4. Hukuman

3675 Words
Setelah membawa Tata pulang juga, akhirnya kami berlalu dari sekolah anak anakku. Jagoan kembar semobil denganku dan suamiku. Tata dan susternya di mobil bang Nino dan kak Non. Sepanjang jalan kami semua diam, jagoan kembar juga tumben anteng diam. Sampai kami semua tiba di rumahku. Bang Nino menggendong Tata masuk rumah sambil bercanda gurau di ikuti kak Non dan suster yang kerepotan membawa tas Tata dan segala perlengkapan Tata macam tas bekal dan tas bersi kosmetik Tata dan baju ganti. “Ganti baju, trus papa tunggu di ruang tengah, sebelum absen Zuhur, kalian mesti sudah selesai sidang” perintah suamiku pada jagoan kembar. “Iya pah…” desis mereka kompak lalu berlarian masuk rumah. “Jangan terlalu keras sama anakmu” pintaku. Suamiku hanya mengangguk lalu merangkul bahuku masuk rumah. Suamiku bergabung duduk dengan bang Nino dan kak Non di ruang tengah, aku beranjak ke pantry, untuk memerintahkan membuatkan suamiku dan bang Nino kopi, juga es teh manis untuk kak Non. Setelah minuman siap, aku bergabung lagi dengan mereka bertiga. “Papa….” jerit Tata girang dan sudah ganti baju. Suamiku tertawa lalu menangkap tubuh montok Tata lalu dia pangku. Tata tertawa karena di ciumi papanya. “Tata gimana nih Ren?” tanya bang Nino. Baru suamiku berhenti menggoda Tata. Tata juga diam di pangkuan suamiku setelah merebut handphone papanya. “Sana nonton youtube dulu di kamar sama suster de” perintah suamiku. “Papa?” tanya Tata. “Papa gak balik kantor, nanti kalo udah selesai sama abang, dede main sama papa” jawab suamiku. Tata bersorak lalu berlarian ke kamarnya membawa handphone suamiku. Suamiku mana mungkin perduli dengan handphonenya di pegang Tata, Tata juga ngerti menjawab telpon papanya, kalo berdering dan kalo hal penting, pasti langsung di kasih papanya lagi. “Enaknya gimana?” tanya suamiku. Aku dan kak Non hanya diam. Percuma kalo mereka sudah duet. “Cabut aja deh Ren, pindah sekolah” saran bang Nino. “Buat apa?, anak anak udah punya teman, nanti mereka protes” kak Non komentar. “Non…gak aman sekolah itu” sanggah bang Nino. “Gak aman gimana sih bang?, kan Tata di jaga suster, dan sudah terbukti loyal. Benar kak Non kalo dikit dikit pindah sekolah, kasihan anak anak” komenku ikutan. Suamiku dan bang Nino diam. “Gini deh, tambah pembantu aja yang ikut jagain anak anak di sekolah, satu awasin kembar, satu tetap urus Tata” kata suamiku. “Bodyguards aja deh Ren, kalo tuh bocah pada dendam sama si kembar gimana?, tar di bully. Suster tar Cuma bisa mewek kaya emak emak” kata bang Nino lagi. Kak Non berdecak. “Jangan sok eksklusif deh, anak anakmu nanti besar kepala, belum kehadiran bodyguards yang bakalan narik perhatian” protes kak Non. “Tau bang Nino, si kembar memang anak president” protesku juga. Bang Nino tertawa. “Lah emang anak president, tuh president republic PEA, bini elo lupa bro” ledek bang Nino. Suamiku tertawa lalu serius lagi. “Benar sih No kata emak emak, kan kepala sekolah udah janji juga buat pasang guru piket, buat keliling ngawasin anak anak, di jam jam anak anak belajar, kita lihat dulu aja, tuh kepala sekolah beneran gak pasang guru patrol keliling sekolah” jawab suamiku. Bang Nino menghela nafas. “Okey…kalah dah kalo emak emak ikut campur” keluhnya lalu mengambil kopi dan meminumnya. Suamiku jadi ikutan minum kopinya. Setelah itu, jagoan kembar bergabung dan sudah ganti baju. “Sini sama bunda dan mama!!” kata kak Non. Mereka menurut bergabung duduk di apit aku dan kak Non. “Mulai pah!!” pinta Erdo di angguki Barra. Suamiku menghela nafas. “Hukuman pertama, guru kalian menyuruh kalian menulis satu buku penuh permohonan maaf” kata suamiku di angguki Nino. Masih mengangguk kedua anak kembarku. “Kedua!!” giliran bang Nino. Si kembar beralih menatap ayahnya. “No handphone selama 3 hari kalian di skorsing” kata bang Nino. Baru mereka terbelalak. “Yah!!, siapa yang jaga towerku kalo handphoneku di tahan” keluh Erdo lesu. “Ayah sih gitu, masa gak ada handphone, ganti deh yah!!, jangan tahan handphone kita, nanti kita kalah canggih main gamenya” protes Barra ikutan lesu. Bang Nino menggeleng. “Cepat ambil handphone kalian!!” perintah suamiku. “Nawar apa pah, di pasar aja belanja boleh nawar” keluh Erdo lagi. “Udah boleh main game sehari cuma abis bobo siang, trus setelah absen Asar, masa sekarang malah gak boleh sama sekali” keluh Barra. “CEPAT AMBIL!!” bentak suamiku tak bisa di tawar. Aku dan kak Non masih setuju bagian ini, jadi kami diam walaupun kedua anakku kelihatan lesu saat mereka kembali dari kamar dan menyerahkan hanpdhone mereka. Handphone yang isinya game dan nomor handphone anggota keluarga. Anak anakku tidak cuka chat atau telpon karena mereka lebih suka main game. “Dan hukuman satu lagi…” “Masih ada?” potongku pada suamiku. Dia mengangguk dan kedua jagoan kembar diam menyimak. “Karena kalian libur 3 hari ke depan, papa tambah hukuman kalian supaya kalian ada kegiatan di rumah” jawab suamiku mengabaikan protesku. “Apa Ren?” tanya kak Non. “Ngapu dan ngepel rumah setelah kalian sarapan, sampai bersih!!” perintah suamiku di angguki bang Nino. “HAH!!” seruku dan kak Non kompak. Kedua anakku malah tertawa. “Tenang mah, benar papa, kita mesti tetap gerak biar sehat” kata Barra. Aku menghela nafas. Masalahnya rumah kami besar, mau selesai berapa lama nyapu ngepelnya. Kalo di kerjakan pembantu aja, butuh waktu dari subuh sampai tiba anak anakku berangkat sekolah, itu di kerjakan setengah lusin pembantu, gimana kalo cuma di kerjakan dua anak bocah. Aku sudah cemberut. “Benar Bar!!, biar kegantengan kita tetap terjaga” kata Erdo santai. Baru suamiku dan bang Nino tertawa. Aku dan kak Non yang meringis. “Sudah rapi sidangnya!!, ayo absen, abis itu makan trus bobo siang. Ayah juga ngantuk!!” ajak bang Nino. Suami dan kedua anakku menurut menuju mushola rumah dan aku bangkit menjemput Tata untuk ikutan absen. Bisa ngamuk ratu Tata, kalo di tinggal apalagi ada papa dan ayahnya. Kami absen jamaah, suamiku dan bang Nino bertahan di mussola begitu juga anak anakku untuk berdoa. Aku dan kak Non menyiapkan makan siang kami. Setelah itu kami makan bersama. Setelah makan anak anak menurut tidur siang. Tata langsung loncat ke gendongan papanya untuk bobo siang,  aku menyusul mereka berdua, setelah jagoan kembar juga beranjak ke kamar dan tidur siang. Bang Nino dan kak Non juga pamit pulang. Sore setelah mandi dan absen Asar, aku kasihan melihat jagoan kembar yang diam bengang bengong tiduran di sofa. Mungkin karena tidak ada mainan mereka. Tata sih happy mengajak papanya renang. “Kenapa jagoan kembar mah?” tanya Maura yang datang ke rumahku mungkin baru pulang kuliah. Aku menghela nafas. “Handphone kita di tahan kak, jadi gak bisa main FF, sama ML” keluh Erdo. Maura tertawa. “Ngapa dah?” tanyanya lalu duduk di antara dua jagoan kembar. “Kita tonjok teman kita yang intip cewek cewek ganti baju di toilet. Kita jadi di skors, trus ayah sama papa tahan handphone kita. Belum mesti sapu sama ngepel rumah. Trus mesti nulis minta maaf sebuku” keluh Barra. Maura tertawa lagi. “Tau gitu, biar aja muka gantengku di tonjok, pasti kita lagi di sayang dan bukan di hukum” lanjut Erdo. Aku ikutan tertawa berdua Maura. “Yang ada, gantian ayah sama papa yang bakalan tonjok teman temanmu” jawab Maura. Aku mengangguk kali ini. Anaknya yang nonjok aja, mereka emosi tingkat dewa, apalagi anaknya yang babak belur, bisa di bom sekolahan anak anakku. “Bosen kak…” rengek Barra lalu bersandar di sofa. Maura menghela nafas. “Sepedaan yuk keliling komplek!!” ajak Maura. “Mager, ayah pasti ngomel kalo kita gak sepedaan bareng ayah atau papa” tolak Erdo di angguki Barra. Mereka tau benar ayahnya, yang pasti melarang keluar rumah tanpa pengawasan. “Main PS!!!. GTA serukan?” ajak Maura lagi. “Udah tamat mainnya, bosen!!. Papa belum beli kaset baru” tolak Barra. Maura menghela nafas lalu diam. “Kakak rayu ayah apa, tar aku suruh kak Immy rayu papaku” pinta Barra. Maura tertawa. “Mana bisa kalo soal hukuman. Percuma kalo hukuman gak bisa di ganggu gugat, mau minta tolong om Rengga juga, ayah gak akan cabut hukuman” jawab Maura. Kembar jagoan lesu lagi. “Trus kita ngapain?” tanya Erdo. Maura diam sebentar. “Kakak temenin nulis buku hukuman yuk!!. Siapa  tau kalo kalian cepat selesaikan buku, ayah sama papa bebasin handphone kalian” ajak Maura. Baru kedua anakku berbinar. “Ayo Bar!!” ajak Erdo semangat. Barra mengangguk lalu berlarian mereka berdua mengambil tas mereka ke kamar lalu merengek minta buku tulis kosong padaku. Aku tersenyum melihat kedua anakku ceria lagi dengan kakak Mauranya, karena kak Mauranya menggambar karakter komik kesukaan abang kembar sambil menemani mereka mengerjakan tugas hukuman mereka sebagai hadiah. Tata juga ikut bergabung setelah selesai bilas dan ganti baju. Baru rusuh kalo Tata ikutan karena merebut crayon atau pensil warna dari Maura. “Sini sama papa dede warnainnya!!, jangan ganggu abang!!” perintah suamiku. Tata juga sih, udah seperti artis bolak balik menginjak buku abangnya, yang mengerjakan di karpet depan TV besar di ruang keluarga kami, jadi kedua abangnya ngomel karena mengganggu mereka, juga ganggu kak Maura gambar. “Tata menurut mendekat dan akhirnya anteng dengan crayon dan pensil warna juga buku bergambar princess yang dia warnai asal asalan. Anak president rasa sultan sih bebas, mau berantakan atau tuh buku rusak, tinggal beli lagi. Anteng lagi kedua anak kembarku dengan Maura. Mereka menyerah menulis setelah hampir setengah buku, dan sudah terdengar azan magrib. Kami absen jamaah lagi, setelah Maura pamit pulang. Setelah absen baru makan malam, itu pun kedua jagoan lesu lagi. Tidak ada gelak canda mereka, hanya suara Tata yang terdengar berceloteh dengan papanya. “Ayam gorengnya lagi bang?” tawarku. “Cukup mah, kenyang” tolak Erdo tumben sekali. Padahal kalo ayam goreng, pasti di habiskan tanpa sisa, kalo dia sedang mode normal dan bukan sedang mellow. Barra juga menolak dengan menggeleng. Aku menghela nafas. Mau ngomel pada suamiku, nanti malah tambah marah. Setelah makan, nonton TV sebentar baru absen isya sama sama lagi. Setelah absen, kembar jagoan tiduran di depan TV tanpa menonton, aku yang jadi semakin kasihan pada mereka. Tata enak sendiri, karena mendominasi papanya. Bercanda terus berdua, dan tidak perduli jagoan kembar aku. “Bang …kok malah nonton TV?, katanya mau kerjakan tugas hukuman lagi?” suara Maura dan di belakangnya mengekor Kimmy. Erdo yang bangkit terduduk duluan di ikuti Barra. “Sekarang kak Ara?” tanya Erdo. “Mau kapan?, biar cepat selesai” jawab Kimmy di angguki Maura. “Ayo deh Bang!!, benar kakak, jadi kita tinggal kerjain tugas lain” ajak Barra. Erdo mengalah setuju. “Eh kerjainnya di kamar kalian aja, biar kalo cape sekalian tidur” kata Maura begitu jagoan kembar bangkit. Kembar jagoan saling tatap. “Bolehkan pah?, dede Tata ganggu abang kembar, kasihan kapan selesai tugasnya” rengek Kimmy pada suamiku. Suamiku tertawa lalu mengangguk. “Ganti baju dan gosok gigi dulu supaya bisa langsung tidur kalo ngantuk” jawab suamiku. Kakak kembar mengangguk lalu masing masing menggenggam tangan jagoan kembar ke kamar mereka. Aku mengawasi sampai mereka lenyap masuk kamar. Aku bertahan menemani Tata dan suamiku. “Pah, aku besok sekolah sama ayah ya?” tanya Tata. “Iya nak!!, papa kerja, nurut sama ayah” jawab suamiku. Tata mengangguk lalu berdiri dan mengajak papanya pindah ke karpet untuk menemani nonton film kartun putri putri. Papanya menurut lalu tertawa terus melihat kelakuan Tata nyanyi nyanyi sambil menari. Ayahku sudah kamar untuk istirahat. Aku jadi bisa santai dan rebahan di sofa memainkan handphoneku. Anak anakku anteng. “Yang!!, lihat anak anak, udah tidur belum?, aku yang urus Tata” jeda suamiku ketika akhirnya Tata merengek ngantuk. “Okey!!” jawabku bangkit. Suamiku menggendong Tata ke kamar dan aku berlalu ke kamar jagoan kembar. Tapi lalu aku urung masuk waktu aku dengar riang tawa jagoan kembar. Aku jadi hanya mengintip dan membuka pintu kamar mereka sedikit. “Kalo udah jam 9 udahan ya bang!!, nanti ketahuan papa” kata Kimmy yang terlihat mengerjakan buku hukuman anakku. “Iya kak Immy cantik” jawab Barra asyik dengan handphone Kimmy, aku tau karena casing handphone Kimmy yang bergambar mahkota. “Janji ya jangan bilang ayah, kakak berdua kasih pinjam handphone buat kalian main game, nanti kakak juga di hukum” kata Maura melakukan hal sama seperti Kimmy, mengerjakan tugas hukuman anak anakku. “Siap Kak Ara!!” jawab Erdo asyik dengan handphone Maura yang polos tanpa chasing. Aku tersenyum lalu menutup pintu kamar. Aku beranjak mengintip suamiku yang sedang mengusap punggung Tata di kamar Tata. Aman sepertinya, suamiku sibuk, pasti kelakuan kakak kembar yang membantu jagoan kembarku tidak akan ketahuan. Aku kembali ke ruang tengah menunggu suamiku selesai mengurus Tata. Lama juga suamiku di kamar Tata, sampai kakak kembar pamit dan lapor kalo anak anakku sudah bersiap tidur. “Makasih ya…handphonenya” kataku pada kakak kembar. Mereka kompak meringis, dan aku tertawa. “Jangan bilang ayah sama papa mah” rengek Kimmy. Aku tertawa lagi. “Kasihan mah, abang kembar…” keluh Maura. Aku mengangguk. “Mama tutup mulut!!’ jawabku berbisik. Mereka berdua bersorak lalu bergantian mencium pipiku. “Malam mah…kita pulang dulu” pamit mereka kompak. “Malam sayang…” jawabku. Berlalulah mereka. Aku mengintip jagoan kembar lagi, dan melihat mereka sudah terlelap. Aku membereskan buku buku mereka lalu menyusul suamiku yang ternyata ikutan terlelap berdua Tata. “Jagoan udah tidur?” tanyanya begitu merangkul bahuku ke kamar. “Udah!!” jawabku. “Ayah?” tanyanya lagi. “Ayah masih di rumah bang Nino, masih main catur” laporku. “Tumben gak belain jagoan kembar” komen suamiku menutup pintu kamar. Aku tertawa. Ayahku memang tidak menjeda hukuman suamiku dan bang Nino, walaupun Tata heboh cerita saat makan malam. Malah berpesan pada jagoan kembar supaya tidak mengulangi kelakuan mereka di sekolah. Itu yang membuat kedua jagoan semakin lesu karena tidak ada yang bisa membela. “Lebih tumben bang Nino yang anteng main catur sama ayah, trus kak Non di anggurin” komenku. Suamiku tertawa. “Noni banyak kerjaan gambar, mungkin daripada bengong lihat Noni kerja” jawabnya lalu naik ke ranjang. “Tidur?” tanyaku. “Mau tempur sih, pening kepalaku gara gara kelakuan anak anak” jawabnya. Aku tertawa lalu mendekat sampai dia menarik tanganku lalu menindihku di kasur. “Sekali aja ya Yang!!” pintaku saat dia menarik keluar kaosku. “Hm…” jawabnya lalu menarik keluar juga celana pendekku. “Ih iya dulu!!” rengekku. Dia bangkit dan melucuti pakaiannya. “Anak kita dua, jadi double, mana mungkin cukup sekali, peningku gak akan hilang” jawabnya lalu menerjangku di kasur. Astaga…anak anak yang buat pening, aku yang di ganyang. Boro boro cukup si Dodo muntah dua kali, dusta banget, tiga jam, baru aku di lepas mandi dan dia ikutan mandi lalu pamit ke ruang kerja untuk kerja. Jadi jangan di pikir enak jadi istri president rasa sultan. Cape layanin urusan ranjang goyangnya. Aku  aja langsung terlelap setelah suamiku menyelimuti tubuhku dan mencium keningku lalu keluar kamar. Esok paginya, setelah sarapan bareng, dan Tata sudah di antar bang Nino sekolah, dengan tambahan suster yang menjaga, suamiku sudah memerintahkan jagoan kembar untuk melaksanakan tugas hukuman mereka menyapu dan mengepel rumah. Gokilkan?, semua PRT di larang nyapu dan ngepel rumah. “Dari ruang tengah dulu, baru ruang tamu!!’ perintah suamiku setelah ayahku berangkat ke kantor. “Siap pah!!” seru jagoan kembar semangat. Aku masih menemani suamiku mengawasi anak anak. Barra yang bagian menyapu dan Erdo yang mengepel lantai. Aku meringis melihat Erdo menggotong air untuk mengepel yang di bawa PRT. “Ngepelnya jangan terlalu becek, nanti ada yang kepelet” kata suamiku. Erdo menurut memeras kain pel panjang, sedangkan Barra serius menyapu kolong kolong meja. “Iya pah…bawel nih papa” keluh Erdo. Aku menghela nafas. “Yang…udah sih…bibi aja..” rengekku. “Gak usah drama jadi emak, mereka lagi di hukum” tolak suamiku. Aku berdecak sebal. Suamiku hanya mengizinkan salah satu PRT mengambilkan ember berisi air untuk mengepel, selebihnya Erdo yang mengepel lantai, Barra yang kasihan, harus mengelap ngelap meja dan lemari pajangan atau apa pun yang harus di lap. “Udah cukup!!, pindah ruang tamu!!, papa di ruang kerja, awas kalo papa cek belum selesai!!” perintah suamiku setelah ruang tengah selesai di bersihkan jagoan kembar. “SIAP PAH!!” seru si kembar girang. Suamiku beranjak. “Mau minum?” tanyaku kasihan melihat mereka keringetan. “MAU!!!” seru mereka girang. Aku tersenyum. “Mama buatin es s**u coklat!!, tunggu!!” perintahku. Mereka bersorak lagi lalu duduk menunggu di sofa sambil tiduran. Tuhkan kasihan kecapean. Aku bergegas ke dapur membuatkan minuman yang aku janjikan. Setelah itu jagoan kembar antusias minum. “Makasih mama sayang…” kata Erdo lebih dulu mencium pipiku. Aku tertawa lalu menerima ciuman Barra juga. “Mending mama masak ayam goreng yang banyak, kita pasti lapar kalo abis kerja” kata Barra. “Okey, cepat selesaikan tugas kalian ya, mama masak dulu” jawabku. Mereka mengangguk lalu aku berlalu ke dapur. Aku serius masak, setelah membuatkan kopi untuk suamiku yang jadi bekerja di rumah. Aku tidak mengira kalo jagoan kembar akan buat masalah lagi selama di tinggal aku masak dan suamiku kerja. Ternyata aku salah. Di mulai dengan suara jeritan bang Nino dari arah ruang tamu. “NENENG!!!, RENO!!!” lolongnya. Aku setengah berlari menuju ruang tamu. “ASTAGA….” desis suamiku yang menyusul di belakangku. Aku meringis dan jagoan kembar cengar cengir. Bang Nino yang sudah tolak pinggang sementara Tata di gendong suster dan dia tertawa cekikikan bersama dua suster. “Kenapa berantakan gini?, becek pula!!” bentak suamiku garang dan ikutan tolak pinggang seperti bang Nino. Jagoan kembar meringis. “Bukan di tungguin, malah di tinggal, mereka jadi perang sapu sama kain pel!!” omel bang Nino. Kompak jagoan kembar melepar sapu dan kain pel sembarangan lalu menunduk. Tata sudah tertawa lagi. “Abang keren, lagi perang!!” seru Tata girang. Jagoan kembar tertawa lalu diam saat ayah dan papanya melotot. “Siapa yang mulai perang sapu sama kain pel?” tanya suamiku. Mereka berdua diam menunduk. “Jawab Barra!!, Erdo!!” seru bang Nino. “BARRA!!” seru Erdo menunjuk Barra. “ABANG!!” seru Barra bersamaan menunjuk Erdo. Lalu mereka terbahak mengikuti Tata yang tertawa terus melihat kelakuan kedua abangnya. “Siapa….” desis suamiku bercampur geraman. “Ayah bikin kaget jadi aku jatuh terus nubruk ember” jawab Barra Bang Nino menggeleng dan Tata tertawa lagi. “Tau ayah, lagi seru juga” komen Tata konyol. Suamiku ikutan menggeleng. Pantas baju kedua jagoan kembar basah dan lantai becek dengan ember yang terguling. “ayah sih sama papa, tahan handphone kita, jadi kita gak bisa perang virtual lagi” jawab Erdo di angguki Barra. Suamiku dan bang Nino kompak menggeram. “Ganti baju!!, cepat!!!” perintah suamiku galak. Kedua jagoan langsung menurut dan mendekat padaku yang sudah tidak berkomentar. “Ayah sama papa tunggu di ruang tengah….BIBI BERESIN!!!!” perintah bang Nino gantian dan masih sempat mengambil alih Tata dari gendongan suster. Aku menghela nafas lalu menggiring kedua anakku ke kamar mereka untuk mandi dan ganti baju. Perintah sultan siapa yang berani nolak. PRT tergopoh gopoh mengepel lantai sementara sultan santai aja gendong ratu Rania yang terus tertawa karena di ciumi trus. Suamiku mengekor di belakangku. “Udah apa bang jangan nakal lagi, ayah sama papa bisa ngamuk” keluhku membantu mereka pakai baju yang di siapkan suster. “Mama tenang aja, paling marahnya ayah sama papa gak akan lama” kata Erdo. Aku menghela nafas. “Udah sih mah, mama tenang aja. Nanti bisa jadi ayah sama papa berhenti hukum kita, soalnya takut kita kepeleset” tambah Barra. Aku jadi tertawa. “Jadi ini cara kalian supaya ayah sama papa berhenti suruh kalian ngepel?” tanyaku. Si kembar jagoan cengar cengir. “Kerenkan ide aku?” tanya Barra sambil memperbaiki jambul rambutnya setelah menyisir. Aku tertawa. “Ide aku juga Bar, kan ayah pasti takut kita kenapa kenapa, makanya aku tumpahin air di ember, biar ayah ngamuk lantainya basah, pasti ayah takut deh dede Tata kepeleset” jawab Erdo. Aku tertawa lagi “Udah ayo buruan samperin ayah sama papa, nanti jadi marah lagi” ajakku menjeda tawa jagoan kembar. Mereka menurut keluar kamar menuju ruang makan rumah kami. “Absen zuhur dulu baru makan!!” perintah bang Nino. Kami semua menurut termasuk kak Non dan kakak kembar yang bergabung. Kami absen di mussola rumahku berjamaah lalu setelahnya berkumpul di ruang makan untuk makan siang “Makan!!, abis itu bobo” perintah suamiku. Jagoan kembar menurut lalu duduk berseret dengan kakak kembar. Suamiku dan bang Nino di puncak meja makan kanan kiri. Kak Non dekat bang Nino, aku dekat suamiku yang memangku Tata makan. Kursinya ada 10 jadi ada dua bangku kosong antara aku dan kak Non. Semangat dong abang kembar makan ayam goreng pesenan mereka, sambil berceloteh dengan kakak kembar yang libur kuliah. Suamiku dan bang Nino hanya diam mengawasi sambil makan. Bang Nino yang sibuk mengingatkan kak Non makan karena kelewat serius mendengar celoteh dua pasang anak kembar, dan suamiku sibuk juga menyuapi Tata makan dan sesekali dia makan juga. “Sudah makannya?” tegur suamiku pada anak anak tapi membiarkan Tata tetap makan. Dua pasang anak kembar mengangguk karena sudah selesai makan. “Karena kalian malah perang sapu dan kain pel, besok hukumannya di ganti!!” kata bang Nino memulai. Anak anak saling menatap lalu menatap ayahnya. “Kalian besok sapu halaman belakang rumah kita dan rumah ayah” suara suamiku. “HAH!!” jerit jagoan kembar. Aku dan kak Non kompak menggeleng, nyapu halaman?, halaman belakang rumah kami luas, trus panas kalo siang karena area yang benar benar terbuka. Jagoan kembar bisa lebih cape dari hari ini itu sih. Benar benar suamiku dan bang Nino sih. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD