Angga Jelek

1096 Words
    Sentuhan dan rasa dingin di tangan Hanna sama sekali tidak berpengaruh padanya karena ia sedang bermimpi menikmati musim dinginnya di daratan Eropa yang saat ini sedang musim dingin dengan salju yang memenuhi daratan Eropa.     Angga yang semula berniat mengusili Hanna jadinya hanya garuk-garuk kepala. Bagaimana bisa adiknya tidak peduli dengan dinginnya batu es yang dia sentuhkan ke tangan Hanna dan tidak membuat adiknya terbangun. Benar-benar membuatnya bingung. Mungkinkah adiknya sedang bermimpi menikmati musim salju? Haduuh…Angga akhirnya memilih untuk mematikan lappy Hanna karena waktunya masih cukup untuk membiarkan adiknya bermimpi.     Suara weker yang dipasang Hanna tepat setengah jam sebelum pukul 10 membuatnya terbangun dan melihat lappy-nya yang sudah mati. Apakah lappy-nya mati karena kehabisan batre? Entahlah. Saat ini ia harus bersiap-siap sebelum kakaknya memanggil dan membangunkan dirinya.     Jam 9.45 Hanna sudah keluar dari kamar dan melihat kakaknya sudah bersiap-siap membuatnya bertanya.     “Kita hanya membawa persyaratan umum saja kan Kak?” tanya Hanna pada Angga.     “He eh. Kamu nanti ikut panahan kan bukannya menembak?” tanya Angga setelah memastikan bahwa semua syarat yang diperlukan sudah ada di tas nya.     “Hanna sih maunya ikut kejuaraan menembak Kak. Hanna kan sudah setahun ini tercatat dalam klub tapi….”     Hanna tidak meneruskan kalimatnya karena Narasita pernah mengingatkan untuk lebih menekuni olah raga panahan dari pada menembak.     “Nanti kita lihat saja jadwalnya. Kalau memang tidak bertabrakan, kaka yakin kamu bisa mengikuti keduanya,” ucap Angga memberi semangat pada adiknya perempuannya. Seorang adik perempuan yang memiliki segudang prestasi yang luar biasa dan mampu melakukan yang mereka tidak pernah lakukan.     Mereka kedua kakak beradik sudah meninggalkan rumah mereka. Mereka juga sudah memberitahu asisten rumah tangga sesuai dengan pesan Narasita bahwa mereka tidak bisa pergi begitu saja tanpa mengatakan padanya.     “Pendaftaran hari ini yang pertama atau terakhir sih kak?” tanya Hanna karena melihat antusias para calon peserta yang hendak mendaftar.     “Pertengahan. Kaka pikir kita tidak perlu daftar awal supaya sepi. Siapa yang tahu kalau masih ramai,” sahut Angga.      Waktu sudah memasuki jam makan siang saat mereka masih berdiri berjajar di jalur pendaftaran karena peserta putra dan putrid dibedakan, tiba-tiba seseorang menghampiri Hanna. Dan orang tersebut adalah petinggi militer yang dikenal Hanna sebagai salah satu pengurus klub menembak tempat Hanna menjadi anggotanya.     “Hanna. Bisa ikut Bapak sebentar tidak?”  katanya pada Hanna.     “Tapi Hanna sedang mendaftar Pak?” tanya Hanna ragu menatap kakaknya yang berada pada jalur yang berbeda.     “Tidak lama kok. Nanti bapak pastikan Hanna masih bisa mendaftar pada hari ini. Ayo!”     Karena Hanna sudah mengenalnya, maka ia segera mengikutinya setelah bicara pada Angga yang mengangkat jempol tanda mengerti.     Hanna mengikuti langkah perwira di AD yang bernama Toni ke sebuah ruangan dimana sudah duduk beberapa orang yang Hanna ketahui adalah para pembina di klub-nya.     “Selamat siang Bapak semua,” sapa Hanna berjalan ragu saat memasuki ruangan tersebut. Memiliki orang tua dengan pangkat bintang 2 tidak menjadikan Hanna dekat dengan para perwira tinggi. Tetapi ia justru takut dan gugup saat berhadapan dengan mereka semuanya.     “Hey, kenapa cuma berdiri di sana? Ayo masuk dan duduk sini. Tidak perlu sungkan. Ayo sini!” panggil salah satu perwira yang duduk menikmati segelas minuman.     “Hanna, besok di klub akan dikeluarkan pengumuman untuk kejuaraan menembak antar klub Internasional. Sebagai anggota dengan usia termuda, kami bermaksud untuk membawamu mengikutinya.” Beritahu perwira yang Hanna kenal dengan nama Bapak Haryo.     “Tapi Hanna sekarang sudah kelas XII. Hanna khawatir mom ga izinin,” jawab Hanna ragu-ragu.     “Bapak yakin kalau Pak Hasby yang bilang sama Bu Nara pasti di izinkan,” jawab Pak Aryo yakin.     Hanna hanya tersenyum. Siapa yang bisa menolak perintah seorang Jenderal bintang 3 yang menjadi atasan ibunya yang masih bintang 1.     “Untuk lomba ini kamu mau ikut panahan atau menembak?” tanya Pak Indra ingin tahu.     “Hanna sebenarnya mau menempak. Tapi mom mengarahkan untuk ikut panahan saja.”     “Begitu…menurut bapak, lebih baik kamu mengambil menembak sekaligus melatihmu sebelum kejuaraan nanti,” saran Pak Aryo.     “Kalau boleh tahu, kapan lomba tersebut? Terus terang Hanna juga tidak bisa mengabaikan persiapan ujian akhir,” tanya Hanna mengingat saat ini dirinya tidak bisa main-main lagi.     “Tenang saja. Kejuaraan tersebut di adakan pada akhir Januari. Jadi untuk belajar kamu masih bisa. Bapak jamin tidak akan mengganggu waktumu. Karena kau adalah siswa berprestasi dan bertanggung jawab.”     “Terima kasih Pak.”     “Kalau begitu, bapak akan daftarkan kamu langsung ya. Tentu saja setelah mendapat ijin dari ibumu. Besok kau bisa datang ke klub bukan?”     “Kalau tidak ada halangan, saya rasa bisa Pak.”     “Kalau begitu kau bisa teruskan mendaftar. Jangan khawatir, nomor antrianmu sudah ada ditangan Angga.”     “Baik Pak, Sekali lagi terima kasih.”     Hanna segera meninggalkan ruangan dan kini ia sedang mencari kakaknya. Dengan kesal karena belum juga berhasil menemukannya, Hanna mengeluarkan ponselnya. Ternyata Angga sudah mengirim pesan dan memberitahunya bahwa dia menunggu di kantin.     Dengan senyum kesal karena ia terlambat membuka ponsel, Hanna kemudian berjalan menuju kantin. Bagi yang tidak terbiasa berada di tempat tersebut tentu akan mengalami kesulitan untuk menemui letak kantin, tetapi buat Hanna sama sekali tidak berlaku karena mereka sudah terbiasa berada di kantor ibunya. Tentu saja setiap kali mereka mengikuti kejuaraan.     Di sana, di salah satu meja terlihat Angga yang sedang menikmati makan siang bersama dengan kedua orang tuanya. Membuat Hanna iri karena mereka tidak menunggunya datang.     “Wajahmu kenapa cemberut begitu Non?” tanya ayahnya Ardian Wangsa.     “Ga apa-apa Dad,” jawab Hanna pelan setelah memesan minuman segar.     “Katanya kamu dipanggil Toni? Ada apa?” tanya ibunya sembari memberikan buah pada suaminya.     “Itu Mom…Pak Aryo bilang mau sertakan Hanna sebagai peserta junior untuk kejuaraan menembak yang akan dilakukan pertengahan Januari. Kejuaraan Internasional antar klub,” jawab Hanna ragu-ragu.     “Lalu kapan kamu mulai belajar lebih intensif? Ingat tahun ini kamu sudah mulai ujian akhir,” ucap Nara mengingatkan.     “Kalau tidak salah akhir Februari Mom,” jawab Hanna.     “Ya sudah. Kamu persiapkan diri saja untuk kejuaraan. Tapi jangan lupa untuk belajar!”     “Siap Mom,” jawab Hanna semangat.     Melihat putri satu-satunya selalu menjadi pilihan di klubnya mempunyai kebanggaan tersendiri buat Ardian. Putri bungsu yang manja tetapi tidak menjadikannya anak yang tidak bertanggung jawab. Hanna selalu melakukan setiap pilihannya secara bertanggung jawab sehingga tidak pernah membuatnya sebagai orang tua kecewa.     Setelah selesai menikmati makan siang bersama kedua orang tuanya, maka mereka segera berpisah karena Ardian dan Narasita mempunyai tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan sementara Hanna dan Angga berniat untuk mengunjungi kantor travel yang akan menjadikan Hanna sebagai brand ambassador.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD