Part 3 Hanya Kamu yang Kuinginkan!

1210 Words
Tak terasa sudah seminggu dari proses assessmen yang akhirnya diikuti Rara. Benar kata mbak Gri, Rara harus bangkit, harus menatap masa depan. Tidak hanya terpaku pada masa lalu. Rara melirik ke ponselnya yang bergetar. Yaa dia selalu pakai silent mode jika sedang banyak pekerjaan seperti ini. Mas Tama is calling Mas Tama? Tumben dia nelpon jam segini. "Hallo.. Assalamualaikum." "Waalaikumusalam.." sahut suara di seberang sana. "Ra.. pulang nanti kujemput ya. Ada sesuatu yang ingin kubicarakan. Penting." "Iya mas. Tapi habis magrib gapapa ya. Aku lagi banyak banget kerjaan." Sahut Rara. "Ya.. kutunggu di coffee shop di lantai dasar." "....." "Ra...." "Ya mas?" "Apakah kamu sudah punya jawabannya?" Tanpa dia singgung pun Rara sudah tahu apa maksudnya. "Mas, nanti saja ya kita bicarakan sekalian. Gak enak kalau via telpon." "Aku sungguh berharap kamu menerima Ra. Kamu tahu aku mencintaimu. Sungguh mencintaimu. Tak peduli masa lalumu." "Mas... sungguh.. kita bicarakan ini nanti ya. Tidak lewat telpon." "Baiklah.. Selamat bekerja lagi. I love you Ra." "....." love you more Mas.. sahut Rara dalam hati. Aaah kenapa air mata ini menetes lagi? Wishnutama Atmadja. Laki-laki yang kucintai semenjak aku SMA. Cinta pertamaku, cinta monyet. Dia kakak kelas di SMA yang sama denganku dan Anggi. Aku tahu dia juga mencintaiku. Sungguh mencintaiku. Tulus. Seperti cintaku padanya. Dia bahkan berniat untuk menikahiku saat tahu aku hamil karena p*********n itu. Dia yang akan bertanggung jawab atas janin yang aku kandung. Berjanji akan merawat dan menyayanginya seperti darah dagingnya sendiri. Kupikir akhirnya kebahagiaan itu datang padaku seiring dengan kerelaan Mas Tama menerimaku. Tapi, seminggu setelah Mas Tama mengutarakan maksudnya ke ayah, Tante Wina - mama Mas Tama dan Tante Weni - adik Tante Wina, datang menemuiku. Awalnya mengutarakan simpati atas apa yang kualami. Tapi akhirnya aku tahu maksud kedatangan mereka setelah Tante Wina menyerahkan selembar amplop yang berisi cek dengan nominal yang woow.. Syaratnya hanya satu. Jauhi mas Tama. Ya aku tahu akhirnya hari itu akan datang. Hari di mana keluarga mas Tama akhirnya melarang hubungan kami. Alasan mereka, aku tidak pantas untuk Mas Tama. Aku hina. Aku kotor. Aku bahkan hamil tanpa tahu siapa ayah janin yang ada di rahimku. Ya.. Aku tidak pantas untuknya. Untuk laki-laki yang sudah 4 tahun berpacaran denganku. Laki-laki yang bahkan selama 4 tahun itu hanya berani memegang tangan dan mencium keningku, mengacak rambutku. Itu saja. Tidak lebih. Laki-laki yang sungguh menghormatiku sebagai perempuan. Mas Tama selalu bilang hanya akan memilikiku utuh setelah ijab qabul. Aaah jaman sekarang pun ternyata masih ada laki-laki yang sangat menghormati perempuan. Sayang semua itu hanyalah tinggal mimpi. Sebuah ultimatum dari Tante Wina menyadarkanku siapa diriku sekarang. "Tama butuh seorang istri yang tidak memalukan kami keluarganya." Apa maksudnya memalukan? Tante Weni memelukku, berusaha memberi sedikit kekuatan. Beliau mengusap punggungku lembut. Aku menunduk, sambil meremas perutku yang mendadak nyeri karena pembicaraan ini. Aku tahu bukan hanya perasaanku saja bahwa Tante Wina ingin aku pergi dari Mas Tama. "Cek itu bisa kamu uangkan untuk hidupmu dan bayimu. Tapi jauhi Tama. Janin yang ada di perutmu bukan anak Tama. Seharusnya Tante pun tidak perlu repot memberimu uang. Tapi yaa anggap saja ucapan terima kasih karena sudah baik kepada Tama selama ini. Tante harap kamu mengerti." Kata Tante Wina pelan, tapi tajam dan berhasil membuatku terpukul. "Iya tante. Saya mengerti." Sahutku pelan, berusaha tegar untuk terlihat kuat. Aku tidak boleh menangis di depan mereka. "Saya akan menjauhi Mas Tama. Terima kasih tante sudah mampir." Mereka beranjak menuju pintu yang sudah kubuka lebar. "Oiya Tante mohon bawa kembali cek ini. Saya tidak butuh." Kataku sambil mengulurkan amplop yang berisi cek itu ke pemiliknya. Kejadian ini tidak pernah kuceritakan ke ayah, umi dan mas Tama. Hanya Anggi yang tahu. --- "Ra.... Lagi melamun?" Sapaan dan usapan lembut di bahuku menyadarkan Rara kembali dari lamunannya saat menunggu Tama di coffee shop di gedung tempat kerjanya. Rara tersenyum dan menggeleng. Aah Mas Tama... Sudah lama Rara tidak bertemu dia. Lebih tepatnya Rara menghindarinya. Dia takut semakin jatuh jika sering bertemu. Tama tampak kurusan. Rambutnya sedikit gondrong, dan ada rambut-rambut halus di sekitar dagunya menambah kesan sexy? Huuft kenapa aku malah deg-deg-an gini siih demi melihat Mas Tama? Aku ingin sekali menyentuh dagu dan pipinya. Kebiasaanku dulu kalau dia lupa mencukur. Rara menggelengkan kepalanya pelan mengusir pikiran-pikiran anehnya. "Kenapa kepalamu? Pusing?" Tanya Tama sambil menyetuh dahi Rara. Rara menggeleng. Tapi.. tetiba tangannya sudah menyentuh dagu Tama. Aaah ini kenapa otak dan tangan tidak berkoordinasi dengan baik siih? Ada kekagetan di mata Tama. Tapi kemudian dia menggenggam tangan Rara yang mengelus dagunya, membawanya ke bibirnya dan mencium punggung tangan Rara. Lama dan lembut. Rara sungguh merasa dihargai kalau seperti ini. "Bagaimana kabarmu Ra?" "Alhamdulilah baik seperti yang Mas Tama lihat." Hening sesaat saat pelayan coffee shop menyajikan kopi pesanan mereka. Berdua mereka menyesap kopi dari cangkir masing-masing. Tapi terlihat mas Tama menatap Rara tajam. Ada sorot kerinduan di matanya. Tak hanya rindu, tapi juga kesedihan. "Sampai kapan kamu mau menghindariku Ra?" "...." "Ra... " Rara merasa genggaman Tama semakin erat. "Aku tidak menghindarimu mas. Aku memang lagi banyak banget kerjaan. Harus submit proposal sesuai permintaan Marketing." "Baiklah.. Aku mengerti. Dan aku masih menunggu jawabanmu." "Mas tahu aku tidak bisa..." "Kenapa Ra?" Tanyanya balik dengan nada putus asa. "Ini sudah kesekian kalinya aku memintamu untuk menikah denganku. Aku cinta kamu. Aku ingin kamu menjadi istriku. Menjadi ibu dari anak-anakku. Melengkapi rusukku yang hilang Ra!" "Aku hina mas. Aku kotor. Aku tak pantas buatmu. Carilah gadis lain yang pantas untuk mas jadikan istri." "Akulah yang menentukan siapa yang pantas untuk jadi istriku. Aku gak peduli masa lalumu. Kumohon Ra.. " "Mas.. maafkan aku." "Apakah karena mama?" Tanya Tama. "Maksudnya?" "Agni sudah cerita.. Jangan marah padanya. Aku yang memaksanya karena aku tahu kamu tidak akan berahasia pada Agni." Rara menunduk lemas. Bayangan kejadian itu seperti menari ulang di kepalanya. Kejadian tiga tahun lalu, kedatangan Tante Wina dan ancamannya, kehilangan janin yang dikandung, walau awalnya kehadirannya tak diinginkan. Tapi bagaimanapun juga, di tubuhnya mengalir darahku, dia darah dagingku juga. Jikalau Rara tidak punya ayah dan umi yang sangat menyayanginya - tak lupa Agni sebagai sahabat terbaik - mungkin Rara sudah mengakhiri hidup saat itu. "Ra... benar itu?" Sentakan Mas Tana menyadarkannya dari lamunan. "Sudahlah mas... mungkin memang kita tidak berjodoh di dunia ini. Kalau aku menjadi mamamu, mungkin aku juga akan bertindak hal yang sama. Semua orang tua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya. Termasuk istri yang sempurna." Terang Rara sambil terisak. "Kenapa kamu tidak cerita padaku Ra?" "Apa artiku untukmu sebenarnya? Seharusnya aku melindungimu, bahkan dari mama sekalipun." Sesal Mas Tama. "Mas... sungguh berat bagiku untuk melepasmu. Kamu tahu aku sungguh mencintaimu. Sampai sekarang pun begitu. Tapi aku tidak mungkin bersaing dengan perempuan yang melahirkanmu, yang membesarkanmu mas. Aku tidak mau membuatmu menjadi anak durhaka. Jadi lebih baik aku mundur. Pergi dari kehidupanmu." Dan airmata pun semakin deras membasahi pipi Rara. Tak dipedulikannya pengunjung coffee shop yang memandang mereka penuh tanya. Tama meraih Rara ke pelukannya. Diciumnya kening Rara lembut. Dia menangkup wajah Rara. Memaksanya untuk menatapnya. Sangat terlihat bahwa Tama pun bersedih. "Bagaimana cara menyakinkanmu? Aku bersungguh-sungguh Ra..!" "Banyak gadis di luar sama yang lebih cantik dan lebih pantas untukmu mas." "Walaupun mereka lebih cantik, lebih menarik, lebih seksi, dan lebih-lebih lainnya.. aku tak peduli. Karena... mereka bukan kamu. Karena cintaku hanya untukmu. Karena hanya kamu yang kuinginkan Ra!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD