posisi Skylar yang bersandar pada d**a bidang Gabriel dan lengan kokoh Gabriel yang setia bertengger dibahu Skylar, sesekali mendaratkan usapan lembut tangannya dirambut gadis itu. “Setelah pengumuman kelulusan tak ada acara lagi kan?” tanya Gabriel yang diangguki oleh Skylar. “Hubungi aku jika sudah selesai, supirku akan menjemputmu. Ada meeting yang tak bisa kutinggalkan siang ini, jadi menungguiku diruang kerja tak apa kan?” Skylar spontan menegakkan tubuhnya, lepas dari sandarannya pada d**a bidang Gabriel demi menatap pria itu. “Itu terdengar sangat membosankan.” Keluh Skylar dengan wajah ditekuknya, membuat Gabriel mengusap surai coklat gadis itu. “Hanya sebentar, mungkin sekitar 2 jam. Lalu setelah itu aku akan mengantarmu pulang untuk membawa beberapa hal yang kau butuhkan selama berada di penthouse ku.” Kernyitan muncul didahi Skylar, gadis itu menatap Gabriel bingung. “Penthouse mu? Kenapa aku harus ke penthouse mu?” tanya Skylar. “Tentu saja karena aku tidak akan mau meninggalkanmu sendirian dirumah sayang. Mommy-mu pergi selama satu minggu, mana mungkin aku membiarkanmu tinggal dirumah sendirian?” Kali ini gadis itu memutar bola matanya malas. “Om, aku sudah pernah ditinggal sendirian dirumah selama berhari – hari oleh mommy-ku sejak sebelum mengenalmu, jadi kau tak perlu khawatir. Lagipula-” “Nah, kau tau bahwa itu terjadi sebelum mengenalku. Sekarang kau sudah mengenalku, menjadi kekasihku, dan bahkan akan menjadi istriku. Mana mungkin aku membiarkanmu begitu saja hm?” Gabriel menangkup sebelah pipi Skylar, mengarahkan gadis itu untuk menatapnya dengan jarak yang dekat. “Dengarkan aku okay? I just want you to be safe.” Ucapnya lembut. Itu merupakan salah satu perubahan terbesar dari Gabriel. Salah satu faktor yang membuatnya seringkali berkata halus ketika Skylar tengah berada dalam mood buruknya adalah karena ia kini paham, gadisnya itu akan luluh dengan cara itu. Jika ia membalasnya dengan emosi ataupun dengan sikap jailnya, sudah dapat dipastikan bahwa gadis itu akan marah padanya. “Mm.” gumam Skylar singkat. Gadis itu mencebik, ingin membantah namun apa yang Gabriel katakan bukan hal yang salah. Akhirnya hal tersebut membuatnya tak berkutik dan memilih mengiyakan saja. “That’s my girl!” bisik Gabriel dengan senyum terbaiknya, pria itu lalu mengecup gemas bibir Skylar yang sempat mencebik berkali – kali. Well, seperti biasa, satu ciuman tidaklah cukup bagi pria itu. Bibir Skylar adalah candu baginya. “Malu.” Keluh Skylar sembari menelusupkan wajahnya pada lengan kekar Gabriel. Gadis itu baru ingat bahwa saat ini dirinya tidak hanya berdua dengan Gabriel, ada seorang supir dikursi kemudi sana. Dan makin buruknya, pria berusia awal paruh baya itu pasti tau apa yang baru saja Gabriel lakukan pada Gabriel, karena suara kecupan terdengar jelas berkali – kali didalam mobil yang melaju sedang itu. “Kenapa hm? Russell tidak akan melihat kita, jika mendengar mungkin iya.” Kekeh Gabriel main – main, membuat Skylar memukul kesal lengan kokoh didepannya itu. Menatap Gabriel tajam, namun terkesan imut dimata pria itu. “Dasar tidak tau malu!” Gabriel makin tertawa. Pria itu dengan gemas meraih dagu Skylar, kembali mempertemukan bibir mereka lagi, kini diiringi gigitan gemas diakhir kecupannya. “You can call me like that, karena faktanya memang seperti itu.” Skylar mendengus, gadis itu mendecih lalu mengalihkan pandangannya kearah lain. “Sudah sampai, jangan lupa hubungi aku jika sudah selesai, okay?” pesan Gabriel yang diangguki Skylar. Gadis itu meraih tas sekolahnya, lalu inginnya segera beranjak turun dari mobil itu. Namun lagi – lagi tangan kekar itu menghentikan langkahnya. “What did I tell you before? Jangan lupakan ini sebelum keluar dari mobil.” Protes Gabriel sebelum akhirnya meraih tengkuk Skylar untuk mendekat kearahnya. Memberi sebuah kecupan dibibir, lalu hidung dan dahinya juga. Gabriel tersenyum, sementara Skylar mengerutkan hidungnya, bermaksud untuk mengejek Gabriel secara main – main. “See you later babe.” Dengan itu, Skylar pun keluar dari mobil mewah yang barusan dikendarainya. Lalu setelahnya pergi memasuki lingkungan sekolah tempatnya menimba ilmu selama 3 tahun  belakangan ini. “Hai Sky!” sapa seseorang dari belakang Skylar, sontak membuat Skylar menolehkan kepalanya, lalu tersenyum canggung ketika menemukan bahwa orang itu adalah Aaron. Setelah pernyataan cinta pria itu dulu, keduanya sedikit saling canggung. Mungkin memang tidak semudah itu melupakan seseorang yang dicintai, hingga membuat Aaron beberapa waktu lalu menghindari Skylar. Namun pikirnya, kini ia sudah lebih baik, sehingga mungkin memperbaiki hubungan pertemanan dengan gadis yang masih dicintainya itu adalah pilihan yang tepat. “Oh, h-hai?” suasana diantara keduanya benar - benar canggung. “Apa kabar?” tanya Aaron sembari mengusap tengkuknya, sementara Skylar? Gadis itu kebingungan dan gelisah dalam satu waktu bersamaan. Jemarinya bergerak saling memilin gugup, melirik sekelilingnya sekilas. Takut jika orang – orang suruhan Gabriel diam – diam masih mengawasinya. “Baik kok, bagaimana denganmu?” jawab Skylar akhirnya. Gadis itu jelas melihat ekspresi canggung Aaron ketika mengobrol dengannya saat ini, beda dengan dulu ketika ia belum mengutarakan rasa pada Skylar yang berujung dengan penolakan dari gadis itu. “Aku juga baik.” Hening. Aaron bingung ingin mengatakan apalagi. Pria itu benar – benar kehabisan kata. Ingin kembali dekat dengan gadis yang masih dicintainya itu meskipun tidak mungkin terjadi karena ia jelas tau siapa pria yang harus dilangkahinya untuk merebut Skylar dalam pelukannya. Sosok Gabriel yang jelas jauh berbeda dengannya dari segala sisi dan aspek, ditambah dengan fakta bahwa Skylar benar – benar mencintai Gabriel. Itu semakin membuat segala usaha yang ingin dilakukannya nampak sia – sia. “K-kalau begitu, aku duluan ya? Ada yang harus kulakukan dikelas.” Pamit Skylar dengan senyum tak enaknya, gadis itu benar – benar takut jika Gabriel mengetahui ini dan berbuat aneh-aneh lagi. “A-ah, begitukah? Ya, tak apa kok.” Mendengar itu, Skylar pun menganggukkan kepalanya kemudian segera berlalu meninggalkan Aaron untuk menuju kekelasnya. Dalam hatinya berdo’a, semoga saja Gabriel tak mengetahui obrolan singkatnya pagi ini dengan Aaron. - Waktu berjalan cepat hari ini bagi Skylar. Gadis itu telah menerima pengumuman kelulusannya beserta peringkatnya yang jelas memuaskan seperti yang lalu – lalu. Meskipun awalnya kesal dengan mommy-nya, namun gadis itu tetap mengabari  mommy-nya mengenai kelulusan serta hasil nilai yang dicapainya. Oh, Gabriel juga ia kirimi pesan. Namun bukan pesan yang berisi topik kelulusan seperti yang ia kirimkan pada mommy-nya, gadis itu mengirim pesan pada Gabriel untuk mengirim supir untuk menjemputnya seperti yang pria itu sampaikan tadi pagi padanya. Setelah sekitar 30 menit gadis itu habiskan untuk saling mengucap selamat dengan para teman – teman sekelas serta berkali – kali mengambil foto bersama, gadis itu mendengar notifikasi pesan yang berdering dari saku seragam sekolahnya. Itu pesan dari supir pribadi Gabriel yang mengatakan bahwa ia telah sampai didepan gerbang sekolah sang nona muda calon istri bosnya itu. Tanpa membuang waktu lagi, Skylar meraih ranselnya dari atas bangku sekolah, berpamitan sekilas dengan para teman sekelasnya lalu segera keluar dari area sekolahnya untuk menghampiri jemputan. Setelah keluar dari area sekolahnya itu, Skylar menengokkan kepalanya kekanan dan kekiri demi menemukan mobil yang menjemputnya lalu memutuskan berjalan menyeberangi jalan ketika menemukan bahwa mobil itu terparkir diseberang kiri gerbang sekolahnya. Supir yang senantiasa ia ketahui mengantar Gabriel itu dengan sopan membukakan pintu penumpang mobil bagian belakang yang dibalas ucapan terima kasih oleh Skylar. Gadis itu duduk dengan tenang sembari menunggu supir yang akan mengemudikan mobil itu kembali memasuki mobil lalu menjalankannya. “Apakah ada yang ingin nona lakukan sebelum saya antar menuju penthouse tuan Miller?” tanya supir itu sembari menginjak pedal gas dan mengarahkan kemudi mobil. Skylar mengernyit mendengarnya, bukankah tadi Gabriel menyuruhnya menunggui pria itu meeting diruang kerja kantornya? Kenapa tiba – tiba berubah pikiran menyuruhnya untuk pergi ke penthouse nya lebih dulu? “Loh, bukannya tadi om Gabriel menyuruhku untuk menyusulnya kekantor pak? Kenapa tiba – tiba menyuruhku ke penthouse lebih dulu?” tanya Skylar tanpa tertunda lagi. Sejujurnya takut jika alasan pria itu menyuruhnya pergi ke penthouse-nya lebih dulu adalah karena Gabriel memergoki dirinya dengan Aaron pagi tadi, hingga membuat pria itu marah padanya. “Saya juga tidak tau, tapi tuan Miller yang mengutus saya untuk membawa anda pergi ke penthouse langsung karena takut anda bosan menunggui tuan diruang kerja tuan.” Jelas pria awal paruh baya itu. Meskipun sedikit merasa curiga, namun Skylar berusaha memendamnya. Ia tak mungkin terus – menerus bersikap tidak dewasa seperti ini, ia harus berpikir rasional dan berhenti terlalu menaruh curiga pada Gabriel. Pikirnya. “Hm, kurasa tidak ada tempat yang ingin kudatangi. Kita langsung saja ke penthouse pak.” Putus gadis itu akhirnya. “Baik, nona.” - “Kau tidak lupa menyuruhnya langsung pulang kan?” “Mana mungkin aku lupa? Kau pikir aku sebodoh itu?” “Ck, bukan begitu. Aku hanya mengantisipasi agar dia tak mencurigai apa yang kita lakukan dibelakangnya. Memangnya kau ingin kita ketahuan oleh gadis kecilmu itu hah?” “Tentu saja tidak!” “Makanya, jangan banyak protes. Lagipula kau akan menikmati ini juga kan?” To be continued~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD