SISI GELAP

1363 Words
"Aku sedang datang bulan Erik! jangan lakukan ini!" Bugh bugh bugh "Kau fikir aku peduli ha?" Tarikan paksa dan jambakan terus Erik lakukan bertubi-tubi pada Nadi sambil berusaha menggagahinya, Nadi nyaris kehilangan nafas karena menahan tubuh besar pria itu, tubuhnya juga sudah penuh luka sebab di benturkan hingga pukulan tangan pria itu. "Kau pencuri! kau menjebakku jalang! Berani-beraninya kau mengambil uangku lalu menyewa pengacara!" Erik begitu murka dengan perbuatan Nadi kali ini, dia mendapatkan surat panggilan pengadilan hingga pelaporan pada pihak berwajib terkait perlakuan KDRT. Sayangnya Nadi malah tertangkap saat akan melarikan diri dari laki-laki itu dan dia kembali di bawa ke apartemen mereka yang selama ini menjadi tempat Nadi tinggal dan mendapatkan banyak penderitaan sebagai istri Erik. Lalu setelah babak belur Erik pergi meninggalkan istrinya itu. Saat sudah mulai tenang Nadi lalu mengambil kesempatan untuk melarikan diri guna mengumpulkan banyak bukti untuk memperkuat kekerasan yang di lakukan Erik si pria licik itu, Nadi langsung menuju rumah sakit tempatnya biasa datang. *** Di rumah sakit. Hampir satu jam Artha menunggu istrinya di parkiran mobil penuh dengan kegelisahan membayangkan Nadi yang dia cari ternyata hidup dalam penderitaan. Sampai akhirnya dia lihat sang istri sudah berjalan ke arah mobilnya yang di parkir lalu segera masuk ke dalam. Ristra menghembuskan nafasnya serasa lega sekali baru menyelesaikan satu persoalan. “Akhirnya selesai.” Di waktu yang terasa sangat amat melelahkan menunggu dengan penuh rasa khawatir, penasaran, takut, bingung, gundah dan semuanya memeronta-ronta menjadi satu Artha rasakan Artha tadi sempat menyusul dimana Nadi dibawa, hanya saja selain tenaga medis di larang masuk, Artha juga tidak mungkin menerobos masuk menggangu pekerjaan sang istri lalu mengatakan dia mengenal Nadi. Apa yang akan orang-orang disana katakan? Lalu bisa dibayangkan betapa bingungnya Ristra nanti. “Sayang.” Tegur Artha. “Ya mas, kita langsung pulang atau makan dulu? Oh iya tapi aku tadi udah makan sih di tempat seminar sebelum balik ke rumah sakit. Kita langsung pulang aja ya gerah banget.” “Bukan itu." "Kenapa ada masalah?" "Kamu ingat rumah kosong di depan rumah mama?” “Mama kamu mas? Ya, mama kamu kan ya nggak mungkin mami aku disana sepertinya ngga ada tetangga Villa seberang lain.” “Aku kan bilang mama bukan mami.” Ristra pun tertawa sambil memakai seat beltnya. “Iya, iya bercanda emang kenapa mas? Mau di jual terus kamu mau beli? Aku nggak mau deh tinggal di kompleks perumahan lama seperti itu lagian aku udah nyaman di apartemen kita dekat kemana-mana.” “Pasien kamu tadi anak pemilik rumah kosong depan rumah mama, dia teman kecil aku. Sekarang rumah itu kosong, ibunya sakit-sakittan ikut adiknya di luar kota.” Ristra terkejut sampai menatap suaminya begitu serius. “APA? Ngaco kamu mas, kamu ngga salah? Dia itu suaminya pemilik hiburan malam. Aku rasa sih si Nadi pekerja disana. Ya, gapapa sih mas cuma aku nggak habis fikir dunia sesempit ini, pasien aku yang paling menyakitkan kisah hidupnya ternyata teman kamu.” “Belum bisa di pastikan benar atau tidak, mungkin hanya kebetulan sedikit mirip lalu kebetulan namanya sama.” “Kenapa tadi kamu ngga temuin langsung?” “Di saat urgent dan ganggu kamu?” “Ya kali aja orang yang sama. Tapi kali ini aku dengar dari suster-suster dia membawa kabar baik, Nadi melakukan visum untuk membuat laporan polisi agar bisa keluar dari rumah suaminya, dia juga sudah memasukan surat perceraian. Tapi ya seperti biasa dia nggak mau di rawat tadi langsung pulang setelah ambil hasil laporan kesehatan juga hasil pemeriksaan terkait kekerasan yang di buat suaminya. Ah aku ngantuk mas, aku takut kamu salah orang soalnya aku dengar dia itu dari perkampungan dimana gitu, aku tidur dulu deh nanti kita cerita lagi.” Ristra menyandarkan dirinya lelah sembari menurunkan jok lalu memejamkan matanya dia tampak begitu lelah. Tidak aku tidak salah. Nadi langsung pulang? Bukankah tadi terlihat sangat kesakitan? Dia membuat satu lobby rumah sakit panik. Benarkah? di mana dia sekarang? Nadi... Rasanya Artha ingin menangis membayangkan kehidupan teman kecil yang sudah seperti adiknya sendiri itu. Sakit sekali ketika mendengar dia tersakiti seperti itu dan rasanya Artha ingin menghajar laki-laki yang merupakan suami Nadi itu. Ini alasan kamu menghilang? Ini alasan kamu tidak ada kabar? Ibumu sakit, apa kau tahu? Sementara Artha masih terus berkutat dengan jutaan rasa penasarannya, dia sungguh-sungguh penasaran dan ingin sekali menemui langsung Nadi untuk mengetahui semuanya. Lagi-lagi tidak mungkin menggali informasi dari Ristra takut mengundang kecemburuan dan keributan di antara mereka berdua. Saat Ristra tidur tanpa disadari oleh istrinya itu Artha memberhentikan mobilnya di sebuah trotoar jalanan, dia lalu menghubungi seseorang yang tidak lain ada orang kepercayaannya. Pria itu bernama Galih, Artha meminta Galih mencari tahu tentang pasien yang barusan datang kerumah sakit tempat istrinya berada dan mencari informasi keberadaannya sekarang. *** Hujan deras begitu terasa di lantai dua puluh lima sebuah gedung suasananya benar-benar terasa mencengkam, Nadi tengah berjongkok memeluk lututnya sendiri sambil menatapi botol-botol minuman yang berserakan di hadapannya bersama beberapa bungkus obat yang baru saja dia minum. Nadi tengah bersembunyi di sana, dia sedang mengambil beberapa barangnya sebelum akhirnya meninggalkan tempat itu. Beberapa jam lalu di tempat itu menjadi saksi dimana Nadi di buat babak belur lagi seperti biasa hingga kepalanya di benturkan ke dinding sebab laki-laki itu tidak Terima Nadi melayangkan surat cerai dan membuat laporan kepolisian. Nadi lelah dengan semua penderitaan yang dia alami beberapa tahun ini, dia fikir laki-laki ini akan memberikan dia kebahagiaan laki-laki ini akan berubah namun malah sebaliknya. Nadi selalu mendapatkan kekerasan, perlakuan buruk, di halangi bertemu keluarga, teman hingga melihat suaminya itu mengencani wanita di tempat usahanya. Nadi juga sempat hampir satu tahun di kurung di sebuah Flat House di negara tetangga saat dia mengikuti suaminya itu membuka usaha perjudian barunya sampai akhirnya usaha itu bangkrut dan mereka kembali ke Jakarta lagi. Hingga pada beberapa bulan terakhir ini Nadi yang hampir sakit jiwa akhirnya berusaha untuk bangkit dan mengatur strategi untuk melepaskan diri dari suaminya. Nadi secara perlahan dan tidak disadari mulai mengumpulkan pundi-pundi dan mencuri aset suaminya Erik seperti mobil dan barang-barang berharga lainnya untuk dia jual. Sampai akhirnya dia bisa menyewa pengacara dan membantunya keluar dari penderitaannya. Ya meminta bantuan hukum dan mengadukan perlakuan suaminya Erik selama ini adalah cara yang tepat walaupun Nadi tahu Erik pasti akan melakukan perlawanan namun Nadi yakin bukti-bukti yang dia punya jauh lebih kuat. “Hahaha... Hahhaha...Erik Biadab Aku berhasil! Aku tidak akan lemah lagi Erik. Tabunganku sudah cukup untukku hidup beberapa waktu ke depan. Kau t***l! Kau t***l! Mati saja kau!” Nadi kembali meraih botol anggur di sana namun dia ingat baru saja mengkonsumsi obat pereda sakit. Ya, Nadi menderita penyakit gastritis yang cukup parah, dia juga sering mendatangi rumah sakit sebab sakitnya itu. Selain itu Erik juga sering membawanya untuk berobat sebab Nadi bahkan pernah mengalami patah kaki dan tangan karena perlakuan sang suami sendiri lalu tanpa tahu malu datang mengantarkan Nadi kerumah sakit itu. Di balkon itu Nadi susah payah Nadi bangkit dari lantai tempatnya merenung itu, dia harus segera pergi sebelum Erik datang lagi. Rasanya masih terasa mencekam saat tadi dia hampir di dorong dari lantai dua puluh lima itu, Nadi berusaha sekuat tenaga untuk kuat. "Erik Biadab!!!" Teriak Nadi saking frustasinya, dia lalu menenggak minuman anggur yang sudah bercampur dengan hujan itu. “Harusnya kau yang aku dorong, hahha harusnya kau jatuh dan mati.” Howekkkkk.... Tiba-tiba semua isi perut Nadi mendadak keluar wanita itu menempelkan kepalanya di daun jendela, dia sudah begitu lemah dan tidak berdaya. “Aku kuat! Aku kuat sudah lima tahu di neraka dan Tuhan masih mengizinkan aku hidup meskipun sudah sangat menderita, jika hanya hal sepele ini saja bagaiman bisa aku lemah.” Dengan sempoyongan wanita dengan dress hitam itu berusaha berjalan dia mengepalkan kuat tangannya memberikan kekuatan pada dirinya. Dia ingin hidup layak, dia ingin hidup lebih baik dan kelur dari neraka. Bugh... Namun seketika suara dengung panjang melintas di telinganya, lalu pandangannya hitam dan gelap sekali. Nadi kembali terjatuh kini dahinya menghantam lantai dan membuatnya tidak sadarkan diri. Padahal dia baru saja kembali dari rumah sakit meminta obat penghilang rasa sakit dan meminta kaki kirinya diperban sebab dia pikir patah lagi. Lalu kini dia sudah tidak sadarkan diri lagi karena menolak di rawat inap padahal kondisinya begitu lemah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD