*Membaca Al-Qur'an lebih utama*
Hari ini Kemala dikejutkan dengan naskah novelnya yang lolos setelah menanti selama sebulan lebih, sebenarnya ia mengirimkan tiga naskah sekaligus, namun naskah yang pertama ditolak dengan alasan alur cerita yang terlalu datar, padahal naskah itu hasil revisian setelah dirinya bertanya dengan para penulis senior, karena adanya konten terlarang, ia merevisi dan menghilangkan beberapa alur cerita sesuai yang disarankan penulis yang ia panggil emak.
Dan kali ini naskah yang lolos merupakan naskah bergenre fanstasy yang pastinya menguras otaknya yang sebenarnya memiliki kapasitas hanya untuk cerita romance saja, bukan cerita yang mengharuskan dirinya merangkai kalimat-kalimat penuh dengan imajinasi yang nyata.
Kemala yang sedang zoom kuliah berusaha tetap fokus mendengarkan rekan sekelasnya yang sedang presentasi, meskipun murid-muridnya sudah bertingkah gaduh dengan berjalan ke sana ke mari dan yang lebih parahnya ikut nongol di kameranya sehingga beberapa teman tertawa geli dan ia mendapatkan teguran.
"Mala, kamu lagi di mana? kenapa banyak sekali anak-anak?"
Kemala menggaruk kepalanya yang tertutup hijab berwarna merah maroon lalu tersenyum segan. "Maaf, Pak. Mala sedang mengajar, anak-anak tadi murid Mala."
Tampak dosennya itu mengangguk paham lalu kemudian tersenyum. "Bagus, saya suka mahasiwa seperti ini, bisa langsung mempraktekkan apa yang ia pelajari di kursi perkuliahan."
Kemala menghela nafasnya merasa bersyuku dosennya tidak marah malah mendukung dirinya, setidaknya ia tidak berkurang dalam nilai etika dan adab yang sangat penting bagi calon pengajar dan tenaga pendidik seperti dirinya. Ia kembali menatap anak-anak didiknya yang sudah duduk tenang setelah dirinya mendapatkan teguran tadi. Bahkan sama sekali tidak terdengar suara bising seperti tadi, semua siswanya tampak diam dengan tangan yang sibuk mencatat tugas yang sengaja ia berikan.
"Yang udah siap kumpul aja, biar ibu periksa. Ibu udah selesai kok kuliahnya."
Mendengar hal itu sontak membuat siswa yang tadinya tenang, kembali ribut bahkan lebih parah dari tadi, siswa yang bernama Bobi bahkan tanpa sadar sudah naik ke atas yang terdapat balok dan papan berjejer sehingga anak yang usianya sekitar sepuluh tahun itu duduk santai dan memperhatikan dirinya dari bawah, sontak Kemala berteriak panik meminta Bobi untuk turun, ia takut jika anak itu terjatuh dan terjadi apa-apa.
"Bobi, turun ya allah! kok bisa naik sampe situ, dari mana jalannya?"
Kemala berjalan ke arah bobi, tepat di atasnya ia melihat Bobi bak iblis kecil yang selalu memancing amarahnya dan menguji kesabarannya, selama hampir dua minggu mengajar sosok Bobi menjadi siswanya yang sangat membuat ia ingin berhenti dari pekerjaanya, akan tetapi ia ingat dengan permohonan ibu dari Bobi yang merupakan orang tua dari sahabat karibnya untuk bisa merubah sikap dan tingkah anaknya sebisa mungkin, paling tidak merubah sedikit, membuat Kemala harus berpikir ribuan kali, bukan merasa jika dirinya paling dibutuhkan, tapi jika dirinya berhenti lantas bagaimana anak-anak yang rajin sekolah dan masih membutuhkan pendidikan agama ini?
"Bobi tuun, Dek. Nanti jatuh."
"Gak jatuh, Bu. Tenang aja." Jawab Bobi dengan tenang, alhasil karen alelah membujuk Kemala membiarkan siswanya itu melakukan apa pun sesukanya, yang jelas ia sudah melarang, jadi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka Kemala tidak akan terlalu disalahkan.
Sampai waktu istirahat tibam siswanya itu masih asyik duduk di sana tanpa mendengarkan apa yang ia katakan tadi, alhasil Kemala memilih pergi ke mesjid memantau anak didiknya yang lain dari pada pening melihat Bobi yang sudah meresahkan.
Sepanjang jalan ke mesjid ia sesekali mengecek ponselnya yang ramai karena pesan grup, tidak ada notifikasi khusus yang ia gunakan hanya untuk nomor milik kekasihnya si Buaya sss yang sudah dua hari ini menghilang bak di telan bumi.sama sekali tidak ada kabar yang bahkan dirinya sudah meng-spam Adi dengan pesan yang rata-rata menanyakan ke mana perginya pemuda itu.
"Bu, giliran siapa adzan?"
Kemala melihat siswanya sebentar lalu mengingat jadwal adzan dan imam yang sudah ia perbaharui kemarin. "Adzan si Reno. Imam si Fi'i."
Tak lama Adzan berkumandang, ia ke arah kamar mandi perempuan yang tampak masih ramai dengan siswinya yang sibuk berghibah ria, melihat kehadiran dirinya siswi yang berjumlah enam orang itu langsung masuk ke dalam mesjid dengan cepat, bahkan Kemala tidak mengeluarkan suara apa pun tadi, tapi peserta didiknya sudah paham dengan arti tatapannya.
"Ini sholat kalau masih ada yang ribut dan senggol sana senggol sini, siap-siap ibu buat tinggal kelas yah. Ibu yang peduli kalian mau pintar, mau aktif di kelas, mau yang paling banyak hapalannya. Yang terpenting buat ibu itu sopan santunnya, etika dan adab."
"IYA BU!" Teriak seua siswa secara bersamaan.
Sholat ashar dilaksanakan dengan hening, meski sudah diperingati berulang kali tetap saja ada siswa yang bermain ketika sholat, dan itu cukup membuat dirinya yang sudah tidak mood lantaran masalah bobi dan juga Adi sang kekasih, membuat emosinya terpancing dan dengan cepat melempar rol besi yang ia miliki yang untungnya tidak mengenai satu siswa pun karena rol besi itu terlempar ke arah tempat yang kosong.
Ia beristigfar sejenak, menghilangkan segala amarah yang membuat dirinya ingin menangis di sana, karena sudah tidak kuat lagi, Kemala langsung berjalan menuju kamar mandi dan menumpahkan tangisnya di sana. Ia sangat tertekan hari ini, tidak di rumah, tidak di sekolah dan juga tidak dengan kekasihnya, ketiga tempat yang Kemala harap menjadi tempat berkeluh kesahnya seakan sedang mengerjainya hari ini.
Kedua orang tua yang secara terus menerus menganggap remeh dirinya dan selalu bertanya kapan gajinya sebagai penulis cair membuat ia tertekan. Ia juga tidak mengetahui apa yang terjadi dengan perusahaan tempat dirinya bekerja sebagai penulis, terjadi masalah dengan sistem pembayaran di mana paypal yang menjadi jalan pencairan dan penukaran gajinya dari dolar ke rupiah itu mengalami trauble sehingga sedikit menghambat dan memperlambat gajinya masuk.
Jangan tanya ia panik atau tidak, jelas saja panik lantaran itu pertama kalinya ia bertransaksi antar luar negara dan itu gaji pertamanya, beruntung ia bisa meminjam paypal teman yang tidak harus membuat dirinya harus menunggu 21 hari lantaran dana ditahan sampai transaksi ke enam kalinya. Jika kemarin ia menggunakan paypal sendiri mungkin orang tuanya lebih parah lagi dari ini.
Beharap mendapatkan ketenangan di sekolah, ia malah mendapatkan kejadian demi kejadian yang kembali menguji kesabarannya, dan di tambah kekasihnya yang sedari kemarin sama sekali tidak ada kabar, membuat sifat overthingking nya kambuh dan berspekulasi ke lain hal nya, sebab hubungan mereka masih baru, belum ada sebulan dan masih berada di fase yang seharusnya sedang manis-manisnya, tapi ini tidak! Adi bahkan sama sekali tidak membalas pesannya, sedangkan untuk menelpon Kemala belum memiliki keberanian yang cukup akan hal itu.
Ia membasuh wajahnya dengan air jernih yang terasa sangat dingin, memutuskan untuk mengambil wudhu guna mengurangi sisa amarahnya yang masih tidak stabil tadi. Kemala masuk mesjid yang kebetulan tepat ketika sholat baru saja selesai, ia menatap semua muridnya yang sudah membentuk lingkaran mengelilingi tas miliknya. Lalu mengambil tempat duduk tepat di tengah lingkaran itu.
"Ibu mau tanya sama kalian, jawab jujur. Apa ibu harus kayak tadi biar kalian paham? iya?" Tanya Kemala yang mendapatkan gelengan dari muridnya, "apa harus dengan k*******n didik kalian? kan enggak, kalian juga ibu yakin gak mau ibu kasari kan?"
"Enggak, Bu. Maaf." Jawab beberapa murid yang kedapatan ribut ia sengaja suruh berdiri sedangakan teman yang lain ia perintahkan untuk duduk.
Kemala menatap ke lima siswanya yang menunduk takut. Ia jaeang marah, tetapi sekalinya marah maka akan keluar dan tidak terkontrol seperti tadi, jika saja rol besinya mengenai salah satu kepala siswanya, kemungkinan akan bocor paling tidak berdarah dan luka.
"Ibu minta maaf tadi udah ngelempar rol besi itu. Lain kali jangan mancing emosi ibu yah, sekarang istirahat lima belas menit."
"Makasih, Bu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Kemala menatap hampa mesjid yang selalu menjadi tempatnya merenung, kehidupannya tidak semenyenangkan yang terlihat, banyak tuntutan yang mengharuskan dirinya menjadi sosok kuat tanpa ada penopang yang rasanya sangat melelahkan sekali.
Ia kembali melirik ponsel yang berada di tangannya, hingga secara mengejutkan ia baru menyadari jika suara notifikasi yang masuk ke ponselna secara beruntun diakibatkan oleh keributan yang melibatkan Adi kekasihnya dengan penulis lain yang berakar dari permasalahan dulu sebelum dirinya masuk sebagai penulis.
Dengan cepat Kemala kembali mengirimkan pesan kepada Adi di grup yang bahkan tanpa sadar dirinya sudah memanggil Adi dengan untuk menghentikan perkelahiannya. Namun sebuah pesan dari penulis yang ia ketahui sangat dekat dengan Adi membuat Kemala mengurungkan niatnya untuk membujuk Adi.
"La, jangan diganggu Adi-Nya."
Ganggu? apa dirinya seorang pengganggu bagi Adi? pantas saja pemuda itu tidak membalas pesannya sama sekali,, ia hanya bisa tertawa miris, ia sekarang baru sadar bahwa dirinya tidak cukup seistimewa itu sanpa-sampai sekarang menjadi orang asing ketika kekasihnya sendiri mengalami masalah yang ia tidak tahu awal mulanya.
Tanpa berkata apa pun lagi, Kemala memilih menonaktifkan data selulernya, biarlah masalah itu selesai dengan cara Adi dan sekelompok orang yang mengelilinginya dengan dekat. Dan satu hal yang menjadi kemungkinan besar dalam pikiran Kemala, Adi selama ini selalu centang dua karena sebenarnya w******p pemuda itu aktif tapi bukan untuk membalas pesannya.
"Aih, Mala kenapa sekarang kebanyakan bucin sih, lagian gak haruskan tiap hari tuh orang ngabarin, kek bocil banget. Tapi hati aku tetepa aja sakit, Njir. lagian tuh emak Adi kok yah pesannya buat sakit hati, padahal kalau dibaca ulang biasa aja harusnya."
Kemala berjalan menuju sekolah dan ia dapat melihat kegiatan para muridnya yang membuat ia merasa geli dan sedikit melupakan permasalahan yang terjadi padanya. Dimana murid laki-laki dengan asyik bermain karet loncat sana loncat sini seolah menikmati permainan yang sebenarnya sangat identik dengan permainan perempuan.
"Ibu, ayo main."
"Gak mungkin lah, badan ibu udah segede ini gak kuat kalau harus loncat-loncat," sahut Kemala dengan tawa gelinya, ia memilih duduk di sebelah narisan para siswi yang asyik menonton pertandingan antara laki-laki dan perempuan.
"Sakit memang yang tadi, tapi sekarang lebih baik."
***
Jam sekolah telah usai, Kemala sedang menunggu hujan reda bersama beberapa muridnya yang tersisa, sedangkan yang lain sudah berlarian ke sana ke mari menkmati rintik hujan yang deras. Ia menatap ponselnya dengan sendu, sampai sekarang ia belum cukup berani untuk menghidupkan data internetnya, takut jika Adi akan marah karena ia sudah mengganggu pemuda itu dengan spam chat yang secara terus menerus ia kirim sedari beberapa hari yang lalu. Hingga karena rasa penasarannya yang melambung tinggi dengan ragu Kemala membuka pesan dan mendapatkan ribuan pesan masuk padahal ia baru mematikan data internet satu jam saja.
Ia bisa melihat grup yang masih terkunci dan hanya orang-orang tertentu yang menjadi admin salah satunya adalah Adi. Pemuda itu tampak mengirimkan rekaman suara yang berisi percakapan Adi dengan suami yang sedang terlibat kesalahpahaman. Hingga ia pada akhirnya memeranikan diri untuk membuka room chat besama Adi dan sedikit terkejut lantaran terdapat beberapa pesan yang baru masuk dari pemuda itu.
Buaya sss.
Halo...
Cie spam chat, kangen yah?
Kemala mencibur pelan, bukan cuma masalah rindu doang. Tapi Kemala sedikit khawatir dengan keberadaan pemuda itu.
Buaya sss
Aku gak papa, lagian aku gak salah.
Aku lagi kerja dan di tempat kerja lagi susah jaringan, jadi gak bisa aktif, maaf yah.
Lagi-lagi Kemala hanya tersenyum maklum membaca chat tersebut, mungkin memang benar jika Adi kesulitan memeberinya kabar lantaran pemuda itu sedang susah jaringan.
Buaya Amazon
Nanti aku hubungi lagi kalau masalah udah selesai semua, nanti malam aku video call yah, kebetulan ada jatah libur jadi bisa pulang ke rumah saudara dulu yang deket sini.
"Yaudah, istirahat yang cukup jangan di porsir kali. Mala baru tahu kalau abang kerja dibagian mesin, hati-hati kerjanya yah, jangan teledor." Balas Kemala setelah memikirkan banyak pertimbangan yang matang.
Buaya Amazon
Siap nyonya, btw aku lagi di luar mau beli mie sama telur.
"Lah, abang belum makan? kok masak mie?"
Lama Kemala menunggu, sampai -sampai ia sudah tiba di rumah dan mandi batulah Adi membalas pesannya ketika adzan magrib berkumandang.
Buaya Amazon
Kan ada jadwal piketnya masing-masing, hari ini piket jadwal akunya jadi yang masak yah aku. Aku tinggal dulu yah, nanti aku hubungi oke?
Kemala menatap ponsel miliknya dengan tenang, setidakny aia bisa memastikan jika Adi di sana dalam keadaan yang baik-baik saja, Akan tetapi ingatannya berputar pada kejadian sore tadi, di mana chat soerang penulis senior sangat mengganggu pikirannya.
"Biarlah dianggap ganggu, toh yang diganggu doi sendiri." Batin Kemala yang masa bodo dengan respon salah satu teman dekat Adi tadi. Ia lagi tidak ingin mengingat hal-hal yang membuatnyay sakit sendiri, hidupnya ini sudah seperti pelajaran fisika yang memiliki tekanan di mana-mana, jangan sampai otaknya juga ikut menekan dirinya yang ada ia bisa gila nanti.