Bab 1 Ulang Tahun Pernikahan yang Pahit

1400 Words
Istriku, Danita, adalah seorang perawat di rumah sakit di kota kami. Dia sangat cantik dengan sepasang kaki putih panjang dan p******a 36D. Sementara aku adalah seorang guru SMA sekarang. Setelah kami menikah, selain tidak memiliki anak, kehidupan pernikahan kami cukup baik. Tapi akhir-akhir ini, istriku sedikit berbeda. Setiap dirinya pulang kerja dari shift malam, dia langsung pergi mandi. Dia tidak menyapaku lagi seperti dulu dan setiap kali aku ingin mendekatinya, dia selalu berkata lelah untuk menolakku. Hari ini adalah ulang tahun keempat pernikahan kami. Aku pulang kerja lebih awal untuk membeli bahan makanan dan anggur, lalu pulang untuk menyiapkan makan malam yang enak dengan cahaya lilin untuk istriku. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir aku memasak. Setelah melihat kembali ke meja makan yang di atasnya sudah tersedia beberapa hidangan lezat dan juga lilin yang sudah menyala, aku melihat jam yang tergantung di tembok dan baru menyadari bahwa saat ini sudah jam 11 malam namun istriku belum pulang. Aku merasa kuatir tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang keempat. Aku sudah meminta istriku untuk mengambil shift malam hari ini dan pulang lebih awal. Tapi dia belum pulang juga meski sekarang sudah jam 11 malam. Yang lebih penting lagi, suatu pagi ketika aku bangun, aku melihat Danita turun dari sebuah mobil BMW. Memikirkan hal ini, entah mengapa aku merasa khawatir bahwa Danita mungkin saja sedang selingkuh. Bagaimana aku tidak memikirkan hal semacam itu? Saat ini, bahkan di ulang tahun pernikahan kami yang keempat, Danita tidak pulang. Aku mulai bertanya-tanya dalam hati, “Apakah istriku sedang berhubungan gelap dengan pria lain? Namun semakin aku memikirkannya, semakin aku merasa cemas. Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku segera mengambil handphoneku dan menelpon istriku. Butuh waktu lama untuk telepon berdering sebelum istriku menjawab panggilan. Aku bertanya dengan penuh semangat, "Istriku, hari ini adalah ulang tahun pernikahan kita yang keempat. Bukankah aku memintamu untuk pulang lebih awal? Kenapa kau belum pulang?” "Ah! Aku ... Aku sedang berolahraga di gym bersama teman-temanku ... Aku akan segera pulang!" Di telepon, suara istriku terdengar terengah-engah, seolah-olah dia sangat lelah. Selarut ini dia pergi gym bersama teman-temannya? Jantungku berdegup kencang dan aku bergumam, “Apakah gym masih buka sampai larut malam? dan bukankah aku sudah bilang—” “Ah!” Danita tiba-tiba berteriak di telepon. Aku cepat-cepat bertanya, "Ada apa?" Istriku cepat-cepat menjawab, “Tidak apa-apa, aku … kakiku terkilir. Aku tidak bisa berbicara sekarang. Aku akan segera pulang!” Setelah dia selesai berbicara, istriku menutup telepon. Aku kemudian melihat ke handphone yang panggilannya sudah terputus. Tiba-tiba aku merasa cemas dan curiga. Mengapa aku merasa bahwa istriku tidak sedang gym, tapi sedang melakukan hal semacam itu? Mungkinkah sambil melakukan hal semacam itu dengan pria lain, istriku berbicara denganku? Segera aku menelepon kembali istriku untuk memastikan, tapi dia tidak menjawab. Setelah mencoba hal itu beberapa kali dan tidak juga menerima jawaban, aku berhenti menelepon dan kembali ke kamar untuk berbaring. Meskipun aku berbaring, aku tidak bisa tidur. Suara terengah-engah istriku ketika kami berbicara tadi terus terngiang-ngiang di telingaku. Aku tidak bisa tidur dan hanya berbaring di tempat tidur sambil terus membolak-balik posisiku. Saat waktu menunjukkan pukul tiga pagi, aku mendengar suara pintu yang dibuka dari luar. Aku tahu istriku pulang. Aku segera bangun dan berjalan keluar. Aku melihat Danita memegang kusen pintu dengan satu tangan dan melepas sepatu hak tingginya dengan tangan lainnya. Dia berbisik kepadaku, "Mengapa kau belum tidur? Ini sudah sangat larut.” Suara terengah-engah Danita dan sikapnya yang tidak mau menjawab teleponku membuatku merasa kesal. Aku menatap Danita dan berkata, “Bukankah hari ini ulang tahun pernikahan kita yang keempat? Aku menunggumu. Mengapa sampai larut malam belum pulang? Kau pergi gym untuk apa? Juga, kenapa kau tidak menjawab teleponku?” Istriku berganti mengenakan sandal lalu melemparkan tasnya ke sofa sambil berkata, "Bukankah aku sudah mengatakannya, rekanku memaksa aku untuk menemaninya ke gym. Apanya yang ulang tahun keempat? Kita sudah menikah sejak lama. Ah, sudahlah, aku benar-benar sangat lelah. Aku hanya ingin mandi!" Danita memang tampak sangat lelah. Dia selalu bekerja lembur sebagai perawat, merawat pasien. Aku merasa kasihan dengannya tapi tak bisa berbuat apa-apa. Mungkin aku memang terlalu banyak berpikir. Setelah meletakkan tasnya di kamar tidur dan melewatiku untuk ke kamar mandi, aku langsung menggendong istriku dan memboyongnya ke kamar tidur. Istriku terkejut. Dia kemudian memberontak pelan sambil berteriak kecil, “Archer! Apa yang kau lakukan?” Setelah membaringkan istriku di tempat tidur, aku mengatakan, "Hari ini adalah ulang tahun keempat kita dan kita sudah lama tidak berhubungan intim. Aku merindukanmu." Aku mencium istriku dan pada saat yang sama mengulurkan tanganku dari bawah kemeja putih yang dikenakan istriku untuk menyentuh bagian dadanya, tetapi ketika aku menyentuhnya, aku sadar ternyata Danita tidak mengenakan bra. Aku tercengang sejenak. Istriku jelas-jelas memakai bra ketika dia pergi ke shift malam kemarin, tetapi sekarang tidak ada, bagaimana mungkin istriku melepas bra-nya ketika dia sedang berada di rumah sakit? Aku terpaku di atas istriku dan bertanya tentang bra-nya. Dia mengatakan bahwa tangannya terlalu tinggi ketika dia mengambil obat di malam itu dan tanpa sengaja merobek tali bra-nya, jadi dia melepasnya dan memasukkannya ke dalam tasnya sekarang. Untuk membuktikan ucapannya, dia mendorongku dan mengeluarkan bra dari tas-nya. Aku melihat benda itu dan memang pengait di bagian belakang bra-nya rusak. Meski p******a milik istriku memang tergolong besar, tapi itu aku pikir itu tidak berlebihan. Dia mengangkat tangannya terlalu tinggi hingga tali bra-nya putus? Memikirkan hal ini, aku merasakan kemarahan di hatiku tiba-tiba muncul, dan tanpa sadar aku bertanya, "Apakah itu benar-benar rusak dengan sendirinya?" Istriku langsung marah ketika mendengar pertanyaanku, dia menatapku dan bertanya, "Apa maksudmu, Archer! Kalau tidak rusak dengan sendirinya lalu bagaimana itu bisa rusak? Oh, kau curiga bahwa ada seorang pria yang merusaknya untukku. Benar, bukan?” Aku melihat istriku yang tampak sangat marah namun aku memang tidak memiliki bukti untuk membuktikan bahwa dia selingkuh. Dengan cepat aku berkata, “Istriku, aku tidak bermaksud demikian, tapi bra ini belum lama dibeli, seharusnya tidak rusak. Aku tadi hanya asal bertanya saja.” "Hanya asal bertanya? Archer, aku beritahu kamu, apakah mudah bagiku melakukan semua ini demi keluarga kita setiap hari? Bukankah aku hanya berharap bahwa kita dapat memiliki kehidupan yang lebih baik ketika aku bangun di pagi dan di malam hari setiap hari? Di masa depan, akan lebih mudah bagi kita jika kita bisa memiliki anak, jika tidak, gajimu sebagai seorang guru tidak akan bisa bertambah. Apakah kau pikir itu akan cukup? Sekarang kau masih meragukanku. Apa kau ini benar-benar manusia?" kata istriku sambil menangis tersedu-sedu. Hatiku luluh. Ketika memikirkan dia selalu mendapat bimbingan yang sangat ketat dari keluarganya, sepertinya istriku memang tidak mungkin selingkuh. Dia adalah wanita yang tumbuh di keluarga yang sangat tradisional dan kami telah menikah begitu lama. Kami berdua ingin punya anak dan tampaknya yang bermasalah adalah diriku sendiri. Istriku tidak mengatakan apa-apa, namun aku seharusnya tidak pernah meragukan dia. Memikirkan hal itu, aku langsung memeluk istriku dan meminta maaf. Setelah aku membujuknya untuk waktu yang lama, dia berhenti menangis, lalu mencubit pinggangku dan berkata, “Apakah kamu bisa memikirkan sesuatu yang normal di dalam pikiranmu? Jika aku wanita yang plin-plan, apakah aku bisa menyukaimu? Dan jika kamu menyentuhnya, apakah kamu tidak tahu seberapa besar payudaraku? Tentu saja, jika aku merentangkan tangan atau mengangkat kedua lenganku tinggi-tinggi, bra dengan kualitas yang buruk pasti akan mematahkan gespernya.” Sambil berbicara, Danita meraih tanganku dan meletakkannya di dadanya. Aku dengan cepat mengatakan bahwa aku salah. Istriku menoleh dan melirik makanan dingin di ruang tamu. Dia kemudian berkata dengan nada penuh penyesalan kepadaku, "Maafkan aku, Suamiku. Rumah sakit akhir-akhir ini terlalu sibuk. Aku tahu aku sedikit mengacuhkanmu, tetapi dengan dirimu, aku merasa setiap hari adalah hari jadi. Aku akan melayanimu dengan baik malam ini! ” Istriku kemudian menciumku dengan singkat sebelum berbalik dan mengatakan bahwa dia akan mandi terlebih dulu. Ketika aku melihat istriku berjalan ke kamar mandi dan mengingat kembali kata-katanya, keraguanku tiba-tiba hilang. Mungkin aku memang terlalu banyak berpikir. Senang rasanya malam ini bisa membiarkan istriku melayaniku. Lagi pula, penampilan dan sosok istriku benar-benar setingkat dewi. Memikirkan hal itu, aku kembali ke tempat tidur dengan penuh semangat. Mengingat bra istriku yang rusak, aku mengambil bra istriku dan bersiap untuk membuangnya, tapi tiba-tiba, aku melihat noda putih di bra itu. Bagaimana mungkin seorang pria tidak mengetahui noda itu? Hanya dengan melihat sekilas, aku bisa langsung mengenalinya. Jejak yang telah mengering jelas sekali merupakan cairan semacam itu! Bagaimana bisa cairan seperti itu menempel di bra istriku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD