TIGA

1813 Words
Di kedai teh Archen selalu memilih tempat di sudut toko yang membelakangi pintu masuk. Kedai teh itu tidak ramai, tidak ada jaringan Wifi serta tidak terlalu luas, hanya ada enam meja untuk pengunjung yang tidak selalu terisi penuh. Kalian tahu, saat ini orang-orang lebih memilih menghabiskan waktu di kedai kopi ternama, sambil menikmati jaringan Wifi yang disediakan. Sedikit sekali yang memilih untuk menenangkan diri dengan secangkir teh serta sebuah buku. Namun seperti kata Tira, Archen berbeda, ia tidak seperti lelaki pada umumnya. “Ashwaganda Tea?” tanya salah satu pelayan kedai teh yang sudah sering melayani Archen. “No, California Poppy Tea satu” “Baik, ditunggu sebentar ya” Malam ini Archen benar-benar ingin tidur dengan tenang, oleh karena itulah iya memilih California Poppy Tea. Selain bermanfaat untuk mengobati sakit kepala dan mendatangkan mood positif , teh itu juga dikenal bisa mengatasi insomnia. Tentu Archen bukan penderita insomnia, hanya saja biasanya setelah mengalami mimpi seperti tadi, ia akan kesulitan untuk kembali tidur, bahkan Archen bisa terjaga sampai pagi. “Kamu mau apa, Na?” “Aduh bunda, Athena gak suka teh.” “Iya, iya, yaudah sebentar ya bunda pesan dulu” “Oke” Athena menunggu di salah satu meja yang paling dekat dengan pintu masuk—dan pintu keluar tentunya—karena ia tidak ingin berlama-lama di kedai teh yang menyajikan suasana sunyi senyap seperti ini. Namun Athena terpaksa menemani bundanya ke kedai teh, bundanya adalah pecandu teh kelas kakap! Saat sedang menunggu, ia melihat-lihat sekeliling kedai teh, matanya berhenti di arah sudut ruang, ada seorang lelaki yang tengah duduk membelakanginya. Athena meresa ia mengenalnya. Athena pernah melihat punggung itu. Ya, ia melihatnya di koridor sekolah. Saat pagi hari. Menuju ruang kepala sekolah.                                                                                         ****** “Bun, bunda tunggu sini ya, Athena mau samperin teman Athena” “Oh ada teman mu di sini? Mana?” “Itu bun yang ada di pojokan” Bunda Athena lantas menengok ke belakang, ada seorang anak laki-laki yang sedang duduk di sana. Ragu-ragu Athena melangkahkan kaki menuju tempat Archen. Ia tidak yakin respon apalagi yang akan didapat dari lelaki dingin tersebut. “Hai, Archen” Mendengar namanya disebut, Archen yang saat itu sedang membaca buku lantas  mengangkat kepalanya. Ia setengah terkejut, setengah tidak. Terkejutnya adalah kenapa hari ini ia selalu bertemu dengan gadis berpipi cubby tersebut, sementara yang membuatnya tidak terkejut adalah siapapun bisa saja datang ke kedai teh ini. “Lo sendirian aja?” Athena kembali bicara karena sadar sapaannya tidak mendapat respon. “Apa lo liat ada orang lain bersama gue?” “Ada!” Archen mengerutkan keningnya. “Gue! Hehehehhehe.” Athena mencoba melucu dengan orang yang salah. Archen benar-benar tidak mengerti dengan gadis yang ada di hadapannya. Ia memilih diam dan kembali membaca buku. Athena jengkel, namun ia mencoba menahannya. “Gue balik ke sana ya!” ucap Athena. Archen hanya diam. “Archen, gue balik ke bunda gue ya!!” Archen mengangguk sedikit. “Helloooo…. Archen, gue pulang dulu ya!!!!” teriak Athena. “Iya, Athena.” jawab Archen pelan. Sangat pelan. Siapapun yang tidak jeli, tidak akan mendengarnya. Dan Athena mendengarnya. Ia barusan mendengar, lelaki dingin di hadapannya itu menyebut namanya. Athena hampir saja melompat kegirangan kalo saja tidak ingat bahwa saat ini ia sedang berada di kedai teh, tempat yang sunyi. Athena benci itu. Meskipun hari ini ia sudah empat kali bertemu dengan Archen, namun Athena tidak pernah menyangka Archen akan mengingat namanya. Athena pergi meninggalkan Archen dengan senyum mengembang, membuat pipi cubby-nya terlihat lebih menggemaskan. Sesampainya di rumah, Athena menerima sebuah pesan w******p dari nomor yang tidak dikenal. “Selamat malam, Gadis Nomanden.” Begitu isi pesannya. Athena langsung tahu siapa yang mengirim pesan tersebut. Hanya Kheanu yang memanggilnya dengan sebutan Gadis Nomanden. Athena lantas melihat profile picture si pengirim pesan. Ada foto tiga orang yang sepertinya terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Tentu anak itu adalah Kheanu. Athena segera membalas pesan tersebut. “Kheanu, tolong deh, nama gue itu ATHENA, bukan GADIS NOMANDEN.” Walaupun Athena gadis yang sangat bijaksana, ia tetap tidak suka bila ada seseorang yang mengganti namanya.. Menurutnya, Athena adalah nama terbaik yang diberikan oleh orangtuanya. Tidak sampai lima menit, Kheanu membalas pesan Athena. “Hehehe suka-suka gue dong mau manggil apa.” Athena tidak membalas gurauan Kheanu. “BTW, lo tau nomor gue dari mana, Nu?” “Dari duit kertas.” Athena tertawa kecil. Pantas saja disebut sebagai tukang rusuh di kelas, batin Athena. Belum sempat Athena membalas pesan dari Kheanu, lelaki itu sudah mengirim pesan lagi. “Besok pulang bareng yuk?” Athena adalah gadis yang supel, tidak mudah geer dan terbawa perasaan. Ketika ia membaca pesan dari Kheanu, ia menganggap sebagai hal yang biasa. “Boleh. Lumayan kan ongkos pulang gue bisa dipakai jajan. Hahaha.” “Siapa bilang? Lo harus jajanin gue es campur di depan sekolah!” “Oke!” jawab Athena tanpa ragu. Dari kecil Athena sudah terbiasa berpindah-pindah sekolah. Salah satu cara agar Athena mendapat teman di sekolah barunya adalah dengan menjadi anak yang tidak ribet dan bergaul dengan siapa saja. Lagi pula ia bisa mengajak Dean untuk menemaninya minum es campur bersama Kheanu, toh makin ramai makin asyik kan? Begitu pikir Athena. ****** Alarm Archen berbunyi menunjukkan pukul 05.00 WIB. Sehabis minum California Poppy Tea, ia merasa tidurnya sangat nyenyak semalam. Setelah semua siap ia langsung turun ke lantai satu untuk sarapan bersama tantenya. Tira merupakan adik kandung dari mama Archen, meskipun usianya sudah memasuki kepala tiga tapi ia belum juga menikah. Tidak ada yang tahu apa alasan yang mendasari tantenya itu enggan menikah. Secara fisik Tira sangatlah cantik. Ia memiliki postur tubuh yang proporsional, matanya sangat indah, rambutnya panjang bergelombang, ia juga memiliki kulit berwarna kuning langsat, khas perempuan Indonesia. Pun secara finansial, Tira merupakan seorang wanita karier yang bekerja sebagai manager di salah satu bank swasta di Jakarta. Secara fisik dan karakter Tira sangat mirip dengan mama Archen, itulah yang membuat Archen sangat nyaman tinggal dengannya. “Pagi, Sen.” Sapa Tira hangat ketika Archen sudah duduk di meja makan. “Pagi, tante.” “Mau sarapan apa? Bi Ijah buat omelet seafood kesukaanmu lho.” Di rumah ini Archen tinggal bersama Tante Tira dan satu pekerja rumah tangga bersama Bi Ijah. Bi Ijah sudah lima tahun bekerja bersama Tante Tira sejak tantenya itu membeli sebuah rumah. Bi Ijah sendiri berasal dari Yogyakarta dan sudah berusia empat puluh tujuh tahun. Perempuan berkepala empat itu sangat sayang pada Archen dan sudah menganggapnya sebagai anak sendiri. Bi Ijah tidak mempunyai anak. Ia pernah menikah di usia dua puluh tahun namun sayangnya pernikahan mereka yang sudah terjalin selama dua puluh tahun itu tidak juga dikaruniai seorang anak, hingga akhirnya tujuh tahun yang lalu suaminya meninggal karena kecelakaan kerja. Namun Bi Ijah mengaku tidak ingin menikah lagi, ia merasa masih sangat mencintai suaminya sehingga tidak mampu untuk mencintai orang lain. “Boleh deh omeletnya” jawab Archen. Tante Tira segera memotong omelet untuk keponakan tersayang. “Den, ini tehnya” ucap Bi Ijah seraya meletekakkan secangkir teh hangat di hadapan Archen. Saat pagi hari Archen selalu minum California Poppy Tea, dan yang bisa meraciknya di rumah ini hanyalah Bi Ijah. “Makasih bi.” Bi Ijah segera kembali ke dapur untuk membersihkan peralatan masak. “Eh Sen, kamu beneran gak mau pakai mobil?” tanya Tante Linda. “Engga deh tante, lagian belum perlu juga.” “Tapi kan ini lagi musim hujan, Sen. Beberapa hari terakhir tante lihat kamu kehujanan terus kalau naik motor ke sekolah.” “Gak apa-apa, tante.” Archen memang tidak ingin merepotkan tantenya dengan meminta sebuah mobil. Sang tante mau menampungnya di sini saja sudah lebih dari cukup. “Ya sudah, tapi kalau suatu saat kamu butuh sesuatu, jangan sungkan-sungkan ya minta  sama tante.” Archen mengangguk pelan. Selesai sarapan keduanya pamit kepada Bi Ijah, Archen pergi sekolah, dan Tante Tira berangkat bekerja. Setelah memasang sabuk pengaman, Tira membuka kaca mobilnya dan berkata “Hati-hati, Sen.” Keponakannya itu hanya mengangguk. Kenapa nasibmu harus semalang ini, Sen. Batin Tira. Sementara itu, di lain tempat ada Athena yang sudah lima belas menit menunggu angkutan umum di halte dekat rumahnya. “Aduh, kalau begini terus, gue bisa telat nih dateng ke sekolah.” Keluh Athena. Tidak lama kemudian Athena melihat seseorang yang mengenakan seragam sama seperti dirinya melintas di depannya, tanpa berpikir panjang, Athena langsung mencegatnya. “STOP! STOP!” Teriak Athena sambil merentangkan kedua tangan. Kanget tiba-tiba ada seseorang yang memberhentikan laju motornya, Archen ngerem mendadak. Betapa kagetnya ia ketika menyadari bahwa orang itu adalah Athena. Ia pun langsung membuka helm-nya dengan kasar. “Lo gila ya? Lo mau mati?” Bentak Archen. Suara Archen tentu menjadi pusat perhatian bagi orang-orang yang saat itu tengah duduk di halte. Athena yang tidak menyangka dengan respon Archen hanya bisa diam. Ia lemas. Ada satu hal dalam diri Athena yang tidak diketahui banyak orang, ia tidak bisa dibentak. Kedua orangtua Athena membesarkannya dengan penuh kasih sayang. Terlebih sejak dirinya menjadi anak tunggal, ia tidak pernah sekalipun dimarahi oleh orangtuanya. Itulah sebabnya mengapa ia selalu lemas jika ada orang lain yang membentaknya. Melihat Athena yang berdiri mematung, Archen lantas turun dari motornya. Ia sadar perkataanya sudah kelewat batas. Archen memegang bahu Athena, “Sorry, sorry, lo enggak apa-apa kan?” “Engg…iya gue gak apa-apa.” Jawab Athena gugup. “Muka lo pucet banget, duduk dulu yuk.” Mereka pun duduk di halte yang saat itu sudah mulai sepi. Tentu karena semua orang sudah berangkat ke tempat kerja maupun sekolahnya masing-masing. Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB. “Maaf.” Ucap Archen dan Athena bersamaan. “Lo dulu.” “Gue minta maaf karena udah ngeberhentiin motor lo tiba-tiba.” “Lo tau itu bahaya?” Tanya Archen sinis. “Tau kok, tapi mau gimana lagi daripada gue terlambat ke sekolah.” Jelas Athena. “Jadi tadi maksudnya lo mau nebeng sama gue, gitu?” Athena mengangguk semangat. “Dan sekarang kita berdua yang terlambat.” Ucap Archen sambil melihat jam tangan miliknya. “Eh iya, aduh maaf lagi.” Athena benar-benar merasa tidak enak dengan Archen. Namun Archen langsung berdiri menghampiri motornya. Athena yang saat itu bingung harus berbuat apa, hanya diam di tempat. “Lo gak mau ke sekolah?”  “Mau!” Motor Archen membelah jalanan ibukota dengan kecepatan rendah. Semua orang pasti tahu bagaimana kondisi jalanan Jakarta di pagi hari. Jadi jangan bayangkan adegan romantis ala sinetron Indonesia ketika tokoh perempuan membentangkan kedua tangan sambil menikmati udara dari atas motor, serta tokoh lelaki yang menatapnya lewat kaca spion sambil tersenyum manis. Motor sesekali berjalan, lalu berhenti, kemudian berjalan lagi, dan berhenti lagi, membuat perjalanan menuju sekolah menjadi begitu lama. “Tadi lo mau ngomong apa?’ Tanya Athena di tengah-tengah kemacetan. Archen diam saja. Athena mencoba positif thinking. Mungkin Archen gak denger karena bunyi klakson di mana-mana. Pikir Athena. Athena pun mencoba memajukan kepala agar Archen bisa mendengar ucapannya. Namun saat itu juga ada motor yang tiba-tiba menyalip Archen dari sebelah kiri, membuat dirinya reflex menengok hingga matanya bertemu dengan mata Athena. Jarak antara keduanya sangat dekat. Tidak hanya Archen yang mematung, Athena pun demikian. Jangan bayangkan adegan romatis seperti di drama korea ketika kedua tokohnya bisa berlama-lama saling tatap. Adegan Archen dan Athena tidak seperti itu. Hanya lima detik mata mereka bertemu sebab supir metro mini sudah berkali-kali membunyikan klaksonnya. “Kau ini, kalau mau pacaran jangan di jalan!” Teriak sang supir ketika melewati motor Archen. Archen dan Athena lihat-lihatan, kemudian tertawa bersama. Entah menertawakan supir metro mini atau justru menertawakan diri mereka sendiri. Baru kali ini Athena melihat Archen tertawa lepas. Jangankan tertawa, senyum tipis dari Archen pun belum pernah ia lihat sebelumnya. Begitu juga dengan Archen. Sejak dua tahun lalu, ia jarang sekali tertawa. Tidak pernah terpikirkan olehnya bisa tertawa bersama gadis asing yang baru dikenalnya. Tertawa di tengah-tengah kemacetan. Di jalanan ibukota. Seketika Archen lupa dengan luka yang dimilikinya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD